Nasional

Soal UU Kesehatan, IDI Mengaku Belum Dapat Draf, PDNU dan LKNU Ajukan Beberapa Masukan

Kam, 13 Juli 2023 | 13:00 WIB

Soal UU Kesehatan, IDI Mengaku Belum Dapat Draf, PDNU dan LKNU Ajukan Beberapa Masukan

Pengesahan Omnibus Law UU Kesehatan dilakukan dalam Rapat Paripurna (Rapur) Masa Persidangan V Tahun Sidang 2022-2023 yang digelar Rabu (12/7/2023) di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7/2023). (Foto: Parlementaria)

Jakarta, NU Online

Rapat Paripurna DPR mengesahkan Omnibus Law Rancangan Undang–Undang (RUU) tentang Kesehatan menjadi Undang-Undang (UU). Pengesahan itu diambil dalam Rapat Paripurna DPR ke-29 masa persidangan V Tahun Sidang 2022-2023 di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7/2023) lalu.


Menanggapi hal itu, Pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Muhammad S. Niam mengaku belum mendapatkan draf final UU Kesehatan sehingga untuk mempertimbangkan langkah judicial review atau langkah lainnya masih menunggu aturan-aturan pelaksana dari UU itu terbit.


"Kemarin ada koalisi guru besar lintas profesi memberikan petisi itu mau kita evaluasi apakah lebih lanjut akan melakukan upaya hukum tergantung temuan yang kita dapatkan nanti," kata dokter Niam kepada NU Online, Rabu (12/7/2023).


Dokter Niam mengungkapkan ada dua macam draf RUU Kesehatan yang diterima IDI baik dari pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan dan RUU Kesehatan dari Komisi IX.


"(Yang) diterima mana, yang ditolak mana, kita enggak paham. Apakah pengesahannya utuh oleh pemerintah atau yang dirancang bangun oleh DPR. Apakah usulan kita diadopsi atau tidak. Alhasil, cooling down nunggu penjelasan selanjutnya," kata Ketua Umum Persatuan Dokter Nahdlatul Ulama (PDNU).


Dokter Niam menyampaikan, pihaknya akan mempelajari pasal-pasal di dalam UU tersebut, usai mendapatkan draf resmi. Ia mengaku akan menelisik lebih jauh isinya, apakah pasal-pasal yang disahkan sesuai dengan yang diharapkan


"Saat ini fokus para dokter tertuju untuk mengikuti dan mengawal dengan baik proses pelaksanaan UU Kesehatan tersebut," bebernya.


Jika isi UU tersebut tidak sesuai (compatible) dengan harapan, pihaknya akan melakukan diskusi dengan tenaga kesehatan.


"Kita tunggu, kalau pelaksanaannya bagus untuk kepentingan masyarakat kita suport. Namun, jika sebaliknya iya kita tidak akan pernah berhenti berjuang," jelasnya.


PDNU dan LKNU telah ajukan beberapa poin

Pengurus Perhimpunan Dokter Nahdlatul Ulama (PDNU) dan Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama (LKNU), kata Niam, pernah mengajukan beberapa pokok-pokok poin RUU Kesehatan ke Komisi IX. Salah satunya tentang aturan aborsi.


"Kita pernah diundang oleh komisi IX, saya selaku ketua PDNU dan Gus Ufik selaku LKNU menjelaskan pokok-pokok pikiran RUU Kesehatan, tetapi kita tidak tahu apakah sudah direvisi dan disahkan," tutur Niam.


Pasal 42 RUU Kesehatan menyebut aborsi dapat dilakukan sebelum kehamilan berumur 14 pekan, dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam kedaruratan medis. Sementara pada aturan eksisting, yakni Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, disebutkan sebelum kehamilan berumur 6 pekan.


"Secara agama, janin dianggap manusia. Artinya jika terjadi pembuahan dokter menghargai itu manusia. Tentu sangat keras menolak usia aborsi ditambah," ungkapnya.


"Jadi, kita tidak tahu yang direvisi itu mana. Maka sikap kita wait and see? Karena peraturan UU ada perangkat pendukungnya bisa melakukan UU secara sempurna, tentu ada aturan tambahan," imbuh Niam.


Penjelasan Kementerian Kesehatan

Di sidang paripurna, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, imbauan mengapresiasi semua pihak yang berkontribusi membangun sistem kesehatan Indonesia lewat UU Kesehatan itu.


Dia menjelaskan, inisiasi RUU Kesehatan didasarkan pada semua orang yang berhak mendapat layanan dan fasilitas kesehatan sesuai amanat UUD 1945. “Berdasarkan amanat itulah kami berterima kasih kepada DPR untuk menginisiasi RUU tentang Kesehatan ini,” kata Budi dalam sidang paripurna tersebut.


Dia menjelaskan, sejak awal, pemerintah sangat mendukung penuh RUU Kesehatan untuk menyetujui perubahan sistem kesehatan yang lebih baik. Apalagi pasca pandemi Covid-19 yang dinilainya menjadi refleksi atau modal demi memperbaiki dan membangun sistem kesehatan Indonesia menjadi lebih tangguh.


“Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh masyarakat dan pemangku kepentingan di bidang kesehatan. Ketua dan wakil ketua DPR, izinkan kami menyampaikan terima kasih atas persetujuannya UU tentang Kesehatan ini pada pembicaraan tingkat kedua,” ucap dia.


Kontributor: Suci Amaliyah