Nasional

Pengalaman Malang di Kanjuruhan Malang 2018

Sel, 4 Oktober 2022 | 12:00 WIB

Pengalaman Malang di Kanjuruhan Malang 2018

Dokumentasi pertandingan Arema vs Persib d Stadion Kanjuruhan Malang Ahad (15/4/2018. (Foto: M Fayad Hadzami)

Jakarta, NU Online

Ahmad Syarif Maulana dan M Fayad Hadzami telah sampai di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur pada Ahad (15/4/2018) pukul 16.00 WIB. Keduanya berniat untuk menonton laga penting, yaitu Arema vs Persib.


Keduanya memang sengaja datang lebih awal guna mengambil beberapa momen dan mengabadikan kehadiran mereka di sana. Saat memasuki stadion untuk mulai menonton pertandingan, keduanya diperiksa secara ketat. Menurutnya, penonton tidak boleh membawa air minum botol. Kalaupun membawa, mereka harus mengalihkannya ke plastik.


Pertandingan yang digelar malam itu berlangsung sangat seru dan berakhir imbang, 2-2. Arema mengawali gol melalui Thiago Fortuoso pada menit 19. Pemain kelahiran Sao Paolo, Brazil 8 Juni 1987 itu berhasil memanfaatkan umpan dari D Santoso.


Semenit berselang, Persib menyamakan kedudukan melalui gol yang dilesakkan Ezechiel N'Douassel. Pemain bernomor punggung 10 itu memaksimalkan uman rekannya, Kusnandar.


Pemain berkebangsaan Chad itu juga mampu membawa keunggulan sementara untuk timnya. Pria 34 tahun itu kembali menyarangkan bola ke gawang Arema pada menit 78 setelah memanfaatkan uman dari J Bauman.


Namun, keunggulan Persib ini hanya berlangsung selama 10 menit. Pasalnya, Balsa Bozovic berhasil melesatkan bola melewati penjagaan M Mahbuby. Umpan dari Siswanto itu berhasil dimanfaatkan dengan baik oleh pemain nomor punggung 10 itu pada menit 88. Pemain Montenegro, kelahiran 1 Mei 1987 itu berhasil menyamakan kedudukan menjadi 2-2.


Melihat pertandingan yang sedemikian dinamis dan berimbang, Syarif dan Fayad sangat menikmatinya dari tribun. Namun, menjelang akhir pertandingan, suasana berubah. Hal ini ditengarai gegara kartu merah yang diberikan wasit kepada D Setiawan pada menit 89.


Beberapa penonton pun mulai turun dari tempatnya menuju lapangan. Keduanya mengira turun ke lapangan hanya untuk mengabadikan momen. Namun, semakin ramai dan tidak terkendali, pengamanan pun mengambil tindakan secara bertahap.


Fayad menceritakan, bahwa pihak pengamanan semula mengusir penonton dengan tongkat yang di tangannya. Namun, situasi yang tidak terkendali membuat langkah berikutnya diambil polisi, yaitu menembakkan tembakan peringatan ke atas.


Tak jua tertib, polisi mengerahkan anjing-anjing. Puncaknya, gas air mata pun ditembakkan ke berbagai arah untuk memukul mundur penonton yang turun ke lapangan. Namun, gas air mata juga ditembakkan ke arah tribun. Hal itu membuat Fayad dan Syarif harus merasakan perih di wajahnya dan nafas yang berat.


Pada mulanya, Syarif sempat mengajak turun, tetapi Fayad menolaknya. Setidaknya, ada dua alasan Fayad menolak ajakan itu. Pertama, pagar yang sangat tinggi membuatnya cukup kesulitan untuk turun. Kedua, dia juga membawa kamera sewaan. Ia mengkhawatirkan hal yang tidak diinginkan terjadi jika turun ke bawah.


Gas air mata yang demikian membuatnya tak karuan memaksa mereka harus beranjak dari tribun. Namun, jarak pintu keluar yang dekat tak dapat dijangkaunya saat itu juga. Pasalnya, orang-orang yang berebut keluar membuat suasana semakin tidak kondusif. Karenanya, Syarif dan Fayad memilih bertahan di tribun sembari menahan perih dan nafas yang sulit itu.


Keduanya baru bisa keluar dari stadion sekitar 30 sampai 60 menit setelah pertandingan berakhir. Di luar, keduanya melihat banyak orang tergeletak. Kata Fayad, di antara mereka ada yang merasa lega karena sudah bisa keluar, tetapi mungkin ada juga yang tergeletak karena sudah tidak kuat.


Pewarta: Syakir NF
Editor: Kendi Setiawan