UU Sistem Peradilan Anak Wajibkan Diversi bagi AG Tapi Keluarga David Tetap Tolak Berdamai
Senin, 27 Maret 2023 | 18:45 WIB
Rekonstruksi penganiayaan David digelar di Kompleks Green Permata Residence, Ulujami, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, pada Jumat (10/3/2023) lalu. (Foto: Dok. Polda Metro Jaya)
Aru Lego Triono
Penulis
Jakarta, NU Online
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah menerima berkas perkara AG (15 tahun), pelaku penganiayaan Crystalino David Ozora. AG akan melalui tahapan berupa Diversi atau musyawarah yang rencananya akan dilakukan pada 29 Maret 2023 mendatang.
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) mewajibkan dilakukannya Diversi terhadap proses hukum yang melibatkan pelaku anak atau anak yang berkonflik dengan hukum berusia lebih dari 12 tahun dan belum berumur 18 tahun.
Meski proses Diversi atau musyawarah diatur dan wajib dilakukan di dalam UU SPPA, tetapi pihak keluarga tetap menolak untuk berdamai. Dengan kata lain, proses peradilan pidana bagi AG akan tetap dilanjutkan.
“(Diversi) diwajibkan oleh UU SPPA dan diatur di dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam SPPA. Dari pihak keluarga jelas menolak berdamai dan meminta dilanjutkan ke persidangan sampai vonis hakim,” ucap kuasa hukum keluarga David, Muhammad Hamzah, kepada NU Online, Senin (27/3/2023).
Di dalam pasal 6 UU SPPA dijelaskan, diversi bertujuan untuk mencapai perdamaian antara korban dan anak, menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan, menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan, mendorong masyarakat untuk berpartisipasi, dan menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak.
Kemudian pasal 7 ayat 1 UU SPPA menjelaskan bahwa pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara anak di pengadilan negeri wajib diupayakan Diversi.
Kemudian Pasal 8 UU SPPA menjelaskan tentang proses Diversi dan hal-hal yang wajib diperhatikan. Ayat 1 berbunyi bahwa Diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan anak dan orang tua/walinya, korban dan/atau orang tua/walinya, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional berdasarkan pendekatan keadilan restoratif.
Lalu ayat 2 menjelaskan, musyawarah dapat melibatkan tenaga kesejahteraan sosial dan/atau masyarakat. Ayat 3 mengatur tentang proses Diversi yang wajib memperhatikan; (a) kepentingan korban, (b) kesejahteraan dan tanggung jawab anak, (c) penghindaran stigma negatif, (d) penghindaran pembalasan, (e) keharmonisan masyarakat, dan (f) kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum.
Selanjutnya di dalam pasal 9 dijelaskan bahwa kesepakatan Diversi harus mendapatkan persetujuan korban dan/atau keluarga anak korban serta kesediaan anak dan keluarganya. Sementara pasal 13 mengatur bahwa proses peradilan anak dilanjutkan apabila proses Diversi tidak menghasilkan kesepakatan atau kesepakatan Diversi tidak dilaksanakan.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Fathoni Ahmad
Terpopuler
1
Arus Komunikasi di Indonesia Terdampak Badai Magnet Kuat yang Terjang Bumi
2
PBNU Nonaktifkan Pengurus di Semua Tingkatan yang Jadi Peserta Aktif Pilkada 2024
3
Pergunu: Literasi di Medsos Perlu Diimbangi Narasi Positif tentang Pesantren
4
Kopdarnas 7 AIS Nusantara Berdayakan Peran Santri di Era Digital
5
Cerita Muhammad, Santri Programmer yang Raih Beasiswa Global dari Oracle
6
BWI Kelola Wakaf untuk Bantu Realisasi Program Pemerintah
Terkini
Lihat Semua