Nasional

Sarbumusi Tolak Rencana Kenaikan Harga BBM: Pekerja Baru Mulai Bangkit dari Krisis Pandemi

Sel, 30 Agustus 2022 | 20:00 WIB

Sarbumusi Tolak Rencana Kenaikan Harga BBM: Pekerja Baru Mulai Bangkit dari Krisis Pandemi

Sarbumusi NU. (Foto: NU Online)

Jakarta, NU Online

Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) secara tegas menolak rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Salah satu alasannya karena kondisi yang tidak tepat. Sebab para pekerja baru mulai bangkit dari pandemi Covid-19, sedangkan kenaikan harga BBM pasti akan berdampak pada kenaikan harga bahan pokok dan kebutuhan lainnya. 


Selain itu, Sarbumusi memandang bahwa kenaikan harga BBM justru dikhawatirkan bakal membuat banyak buruh terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh perusahaan. Hal ini lantaran semakin beratnya hidup yang harus dihadapi lantaran naiknya harga dan biaya hidup akibat harga BBM naik. 


“Pekerja baru mulai bangkit dari pandemi, banyak perusahaan yang baru mulai menata dan juga banyak perusahaan yang merekrut karyawan secara bertahap. Jangan itu diganggu dengan kenaikan harga BBM yang kondisinya tidak tepat,” ungkap Wakil Presiden Dalam Negeri Dewan Pimpinan Pusat Konfederasi (DPP-K) Sarbumusi Sukitman Sudjatmiko, kepada NU Online, Selasa (30/8/2022). 


Sukitman menegaskan, pihaknya sangat paham bahwa subsidi BBM yang selama ini diberikan menjadi beban yang sangat berat bagi pemerintah. Namun, ia kembali menekankan, menaikkan harga BBM saat ini, di saat masyarakat baru kembali bangkit dari pandemi Covid-19, justru tidak tepat. 


“Kita baru mulai bangkit dari pandemi. Kita baru mulai optimis. Jangan sampai nanti berdampak pada semakin banyaknya pekerja yang di-PHK gara-gara kenaikan harga BBM. Karena kita bukan melihat kenaikan harga BBM-nya, tetapi yang kita lihat adalah kenaikan bahan-bahan pokok, transportasi, rumah kontrakan karena dampak dari kenaikan harga BBM,” tuturnya. 


Lebih lanjut, Sukitman menilai jika harga BBM tetap naik maka upah minimum provinsi (UMP) baru tahun 2023 yang akan diumumkan pada November 2022 mendatang, tidak akan berdampak apa-apa. 


“Karena kalau BBM dinaikkan saat ini, sedangkan upah minimum kenaikannya di antara 1 hingga persen, maka itu bebannya sangat berat,” terang Sukitman.


Di samping itu, ia juga menyoroti soal pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyatakan bahwa 2023 merupakan tahun kegelapan bagi keuangan dunia, termasuk Indonesia. Seharusnya, lanjut Sukitman, tahun kegelapan itu harus disikapi dengan baik seperti memperkuat ekonomi masyarakat, bukan justru menaikkan harga BBM.


“Kalau begitu justru harus diperkuat masyarakatnya, bukan malah dibebani oleh berbagai kenaikan. Karena kenaikan harga bahan bakar ini juga akan memicu kenaikan bahan pokok lainnya, itu justru akan memberatkan masyarakat. Dalam kondisi keuangan gelap di tahun depan, justru harus diberikan insentif yang banyak,” tegas Sukitman.


Sebagaimana diketahui, pemerintah berencana untuk menaikkan harga BBM subsidi jenis pertalite dan solar. Kenaikan saat ini ditengarai oleh beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mencapai Rp502 triliun.


Saat ini, harga BBM Pertalite Rp7.650 per liter, sementara Pertamax Rp12.500 per liter. PT Pertamina (Persero) pada 3 Agustus 2022 ini baru saja menaikkan harga tiga jenis BBM non-subsidi yakni Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertamina Dex. 


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad