Nasional

Soal Observasi di Natuna, PBNU: Pemerintah Harus Perbaiki Strategi Komunikasi

Sel, 4 Februari 2020 | 09:30 WIB

Soal Observasi di Natuna, PBNU: Pemerintah Harus Perbaiki Strategi Komunikasi

Ketua PBNU Bidang Kesehatan, H Syahrizal Syarif (Foto: NU Online/Kendi Setiawan)

Jakarta, NU Online
Ketua PBNU Bidang Kesehatan, Syahrizal Syarif, mengatakan munculnya surat PCNU Natuna yang berisi tuntutan kepada pemerintah terkait observasi atau karantina WNI dari Wuhan, adalah akibat dari strategi komunikasi Kemenkes dan pemerintah yang sejak awal kurang baik dalam menangani ancaman wabah global.

"Pemerintah harus mengembangkan komunikasi, edukasi, dan mendorong pemberdayaan masyarakat dalam menghadapi ancaman wabah global ini," kata Syahrizal Syarif kepada NU Online, Selasa (4/2).

Pihaknya menambahkan, mengacu pada UU No 6/2018 tentang kekarantinaan, jelas dinyatakan untuk melakukan karantina wilayah, harus ada kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah.

"Pada kasus ini sayang sekali hal ini diabaikan," tegas Syahrizal.

Ia kembali menyampaikan, penggunaan istilah 'observasi orang sehat' untuk pengganti karantina jelas tidak sesuai prinsip tindakan. Bahkan, dapat dipandang melanggar UU No 6/2018.

Syahrizal menilai, tuntutan agar masyarakat mendapat kompensasi dan pelayanan kesehatan ekstra, tentu berlebihan. Namun, hal ini muncul akibat komunikasi dan edukasi masyarakat yang kurang baik.

"Apalagi langkah meliburkan sekolah-sekolah jelas bentuk ketakutan yang tidak rasional," tandas Syahrizal.

Baca juga: 3 Tuntutan PCNU Natuna ke Pemerintah soal Kepulangan WNI dari Wuhan

Seperti diberitakan, Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Natuna merespons karantina warga Indonesia (WNI) dari Wuhan, Tiongkok. Respons tersebut tertuang dalam Pernyataan Sikap PCNU Natuna bernomor Ist/PS/PCNU/II/2020. 

Dalam surat itu, PCNU Natuna menyatakan tiga hal. Pertama, mendukung pernyataan elemen masyarakat Natuna bahwa Pemda dan pemerintah pusat harus memberikan kompensasi berupa jaminan kesehatan berupa posko layanan kesehatan darurat dan cepat. Selain itu, juga perlu mendatangkan tenaga psikiater untuk masyarakat Natuna.

Menteri Kesehatan wajib berkantor di Natuna selama masa observasi atau karantina WNI dari Wuhan sebagai bentuk jaminan kesehatan dan keamanan masyarakat Natuna. Segala kebijakan pemerintah pusat untuk Natuna, terlebih dahulu harus disosialisasikan.

Kedua, meminta kepada pemerintah pusat untuk memperbaiki manajemen komunikasi dalam menerapkan suatu kebijakan, khususnya kebijakan terkait dengan Natuna. Ketiga, meminta Panglima TNI untuk meminta maaf atas pembohongan publik tentang jarak antara lokasi karantina yang disebut di atas lima kilometer, namun faktanya di bawah dua kilometer.

Sebelumnya juga diberitakan, pemerintah memulangkan warga Indonesa dari ibukota Provinsi Hubei, Wuhan, RRT, Ahad (2/2). Pemulangan WNI dari Wuhan menggunakan satu unit C-130 short body berkapasitas 120 orang dan dua unit Boeing masing-masing berkapasitas 80 dan 90 kursi. Pesawat yang membawa WNI dari Wuhan mendarat di Batam dilanjutkan proses pemindahan ke Natuna.

Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto meminta agar proses karantina diganti namanya menjadi ‘Observasi WNI Sehat’. Observasi di Natuna bagi kru pesawat akan dilaksanakan 2-3 hari, sementara bagi WNI akan dilaksanakan kurang lebih 14 hari.
  
Pewarta: Kendi Setiawan
Editor: Musthofa Asrori