Nasional

Pengurusan Jenazah Muslim Terinfeksi Covid-19 Harus Ikuti Protokol Medis

Jum, 27 Maret 2020 | 21:00 WIB

Pengurusan Jenazah Muslim Terinfeksi Covid-19 Harus Ikuti Protokol Medis

MUI keluarkan fatwa terkait tata cara pengurusan jenazah yang meninggal sebab corona (Foto: Aljazeera.com)

Jakarta, NU Online
Korban meninggal wabah virus Corona atau Covid-19 di Indonesia saat ini tercatat ada 87 jiwa dari 1.046 yang terkonfirmasi positif. Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Fatwa MUI Nomor 18 Tahun 2020 menegaskan kembali bahwa pengurusan jenazah Muslim yang terinfeksi virus tersebut harus mengikuti protokol medis.

“Pengurusan jenazah (tajhiz al-jana’iz) yang terpapar Covid-19, terutama dalam memandikan dan mengafani harus dilakukan sesuai protokol medis dan dilakukan oleh pihak yang berwenang, dengan tetap memperhatikan ketentuan syariat. Sedangkan untuk menshalatkan dan menguburkannya dilakukan sebagaimana biasa dengan tetap menjaga agar tidak terpapar Covid-19,” bunyi Ketentuan Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 angka 7.

MUI dalam fatwa Nomor 18 Tahun 2020 juga menyatakan bahwa umat Islam yang wafat karena wabah Covid-19 dalam pandangan syara’ termasuk kategori syahid akhirat. Karenanya, hak-hak jenazahnya tetap wajib dipenuhi, yaitu dimandikan, dikafani, dishalati, dan dikuburkan. Adapun pelaksanaannya wajib menjaga keselamatan petugas dengan mematuhi ketentuan-ketentuan protokol medis.

Memandikan jenazah tersebut dilakukan tanpa harus membuka pakaiannya, dengan petugas harus berjenis kelamin sama dengan jenazahnya.

Jika petugas yang memandikan tidak ada yang berjenis kelamin sama, maka dimandikan oleh petugas yang ada, dengan syarat jenazah dimandikan tetap menggunakan pakaian yang tengah dikenakan sebelumnya. Petugas harus membersihkan najis, jika ada, sebelum memandikannya. Adapun cara memandikan jenazah tersebut dengan cara mengucurkan air secara merata ke seluruh tubuh.

Namun, jika atas pertimbangan ahli yang terpercaya, jenazah tidak mungkin dimandikan, maka dapat diganti dengan tayamum sesuai ketentuan syariah, yaitu dengan mengusap wajah dan kedua tangan jenazah (minimal sampai pergelangan) dengan debu, serta para petugasnya harus menggunakan alat pelindung diri (APD) demi kepentingan keselamatan.

Bahkan, jika ahli mengemukakan bahwa memandikan atau menayamumkan sudah tidak memungkinkan lagi karena membahayakan petugas, maka berdasarkan ketentuan darurat syar’iyyah, jenazah tidak dimandikan atau ditayamumkan.

Fatwa ditandatangani oleh Ketua Komisi Fatwa MUI H Hasanuddin AF dan Sekretaris HM. Asrorun Niam Sholeh pada Jumat (27/3). Fatwa tersebut juga diketahui oleh Wakil Ketua Umum MUI KH Muhyidin Junaedi dan Sekretaris Jenderal MUI H Anwar Abbas.

Pewarta: Syakir NF
Editor: Abdullah Alawi