Surabaya, NU Online
Cangkir9 (sembilan) mengadakan diskusi kedua kalinya. Kali ini bertempat di area Bazar Ramadhan PWNU Jawa Timur, Jumat (9/6). Dari diskusi tersebut menghasilkan sembilan catatan yang dirangkum oleh Wasid Mansyur sebagai berikut.
Meneguhkan Kembali Khittah Keindonesiaan Menuju Seribu Bulan Kemerdekaan Indonesia:
1. Kebhinekaan di negeri ini adalah anugrah besar dari Tuhan yang maha Esa, Allah SWT;
2. Kita wajib bergerak merawat nilai-nilai keindonesiaan dalam bingkai kebhinnekaan, sekecil apapun yang kita lakukan pasti sangat berarti untuk generasi setelahnya;
3. Tidak ada alasan kita tidak mencintai Indonesia sebab kita lahir, berproses dan meninggal di bumi Indonesia. Oleh karena itu, jangan mengisinya dengan cacian, fitnah, dan kemaksiatan, baik maksiat kepada Allah maupun bermaksiat kepada sesama sebab Indonesia adalah sajadah kita. Dan di sini kita bersujud;
4. Relasi Islam dan Pancasila telah selesai. Pancasila adalah rumah kita; rumah di mana kita hidup bersama dalam keragaman suku, agama dan ras;
5. Mereka yang ekstrem dan yang suka bertindak radikal adalah kelompok kecil dan sedikit, tapi berisik. Maka, kita tidak boleh diam. Layak kita melawan, tapi tetap dalam semangat sikap moderasi dan toleransi;
6. Agama (Islam) bukan aspirasi, tapi inspirasi. Maka, wajib bagi kita sebagai Muslim untuk bergerak dalam praktik Islam yang menginspirasi semua umat; inspirasi untuk terus menebarkan perdamaian, dan menolak aksi-aksi kekerasan
7. Pedoman kita beragama bukan dari Abu Lahab dan Abu Jahal yang berjenggot, suka fitnah, suka tebar kebencian dan suka melakukan teror. Tapi, dari sosok Nabi Muhammad Saw; sosok teladan yang diyakini juga berjenggot. Hanya saja, beliau senantiasa semangat dan senantiasa berkomitmen hingga akhir hayatnya dalam menebarkan kerahmatan kepada sesama; Muslim ataukah non-Muslim;
8. Kita setiap hari di sini, di bumi Indonesia. Maka, jangan meludah di sumur yang telah kita timba;
9. Kita yang mencintai NKRI, Bersuaralah. Jangan diam, mereka yang anti-NKRI adalah minoritas yang berisik. Tidak ada jalan, kecuali melawan, melawan, dan melawan; melawan dengan arus niat besar untuk menjaga perdamaian.
Sembilan catatan tersebut diambil dari narasumber KH Zawawi Imron, H Robikin Emhas, dan Afi Nihaya Faradisa. (Rof Maulana/Fathoni)