Nasional

Rektor UIII: Jasa NU Besar Antarkan Lahirnya RI

Jum, 29 Januari 2021 | 12:30 WIB

Rektor UIII: Jasa NU Besar Antarkan Lahirnya RI

NU dan Indonesia. (Foto: dok. NU Online)

Jakarta, NU Online

Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) Komaruddin Hidayat menyampaikan sejumlah tantangan Nahdlatul Ulama dalam terus menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini disampaikan saat diskusi virtual NU Penjaga NKRI: Dulu, Sekarang, dan Masa Depan pada Jumat (29/1).


Indonesia terdiri dari masyarakat yang memiliki ikatan kuat, baik karena kulturnya, agama, atau sukunya. Pada mulanya, bangsa Indonesia begitu abstrak di bayangan leluhur karena kesadaran yang tumbuh saat itu adalah kesukuan atau agama. Di sinilah, menurut Komar, peran besar NU.


“Dalam konteks inilah peran umat Islam, lebih-lebih NU yang warganya banyak sekali, sangat besar jasanya mengantarkan lahirnya Republik Indonesia dan menjaga kohesi sosial bangsa ini,” katanya.


Ia mencontohkan dua tokoh NU yang begitu lekat dengan masyarakat, yakni Buya KH Syakur Yasin dari Indramayu dan KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau lebih dikenal dengan Gus Baha.


Keduanya, jelas Komar, bukan dari kalangan elitis modernis, melainkan dari kalangan kiai yang berperan penting dalam menjaga kohesi dan emosi keagamaan, serta mengembangkan Islam moderat, dan menjaga NKRI dengan suasana damai.


Keterlibatan NU dalam ruang-ruang politik tentu tidak bisa dihindarkan. Meskipun demikian, akademisi kelahiran Magelang, Jawa Tengah 67 tahun yang lalu itu menegaskan bahwa NU mengetahui dengan betul kapan saatnya campur tangan politik.


Namun, ia menekankan bahwa tetap saja basis utama NU ada pada masyarakat. Karenanya, salah satu tantangan NU adalah menjaga oase pilar-pilar kultural tersebut agar tidak terlalu dalam tertarik pada dunia politik.


Kemunculan ormas-ormas radikal yang mampu menarik minat sebagian masyarakat, menurutnya, disebabkan karena sebagian orang yang mestinya bertugas mengurusi masjid, terbawa dalam politik.


Selanjutnya, Komar juga menyampaikan bahwa NU harus melahirkan banyak teknokrat dan intelektual. Hal ini guna memperluas jejaringnya tidak hanya di kalangan masyarakat, tetapi juga memasuki dunia birokrasi tanpa meninggalkan basisnya.


“NU harus melahirkan banyak teknokrat intelektual agar tidak hanya mengurusi level society, tetapi juga masuk birokrasi dengan tetap konsisten menjaga amanah kelahiran bangsa ini, jangan sampai terputus dari masyarakatnya,” ujarnya.


Indonesia saat ini juga masih dalam suasana tiga dimensi, yakni agrikultur, industri, dan informasi. NU sebagai  ormas terbesar menjaga reservoir (tangki) kultural umat yang masih ada pada tataran agrikultur, tetapi juga bagaimana kader-kader NU masuk pada tahapan industri dan informasi.


Pada hal terakhir ini, kiai-kiai NU memiliki loncatan kultural luar biasa. Meskipun demikian, ia menyoroti sisi ekonomi NU yang perlu lebih dikembangkan mengingat saat ini, beberapa orang terkaya di dunia merupakan orang yang menguasai jaringan informasi. Ia menyebut Bill Gates dan Mark Zuckerberg.


Terakhir, Indonesia sejak dulu telah menjadi zona yang diperebutkan Barat dan Timur, sampai hari ini. Namun, Indonesia sulit dipecah-belah dengan senjata sehingga masuklah berbagai infiltrasi ideologi.


Dalam hal ini, menurutnya, NU memiliki peran yang sangat strategis. Sebab, masyarakat Indonesia jika sudah jargonnya keagamaan langsung goyah. “Untung ada NU yang bisa menjaga keislaman yang moderat, antara keislaman dan juga keindonesiaan itu sudah terintegrasi,” ujarnya.


Senada dengan Komar, Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf juga menyampaikan tiga hal yang menjadi pondasi untuk menentukan visi NU dan NKRI di masa yang akan datang.


Adapun tiga hal tersebut adalah harus memahami wawasan pendiri kedua entitas, harus jujur terhadap realitas yang ada, dan harus melihat momentum di tengah dunia yang penuh tantangan ini.


Pewarta: Syakir NF

Editor: Fathoni Ahmad