Nasional

Tanpa Riset, Perguruan Tinggi Tak Miliki Substansi

Sel, 3 Desember 2019 | 10:12 WIB

Tanpa Riset, Perguruan Tinggi Tak Miliki Substansi

Direktur PTKI Kemenag Arskal Salim saat membuka kegiatan. (Foto: NU Online/Abdullah Alawi)

Bandung, NU Online 
Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Kementerian Agama RI Arskal Salim mengatakan, riset merupakan substansi dari perguruan tinggi. Melalui riset, akan ditentukan seberapa banyak produktivitas perguruan tinggi di dalam melakukan reproduksi ilmu pengetahuan yang dilakukannya. 

“Dosen adalah guru yang meneliti. Kalau dosen tidak meneliti, maka sama dengan guru SMA. Perguruan yang tidak melakukan riset akan tertinggal dalam merespon isu-isu  kontemporer kekinian. Seratus perguruan tinggi  top dunia diakui dunia karena risetnya,” katanya pada pada pembukaan Biannual Conference on Research Result (BCRR) Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI di Auditoriun Anwar Musyaddai Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung, Selasa (3/12). 
 
Sebab, menurut dia, derajat akreditasi dan seberapa besarnya pengaruh perguruan tinggi juga akan sangat tergantung dari kualitas riset yang dihasilkannya. Intinya, riset menempati hal yang substansial dari perguruan tinggi itu sendiri.

Menurut dia, terdapat 4 (empat) kompetensi yang dimiliki oleh peneliti agar hasilnya maksimal. Pertama, kemampuan di dalam membaca, mengakses, dan menganalisis atas bacaan-bacaan yang otoritatif. Kebiasaan dalam membaca menjadi prasyarat mutlak yang harus dimiliki oleh peneliti. 

Kedua, kemampuan di dalam menuangkan gagasan, ide, dan pemikiran ke dalam tulisan-tulisan yang enak dibaca dan perlu. Kemampuan dalam menulis merupakan kompetensi yang harus dimiliki oleh siapa pun yang akan menjadi peneliti yang handal. 

Ketiga, daya ktitisisme, nalar-rasional, mencerna hubungan sebab-akibat, dan membaca indikator-indikator secara ajeg melalui metodologi yang dibenarkan merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh peneliti. Kemampuan di dalam menganalisis dan menyimpulkan atas bacaan-bacaan dan sejumlah indikator merupakan bagian penting yang harus dimiliki oleh setiap researcher. 

Keempat, kemampuan di dalam berdialog, mempertahankan pendapat, dan menyampaikan gagasan di muka umum. Kemampuan menyampaikan secara verbal dengan sejumlah audien sehingga hasil-hasl risetnya itu dapat dipertahankan dengan basis argumentasi yang valid merupakan keniscayaan. 

“Keempat kompetensi ini, menurut hemat kami, merupakan keharusan yang dimiliki peneliti sehingga hasil risetnya memberikan pengaruh terhadap perguruan tinggi dan produksi keimuan yang digelutinya. Selain itu, karena keempat kompetensi itulah yang menjadi substansi dari rangkaian proses pendidikan selama di perguruan tinggi, yakni kemampuan membaca, menulis, berpikir, dan mengungkapkan,” pungkasnya. 

Pewarta: Abdullah Alawi
Editor: Fathoni Ahmad