Nasional MODERASI BERAGAMA

Potret Kerukunan Umat Beragama dari Bumi Jejama Secancanan

Rab, 10 November 2021 | 05:45 WIB

Potret Kerukunan Umat Beragama dari Bumi Jejama Secancanan

Pemandangan saat umat Hindu dengan semangatnya ikut serta membantu pembangunan sebuah mushala untuk tempat ibadah umat Islam di Dusun Bulurejo, Desa Margodadi, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Pringsewu, Provinsi Lampung. (Foto: dok. NU Online)

Perbedaan tidak menjadi halangan untuk bergandeng tangan. Kedamaian dan ketenteraman menjadi hal yang harus lebih dulu didahulukan dibanding mempertentangkan perbedaan. Sepakat dalam perbedaan tidak berarti juga tidak bisa menjalin komunikasi dan menafikan kebersamaan dalam kehidupan. Inilah prinsip yang dipegang masyarakat Dusun Bulurejo, Desa Margodadi, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Pringsewu, Provinsi Lampung.


Benih-benih kebersamaan dan kedamaian sudah menjadi komitmen warga desa dengan beragam agama dan kepercayaan ini. Para tokoh agama di dusun ini mampu bergandeng tangan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan di tengah-tengah masyarakat dengan kekompakan dan gotong royong. Seperti terlihat saat umat Hindu dengan semangatnya ikut serta membantu pembangunan sebuah mushala untuk tempat ibadah umat Islam. Termasuk Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Pringsewu, Misino yang tinggal di dusun tersebut juga langsung turun tangan.


“Di lingkungan kami hanya ada satu masjid untuk tempat beribadah saudara-saudara umat Islam. Karena jumlah umat Islam banyak, kami berinisiatif dengan umat Islam di Dusun Bulurejo untuk mendirikan mushala agar ibadah sehari-hari bisa lancar,” kata Misino, Selasa (9/11/2021) mengisahkan ikhwal awal dibangunnya mushala tersebut.


Pihaknya sama sekali tidak mempermasalahkan perbedaan keyakinan yang ada. Yang terpenting menurut Misino, keharmonisan dan kebersamaan di tengah-tengah masyarakat bisa terwujud dengan saling menghormati dan bertoleransi. Sebagai lembaga para tokoh agama Hindu, PHDI secara intens berkomunikasi dengan berbagai elemen untuk menebar benih-benih toleransi dan moderasi beragama dengan bisa saling tolong menolong. 


“Ini (merawat kerukunan) tanggung jawab kita semua dan harus dirawat dan dijaga untuk membawa kedamaian,” katanya.

 

Gotong royong umat Hindu dalam membangun mushola di Dusun Bulurejo, Desa Margodadi, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Pringsewu, Provinsi Lampung. (Foto: dok. NU Online)

 

Selain dalam pembangunan tempat ibadah, kekompakan antar umat beragama di daerah tersebut juga mampu terjalin dengan baik saat umat beragama melaksanakan acara-acara hari besar keagamaan. Umat Islam membantu pelaksanaan kelancaran perayaan agama umat Hindu seperti menjadi petugas keamanan dan mengatur lalu lintas serta parkir kendaraan. Begitu juga saat umat Islam melaksanakan peringatan semisal acara Maulid Nabi Muhammad saw, umat Hindu pun ikut serta membantu.


Prinsip ini pun selaras dengan semboyan yang menjadi motto Kabupaten Pringsewu yakni “Bumi Jejama Secancanan” yang berarti bersama-sama saling bergandengan tangan, bergotong royong, berat sama dipikul, ringan sama dijinjing.


Benih-benih moderasi dalam beragama dengan tidak bersikap radikal dan ekstrem memang harus terus digaungkan. Selain melahirkan kedamaian, moderasi beragama juga akan mewujudkan kerukunan yang menjadi hal sangat vital dan mampu menjadi penentu kemajuan dari sebuah daerah. Tanpa adanya kerukunan yang terjalin antar elemen dalam masyarakat, maka berbagai sektor kehidupan akan terganggu khususnya dalam hal keamanan dan kondusivitas daerah.


“Menjaga kerukunan adalah perwujudan dari nasionalisme. Mencintai kerukunan berarti mencintai daerahnya. Mencintai daerahnya berarti mencintai negara dan tanah airnya. Mencintai tanah air adalah sebagian dari iman,” katanya Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Pringsewu, KH Mahfudz Ali.


Maksud kerukunan di sini, bukan hanya terbatas kepada kerukunan umat dalam sebuah agama, namun penting sekali untuk menjaga kerukunan lintas antar umat beragama. Apalagi di era saat ini, agama harus terus dijaga agar tidak disalah gunakan untuk memecah persatuan dan kesatuan bangsa.


Diibaratkan, menjaga kerukunan seperti layaknya menambal roda motor yang bocor atau menyambung rantai yang putus. Setiap potensi ketidakrukunan harus ditangani dengan baik agar tidak menimbulkan masalah yang lebih besar. 


