Nasional

Penjelasan Ulama terkait Kontroversi Shalat Sunnah Nisfu Sya'ban

Sen, 14 Maret 2022 | 13:30 WIB

Penjelasan Ulama terkait Kontroversi Shalat Sunnah Nisfu Sya'ban

Pada dasarnya, menghidupkan malam Nisfu Sya‘ban merupakan hal yang disepakati, termasuk dengan amalan shalat sunnah. (Foto: Ilustrasi)

Jakarta, NU Online 
Sebagaimana umumnya waktu-waktu istimewa dalam Islam, malam Nisfu Sya’ban juga memiliki banyak keutamaan sehingga pada momen tersebut umat Muslim dianjurkan melakukan dan memperbanyak ibadah-ibadah sunnah, salah satunya adalah shalat sunnah Nisfu Sya’ban. Anjuran shalat ini salah satunya dipaparkan detail oleh Imam al-Ghazali dalam Ihya’ ‘Ulumiddin (1/203), sebagaimana berikut:

 

“Adapun shalat sunnah Sya‘ban adalah malam ke-15 bulan Sya‘ban. Dilaksanakan sebanyak seratus rakaat. Setiap dua rakaat satu salam. Setiap rakaat setelah Al-Fatihah membaca Qulhuwallahu ahad sebanyak 11 kali. Jika mau, seseorang dapat shalat sebanyak 10 rakaat.”

 

“Setiap rakaat setelah Al-Fatihah Qulhuwallahu ahad 100 kali. Ini juga diriwayatkan dalam sejumlah shalat yang dilakukan orang-orang salaf dan mereka sebut sebagai shalat khair. Mereka berkumpul untuk menunaikannya. Mungkin mereka menunaikannya secara berjamaah.”

 

Keterangan yang dipaparkan al-Ghazali di atas berdasar salah satu hadits Nabi yang diriwayatkan oleh al-Hasan yang artinya:

 

“Diriwayatkan dari Al-Hasan. Dikatakannya, ‘Telah meriwayatkan kepadaku tiga puluh sahabat Nabi saw. ‘Sungguh orang yang menunaikan shalat ini pada malam ini (Nisfu Sya‘ban), maka Allah akan memandangnya sebanyak tujuh puluh kali dan setiap pandangan Dia akan memenuhi tujuh puluh kebutuhan. Sekurang-kurangnya kebutuhan adalah ampunan.”

  

Hanya, sejumlah ulama mempermasalahkan shalat sunnah Nisfu Sya’ban ini. Al-‘Iraqi dari madzhab Syafi’i mentakhrij hadits yang dicantumkan al-Ghazali di atas dan berkesimpulan bahwa hadits tersebut bathil.

 

Masih ada beberapa hadits anjuran shalat ini yang kemudian kualitasnya menuai kritik. Seperti hadits riwayat Ibnu Majah dari ‘Ali bin Abi Thalib yang dinilai dha’if (lemah), hadits dari Ali bin Abi Thalib terkait detail praktik shalat ini yang mendapat penolakan dari al-Ghumari, dan hadits tentang shalat nisfu Sya‘ban yang berjumlah 100 rakaat yang dianggap bid‘ah oleh Imam an-Nawawi.

 

Meski demikian, anjuran untuk menghidupkan malam Nisfu Sya‘ban dengan berbagai amalan, termasuk dengan amalan shalat sunnah, tak diperdebatkan oleh An-Nawawi. Banyak keutamaan yang disebutkan dalam banyak riwayat.

  

Pada dasarnya, menghidupkan malam Nisfu Sya‘ban merupakan hal yang disepakati, termasuk dengan amalan shalat sunnah. Yang dipermasalahkan oleh sebagian kalangan, termasuk oleh An-Nawawi adalah shalat sunnah Nisfu Sya‘ban yang 100 dan 14 rakaat, sebab dasar dalilnya bermasalah.

 

Malam 15 bulan Sya’ban ini tidak hanya anjuran melaksanakan shalat sunnah dua rakaat Nisfu Sy’ban, umat Islam juga bisa melakukan shalat sunnah lain seperti shalat sunnah awwabin, shalat sunnah taubat, shalat sunnah tahajud, shalat sunnah witir, dan seterusnya. Bisa juga niat shalat sunnah Nisfu Sya’ban dengan penggabungan niat shalat sunnah lainnya sebagaimana telah disebutkan dengan catatan ikhlas karena Allah swt.

 

Kesimpulannya, shalat malam Nisfu Sya’ban dua rakaat tidak ada masalah dan bisa juga digabung dengan niat shalat sunnah lainnya. Yang dianggap tak berdasar adalah shalat sunnah 100 rakaat atau 14 rakaat.

 

Kontributor: Muhamad Abror
Editor: Aiz Luthfi