Nasional

Sastra Pesantren Kekinian akan Diperbincangkan di Pesantren Tebuireng

Kam, 1 Desember 2022 | 23:00 WIB

Sastra Pesantren Kekinian akan Diperbincangkan di Pesantren Tebuireng

Gerbang Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. (Foto: NU Online)

Surabaya, NU Online
Simposium sastra pesantren dengan tajuk Merumuskan Ulang Sastra Pesantren dalam Konteks Kekinian akan digelar di Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Acara yang menghadirkan sejumlah narasumber dan peserta tersebut berlangsung sejak Jumat hingga Ahad (02-04/12/2022).


Ketua Pengurus Wilayah (PW) Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia Nahdlatul Ulama atau Lesbumi NU Jawa Timur, Nonot Sukrasmono menjelaskan bahwa diskursus sastra pesantren penting di kalangan sastrawan dan pemerhati sastra di Indonesia. 


“Dalam dunia akademik, istilah sastra pesantren masyhur dalam tradisi sastra lama, baik itu dalam dunia filologi atau naskah kuno maupun dalam tradisi lisan,” kata Ki Nonot, sapaan akrabnya, Kamis (01/12/2022). 


Dijelaskannya bahwa dalam tradisi naskah kuno terdapat beberapa terma yang mengarah pada kekhususasn sastra yang berbasis di pesantren. Seperti genre santri kelana, santri lelana dan sebagainya. 


“Bahkan dengan tegas purbacaraka menandaskan sebuah genre dalam tradisi pernaskahan di Nusantara bernama sastra pesantren,” jelas dia. 


Akan tetapi hingga kini terutama dalam jagat sastra modern, belum dirumuskan sastra pesantren yang dapat dijadikan pijakan dalam memahami keberadaan sastra yang berkembang dan berbasis di pesantren. 


“Pertimbangan dilaksanakan simposium ini karena beberapa hal yaitu bahwa pesantren sangat dekat dengan sastra, sastra pesantren belum terumuskan dengan jelas dalam bingkai filsafat ilmu, baik dari segi ontologi, epistemologi, aksiologi, dan lainnya,” jelas pegiat seni tersebut.


Dalamm pandangannya, dibutuhkan batasan yang jelas terkait dengan sastra pesantren baik dari sisi kesuastraannya yang mencakup banyak hal. Yakni dari aspek objektif, ekspresif, mimesis dan pembaca, juga dari sisi religio-kulturalnya dalam diskursus sastra modern. 


“Terdapat beberapa pokok pikiran yang melandasi dipilihnya tema tersebut sehingga diadakan kegiatan simposium,” katanya.  


Di antaranya sastra pesantren di Indonesia potensial untuk berkembang dan mewarnai pentas sastra nasional, maraknya kegiatan sastra di berbagai pesantren perlu diimbangi dengan pergulatan diskursus, sehingga karya-karya yang dihasilkan lebih berbobot dan khas. Oleh sebab itu, diperlukan rumusan tentang capaian sastra pesantren berbagai ahli dan kalangan.


Kepada media ini, Wakil Ketua Bidang Sastra PW Lesbumi NU Jatim, Mashuri menjelaskan pentingnya gelaran simposium tersebut.


"Simposium ini salah satunya adalah untuk mengukur kesinambungan generasi dalam kehidupan sastra di pesantren sehingga muncul bibit-bibit sastrawan baru dan karya-karya yang dapat berbicara di level yang lebih luas," katanya.


Cak Huri juga menambahkan bahwa hasil dan tujuan diadakannya simposium untuk merumuskan ulang gagasan sastra pesantren yang pernah ada dalam tradisi lama. Juga mengungkap perubahan dalam sastra pesantren sesuai semangat zaman, termasuk menyemarakkan wacana sastra di kalangan masyarakat. 


“Yang tidak kalah penting adalah mendorong terciptanya iklim kreatif yang dinamis dan inovatif, serta menciptakan ruang baru bagi para sastrawan, pemerhati dan masyarakat untuk meningkatkan intelektualitas sastra,” urai dia.


Kegiatan diikuti puluhan peserta yang ahli dan khusus menekuni kesusastraan di pondok pesantren se-Jawa. Kemudian ada sejumlah pemateri yang ikut serta menyampaikan pemikiran dan kajian. Mereka terdiri dari berbagai profesi dan perwakilan perguruan tinggi. 

 

Editor: Syaifullah Ibnu Nawawi