Nasional

Resolusi Pendidikan 2023: Cap Sekolah Favorit Harus Hilang di PPDB, Perlu Pemerataan Kualitas

Jum, 30 Desember 2022 | 23:00 WIB

Resolusi Pendidikan 2023: Cap Sekolah Favorit Harus Hilang di PPDB, Perlu Pemerataan Kualitas

Aktivis Suara Orang Tua Peduli (SOP) Rahmi Yunita (kiri) dan Koordinator JPPI Ubaid Matraji (kanan) dalam acara refleksi akhir tahun dan outlook pendidikan 2023, Jakarta, Jumat (30/12/2022). Foto: (NU Online/Syifa)

Jakarta, NU Online

Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) berkolaborasi dengan Suara Orang Tua Peduli (SOP) menyelengarakan acara Refleksi Akhir Tahun dan Outlook Pendidikan 2023, di Jakarta, Jumat (30/12/2022). 


Sejumlah persoalan yang masih bergelayut di dunia pendidikan Indonesia banyak dibahas dalam acara ini, salah satunya adalah cap sekolah favorit yang masih bertengger di sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2022. 


Aktivis SOP Rahmi Yunita secara spesifik mengatakan bahwa resolusi pendidikan pada tahun 2023 adalah cap sekolah favorit harus hilang dalam sistem PPDB 2023. 


"Cap ini masih terasa sekali sampai sekarang dan harusnya sudah tidak ada lagi pada PPDB ke depan," kata Rahmi. 


Ia menyebut cap sekolah favorit tidak baik untuk peningkatan pendidikan. Dia menilai sekolah hanya berusaha mencari parameter kompetisi baru.


"Jadi, tidak fokus meningkatkan pendidikan dan malah terus bersaing agar unggul dari sekolah di samping-sampingnya," tutur dia.


Secara khusus, Rahmi meminta kepada pemerintah untuk ikut memperhatikan hal tersebut. Dia menegaskan pemerintah mesti melakukan pemerataan kualitas sekolah.


"Pemerataan kualitas sekolah harus dimaknai sebagai upaya peningkatan kualitas sekolah dengan parameter yang tidak sempit," ujarnya.


Seharusnya, lanjut dia, instrumen peningkatan kualitas tidak melulu bernuansa kompetitif di dalam sekolah dan antarsekolah. "Di mana itu membuat kita gampang tergelincir menjadi hampa dan justru menggerogoti makna pendidikan," tegas dia.


Contoh nyata dari cap sekolah favorit, terang dia, orang tua mengincar sekolah tertentu dan melakukan berbagai cara agar anaknya bisa masuk di sekolah tersebut. Sekolah-sekolah yang dicap favorit ini selalu diperebutkan siswa maupun orang tua siswa. Orang tua seolah lupa substansi dari sekolah itu sendiri. 


“Ada sekolah tertentu yang menjadi rebutan orang tua peserta didik karena tahu itu sekolah favorit," terangnya. 
 

Bahkan, lanjut dia, muncul fenomena bahwa akses ke sekolah negeri berkolerasi dengan investasi ke atas. Sehingga timbul kekhawatiran layanan pendidikan terancam menjadi sistem pasar dan komersialisasi. 


“Mereka yang mampu membeli layanan persiapan ujian nasional (UN) akan lebih berpeluang mendapatkan akses ke sekolah negeri favorit,” ungkapnya. 


Sementara, tambah dia, ribuan anak lainnya yang tidak mendapat kesempatan untuk mengenyam pendidikan di bangku sekolah negeri. Padahal, hak anak atas pendidikan ini  jelas termaktub dalam Undang-undang No 35 tahun 2014 (perubahan atas Undang-undang N 23/2002 tentang Perlindungan Anak). 


“Dalam pasal 9 ayat 1 disebutkan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakat,” imbuh Rahmi. 


Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Syakir NF