Nasional

Pengamat Timur Tengah Ungkap Potensi Talibanisme di Indonesia

Sen, 23 Agustus 2021 | 12:45 WIB

Pengamat Timur Tengah Ungkap Potensi Talibanisme di Indonesia

Pengamat Timur Tengah, Muhammad Imdadun Rahmat. (Foto: dok. NU Online)

Jakarta, NU Online

Pengamat Timur Tengah Muhammad Imdadun Rahmat mendorong pemerintah harus memastikan agar kelompok Taliban yang kini berhasil menguasai Afghanistan tidak mengganggu Muslim di dalam negeri. Sebab, kelompok Jamaah Islamiyah (JI) di Indonesia muncul dari para kombatan yang pulang dari Afghanistan.


Menurutnya, di kalangan Muslim awam di Indonesia masih kerap terbersit mimpi untuk mendirikan negara Islam, tentang khilafah, dan penerapan syariat Islam. Kesuksesan Taliban menguasai Afghanistan ini berpotensi akan menyebarkan pemahaman keagamaan yang radikal, bahkan ultra-konservatif ke Indonesia.


“Di satu sisi Taliban jauh, (Indonesia) tidak ada urusan dengan stabilitas kawasan, tetapi yang menyentuh langsung adalah soal radikalisasi. Pemerintah Indonesia harus pastikan agar Taliban tidak atau jangan sampai membantu kelompok-kelompok radikal di Indonesia. Pemerintahan Afghanistan yang baru jangan utik-utik Indonesia,” tutur Imdad kepada NU Online, baru-baru ini.


“Para kiai dan ustadz di pesantren juga harus aware (menyadari) dengan kemungkinan akan naiknya radikalisasi dalam bentuk ideologi dan pemikiran keagamaan di Indonesia. Kita khawatir Taliban ini menghidupkan sel-sel tidur JI,” tambah Direktur Said Aqil Siroj (SAS) Institute itu.


Dijelaskan bahwa saat ini, jaringan JI di Indonesia sedang ‘tidur’. Sementara yang hidup dan bergerak di Indonesia adalah Jamaah Ansharut Daulah (JAD), sehingga terjadi penangkapan-penangkapan di berbagai wilayah negeri ini.


“JAD ini ISIS punya. Karena ISIS runtuh maka mereka cari uang lewat kotak amal. Dulu ketika ISIS eksis, mereka tidak butuh kotak amal. Bisa bikin pelatihan, aksi pemboman pakai uang dari Timur Tengah, kalau sekarang pakai kotak amal. Tetapi secara de facto, JAD inilah yang sekarang aktif,” terang Imdad.


Begitu pula hal yang dikhawatirkan ketika Taliban berhasil berkuasa yakni jaringan JI di Indonesia akan mendapatkan dukungan langsung dari Afghanistan. Sebab menurut Imdad, setelah satu kelompok berhasil berkuasa, semua bisnis negara diambil alih dan tidak lagi dibuat atas nama negara, tetapi melalui yayasan-yayasan yang dananya bisa mengalir ke Indonesia.


“Jadi meskipun saat ini, (faksi) Akhundadza yang dominan menguasai Afghanistan itu moderat, tapi ingat semoderat-moderatnya Taliban tetap ultra-konservatif dan punya irisan sangat tebal dengan Al-Qaeda yang men-thagut-kan pemerintah Muslim di seluruh dunia, menghalalkan darahnya para pemimpinnya, meskipun rakyatnya enggak (dihalalkan darahnya),” terang Imdad.


Paham Keagamaan Taliban


Faksi Akhundzada dari Taliban disebut memiliki corak yang moderat. Sebab mereka bersedia untuk melakukan upaya berdamai dengan pemerintah Afghanistan, berbeda dengan faksi-faksi lain dalam Taliban yang menolak dialog.


“Kalau yang lain itu non-kooperatif, perundingan, dan diplomasi. Jadi, hanya murni perlawanan. Nah kalau yang (Akhundzada) ini mau bernegosiasi dan mau berunding. Meskipun dalam perjalanannya gagal karena antara kedua belah pihak (Taliban dan pemerintahan Ashraf Ghani) tidak bisa. Mediasinya menjadi gagal,” terang Imdad.


Meski salah satu faksi dari Taliban itu disebut moderat, tetapi secara keseluruhan paham keagamaan Taliban adalah ultra-konservatif. Jika dibandingkan dengan kelompok konservatif pada umumnya, Taliban tetap lebih konservatif.


Pemahaman Taliban yang ultra-konservatif itulah menjadi penyebab dari berbagai fenomena penerapan syariat Islam yang terlalu kencang. Di antaranya aurat perempuan hingga ke burka. Bahkan, kata Imdad, kalau ada perempuan yang buka aurat akan langsung dihukum.


“Jadi kalau ada yang buka aurat itu langsung dihukum, tidak didakwahi dulu, tetapi langsung dipersekusi. Itu kan berlebihan,” pungkasnya.


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad