Nasional

Prodi Akuntansi Unusia Bertekad Jadi Laboratorium Ekonomi NU

Sel, 14 Desember 2021 | 15:30 WIB

Prodi Akuntansi Unusia Bertekad Jadi Laboratorium Ekonomi NU

Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Kampus B di Kemang, Kabupaten Bogor. (Foto: unusia.ac.id)

Jakarta, NU Online
Prodi Akuntansi Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) bertekad dapat menjadi laboratorium NU untuk pengembangan ekonomi NU sekaligus mampu mencetak sumber daya manusia di bidang ekonomi dan akuntansi.

 

“Prodi Akuntansi Unusia siap berusaha jadi laboratorium bagi Nahdlatul Ulama untuk menggagas dan mengembangkan perekonomian di NU,” kata Ketua Prodi Akuntansi Unisia Muhammad Aras Prabowo di Kanal TVNU dilihat NU Online, Selasa, (14/12/2021).

 

Aras yang juga Direktur Lembaga Profesi Ekonomi dan Keuangan (LPEK) PB PMII menegaskan, untuk mewujudkan tekad tersebut, Prodi Akuntansi Unusia siap menjalin kerja sama dengan berbagai pihak. “Prodi Akuntansi Unusia juga membuka ruang seluas-luasnya untuk bisa saling bekerja sama dan berkolaborasi dalam menciptakan SDM di bidang ekonomi dan akuntansi,” tambahnya.

 

Disampaikan Aras, webinar nasional tersebut merupakan ikhtiar dalam menyambut Muktamar NU ke-34 dan 100 tahun NU dalam memberikan kontribusi pemikiran mengenai kebangkitan ekonomi digital. Menurutnya, persoalan ekonomi dan keuangan mengalami pergeseran ke arah digitali sehingga hal ini perlu dibahas lebih mendalam pada perhelatan muktamar mendatang.

 

Pentingnya edukasi transaksi digital
Sementara itu, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unusia Taufik Hidayati dalam webinar nasional tersebut mengingatkan pentingnya transformasi pengetahuan masyarakat mengenai sistem keuangan dan transaksi digital, hal ini terkait dengan misalnya regulasi atau jumlah bunga pinjaman dan juga keamanan data pribadi.

 

“Dengan merebaknya transaksi online ini mereka (hanya) melihat ini lebih cepat, tapi mereka kurang edukasi bukan hanya di sektor IT dan security saja, tapi juga hitungan pembiayaan yang mereka terima,” ujarnya.

 

Dampaknya, kata dia, banyak masyarakat yang terjebak dengan pinjaman online (pinjol) karena melakukan transaksi di beberapa aplikasi hanya untuk menutupi pinjaman sebelumnya. Menurutnya, penyelesaian masalah pinjol ini perlu dilakukan oleh banyak pihak, termasuk insan akademik dengan memberikan edukasi agar masyarakat bisa memahami regulasi dan sistem transaksi digital.


“Kami dari akademik juga merasa perlu melakukan edukasi sistem transaksi manual ke digital khususnya untuk orang yang masih awam, misalnya ada  OTP yang harus disimpan pribadi, walaupun sekian menit hilang kodenya,” pungkasnya.
 

Editor: Aiz Luthfi