Nasional

Tata Cara Memperoleh Sertifikat Halal untuk Pelaku Usaha

Rab, 16 Oktober 2019 | 19:45 WIB

Tata Cara Memperoleh Sertifikat Halal untuk Pelaku Usaha

Ilustrasi: kompas.com

Jakarta, NU Online
Pemerintah Indonesia mulai memberlakukan Undang-undang (UU) nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH). Aturan tersebut mengamanatkan Kementerian Agama (Kemenag), Majlis Ulama Indonesia (MUI) dan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) untuk menjamin kehalalan produk mencakup penyediaan bahan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan dan penyajian produk.

Regulasi yang disahkan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini diatur lebih rinci oleh Peraturan Pemerintah RI nomor 31 tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan UU nomor 33 tahun 2014 tentang jaminan produk halal. 

Tata cara memperoleh sertifikat halal bagi pelaku usaha dijelaskan pada pasal 29 sampai dengan pasal 39. Semua pelaku usaha wajib mengikuti langkah-langkah yang sudah tertuang dalam UU JPH ini. 

Berikut tata cara memperoleh sertifikat halal bagi pelaku usaha menurut Undang-undang no 33 tahun 2014. 

Pertama, pelaku usaha mengajukan permohonan sertifikat halal kepada Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama dengan melampirkan data pelaku usaha, nama dan jenis produk, daftar produk dan bahan yang digunakan serta proses pengolahan produk (pasal 29 poin 1-2).  

Kedua, BPJPH menetapkan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) untuk melakukan pemeriksaan atau pengujian kehalalan produk (pasal 30 ayat 1). Ketiga, Auditor Halal melakukan pemeriksaan dan pengujian kehalalan produk (pasal 31 ayat 1). 

Keempat, LPH menyerahkan hasil pemeriksaan kepada BPJPH. Selanjutnya, BPJPH menyampaikan hasil pemeriksaan kepada MUI. (Pasal 32 ayat 1 dan 2). Kelima, MUI menggelar Fatwa Sidang Halal paling lambat 30 hari sejak menerima hasil pemeriksaan. Kemudian, keputusan penetapan halal produk disampaikan kepada BPJPH (Pasal  33 ayat 1-6). 

Terakhir, BPJPH menerbitkan sertifikat halal bagi pelaku usaha yang dinilai sesuai ketentuan Undang-undang. Namun, jika dianggap tidak layak, BPJPH mengembalikan permohonan sertifikat halal disertakan dengan sejumlah alasan. (Pasal 34 ayat 1 dan 2). Selain itu, pada pasal 35 dijelaskan, BPJPH menerbitkan sertifikat halal bagi pelaku usaha maksimal 7 hari sejak keputusan kehalalan diterima dari MUI dan wajib dipublikasikan.  

“BPJPH menetapkan bentuk label halal yang berlaku nasional. Pelaku usaha yang telah memperoleh sertifikat halal wajib mecantumkan label halal pada kemasan produk, bagian tertentu dari produk atau tempat tertentu pada produk,” bunyi pasal 37 dan 38 UU no 3 tahun 2014 yang diterima NU Online, Rabu (16/10) malam. 
 
Sementara itu, pada Peraturan Pemerintah RI nomor 31 tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan UU nomor 33 tahun 2014 tentang jaminan produk halal, produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal. Produk itu antara lain penyediaan bahan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan dan penyajian produk.
 
Di sisi lain, menurut Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, meski UU resmi diberlakukan belum ada penegakan hukum terkait penerapan sertifikasi halal. Kebijakan ini berlaku sampai dengan tahun 2024 mendatang. 

Menag juga menjawab kesalahpahaman oleh sebagian kalangan yang menyebut UU JPH akan mempersulit pelaku usaha kecil di masyarakat. Menurut Lukman, pelaku usaha kecil akan banyak dilibatkan kaitannya dengan bimbingan dan sosialisasi pelaksanaan UU JPH.  

"Lima tahun ini tidak ada penegakan hukum, tapi dengan persuasif memberlakukan pembinaan, memberikan sosialisasi, dan lain-lain untuk pelaku usaha," katanya. 
 

Pewarta: Abdul Rahman Ahdori    
Editor: Alhafiz Kurniawan