Oleh karenanya FKUB Pringsewu terus melakukan langkah untuk terus memupuk kerukunan antar umat beraga di Pringsewu. Di antaranya adalah dengan membentuk Desa Sadar Kerukunan dan Saung Kerukunan Umat Beragama. Untuk pilot project-nya, pihaknya telah menetapkan Desa Waringin Sari Timur Kecamatan Adiluwuh Kabupaten Pringsewu sebagai Desa Sadar Kerukunan Tahun 2021 sekaligus dibangun Saung Kerukunan Umat Beragama. 


Saung Kerukunan

Desa Sadar Kerukunan dan Saung Kerukunan ini adalah langkah strategis untuk media pengendalian konflik, pencegahan konflik, wahana dalam memantapkan langkah pembinaan kerukunan umat beragama, dan pemantapan kerukunan umat beragama. Hal ini dilakukan dengan mengakomodasi pimpinan, tokoh umat beragama, serta pihak-pihak yang berhubungan dengan program kerukunan umat beragama.


Saung ini terletak di Desa Waringinsari Timur, Kecamatan Adiluwih, Kabupaten Pringsewu yang merupakan daerah dengan tingkat keragaman agama, suku, dan budaya yang tinggi. Rumah ibadah berbagai agama berdiri berdampingan di desa ini dan umatnya pun bisa melaksanakan ibadah dengan tenang tanpa ada gangguan.


Harapan besar pada saung ini akan lebih tumbuh suburnya sikap saling menghargai antara satu dengan yang lainnya untuk membuahkan persatuan umat. Saung ini juga menjadi media strategis untuk menjalin silaturahmi, komunikasi dan jejaring dalam rangka membuka diri, menyatukan pemahaman terkait perbedaan, memahami hidup bermasyarakat serta pergaulan hidup dalam aspek keagamaan dan keyakinan.


Jika ada perbedaan yang terjadi, Saung Kerukunan menjadi tempat untuk menciptakan dialog secara formal dan informal untuk tujuan terciptanya kerukunan umat beragama dengan mengembangkan toleransi untuk mewujudkan perdamaian yang harmonis. Saung ini juga akan menjadi wadah sosialisasi program membangun kerukunan umat beragama Pemerintah dan masyarakat.


Saung kerukunan di Desa Waringinsari Timur, Kecamatan Adiluwih, Kabupaten Pringsewu. (Foto: dok. NU Online)

 

Saat peresmian Desa dan Saung Kerukunan tersebut, Selasa (22/6/2021), Kepala Kantor Kementerian Agama Pringsewu, H Ahmad Rifai mengatakan bahwa Saung Kerukunan ini akan membuka kesempatan kepada perwakilan komunitas umat beragama untuk mendapatkan pengalaman berinteraksi secara lebih intensif, terbuka dan komunikatif. Ini akan menjadi proses pembelajaran dalam mengelola kemajemukan sebagai potensi bersama mengatasi persoalan-persoalan riil di masyarakat.


Jejaring umat beragama juga bisa dirangkai dengan solid dengan saung ini guna membuka wawasan untuk semakin komprehensif dan reflektif terhadap perkembangan dan perubahan sosial di masyarakat.


Desa dan saung kerukunan ini diharapkan menjadi 'tower' yang akan memunculkan sinyal-sinyal kerukunan. Ini akan menjadi wahana untuk mengumpulkan perbedaan dalam kesatuan gelombang dan frekuensi. Filosofi Jawa ngayomi dan ngayemi umat beragama dengan mengedepankan moderasi dalam beragama harus terus disemai dan syiarkan agar bibit-bibit kerukunan yang akan menjadikan damai Indonesia.


Para tokoh pemerintahan pun menyambut baik inisiatif Desa Sadar Kerukunan dan Saung Kerukunan ini. "Saung menjadi wadah icon kerukunan dan juga tempat konsolidasi dan komunikasi umat. Ini juga merupakan inovasi dan perlu direplikasi di kabupaten dan kota di Lampung hingga seluruh Indonesia," kata Kepala Bagian tata Usaha Kawil Kemenag Provinsi Lampung.


Sementara Wakil Bupati Pringsewu H Fauzi menilai Desa Sadar Kerukunan dan Saung Kerukunan adalah sebuah terobosan dan inovasi positif. "Kalau bisa Saung Kerukunan ini ada di kecamatan lain sebagai cerminan wujud desa sadar kerukunan," harapnya.


Kerukunan akan memberi pengaruh besar terhadap segala aktivitas dan kemajuan sebuah daerah. "Bayangkan jika sebuah daerah tidak rukun dan aman, maka berbagai sektor kehidupan pasti akan terkendala untuk maju," ungkapnya.


Kerukunan akan memunculkan kebaikan-kebaikan tanpa memandang status sosial dan agama seseorang. KH Abdurraman Wahid mengatakan: “Tidak penting apapun agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak tanya apa agamamu.”


Penulis: Muhammad Faizin

Editor: Fathoni Ahmad


Konten ini hasil kerja sama NU Online dengan Biro Humas, Data, dan Informasi Kementerian Agama RI