Obituari

Berpulangnya Eman Hermawan, Ideolog Kaum Pergerakan

Kam, 16 Juni 2022 | 23:30 WIB

Rabu, (15/6) malam kemarin, sekitar pukul 23.00 WIB suasana kantor DPP PKB di jalan Raden Saleh Jakarta dipenuhi sekitar 150 orang. Seratusan orang berjubel sambil bersila di dalam aula di lantai bawah. Sementara sisanya yang tak tertampung bertaburan di luar gedung sambil berdiri.


Kendati sesak dipenuhi ratusan orang, namun tak ada keramaian di sana. Bahkan suasananya kesedihan lebih terasa di udara. Seolah masing-masing mereka melambungkan kesedihan hatinya saat melepaskan sahabat terkasihnya, Eman Hermawan.


Ya, Mas Eman Hermawan, senior kaum pergerakan yang fenomenal dengan semangat kaderisasinya wafat pagi di hari yang sama, di Probolinggo Jawa Timur. Mas Eman yang biasa membawa suasana riang gembira, malam itu disemayamkan di dalam sebuah peti jenazah berbungkus kain hijau di hadapan para sahabatnya.


Sebenarnya suasana kesedihan terjadi sejak pagi hari, saat informasi tentang wafatnya Mas Eman beredar di media sosial dan platform chatting sejak pagi. Ucapan duka, doa, dan kenangan membumbung melalui internet tak henti-henti terlihat. Puncaknya malam itu, saat jenazah didatangkan ke Jakarta untuk disemayamkan sebelum diterbangkan ke tanah kelahirannya Bangka Belitung pada jam 02.00 WIB dini hari.


Banyaknya orang yang hadir pada malam itu, dan ungkapan sedih yang beredar di jagad media sosial merupakan bukti nyata perilaku baik almarhum. Sebab, hal yang paling diingat oleh manusia atas manusia lainnya tak lain adalah kebaikan.


“Yang paling diingat manusia lain adalah kebaikan. Mas Eman adalah orang yang paling sering menanam kebaikan. Saya menjadi saksi Mas Eman hadir dalam situasi sulit temannya,” kata Ketua PBNU, Syafiq Alielha (Savic Ali) malam itu.


Savic Ali yang banyak menghabiskan waktu bersama Eman semasa belajar pada KH Hasyim Wahid (Gus Im) kerap menyaksikan bahwa kebaikan Eman tak hanya dirasakan oleh orang yang dekat seangkatan dengan Eman. Namun, kebaikannya dirasakan hingga kader baru yang secara angkatan kuliah sangat jauh dengannya.


Yang menarik dari sosok Eman menurut Savic, adalah sikapnya yang tidak mengedepankan kepentingan pribadinya. Alih-alih membicarakan kepentingannya sendiri, Eman menurutnya lebih sering membicarakan solusi atas persoalan yang dihadapi sahabat-sahabatnya.


“Saya menyaksikan Mas Eman memiliki solidaritas tinggi. Tidak pernah mengeluh atas nasibnya sendiri. Ikut membicarakan masib teman kita yang sedang kesulitan. Bahkan, barangkali hanya sedikit dari kita yang punya kesempatan dapat memberi pertolongan untuknya,” kata Savic.


Selain Savic Ali, kesaksian atas almarhum Eman juga disampaikan oleh Ketua DPP PKB Muhaimin Iskandar. Dalam pandangan Cak Imin, Eman merupakan sosok yang memiliki semangat kuat dalam melakukan kaderisasi.


Bahkan, menurut dia, Eman memberi pengaruh besar pada kualitas kader di partai yang dia pimpin. “Eman berinvestasi sangat besar pada kualitas ideologi, spirit, dan perjuangan kader,” tuturnya.


Cak Imin sendiri mengaku mengenal Eman sejak berproses di PMII di Yogyakarta. Menurut dia, Eman tidak hanya baik, namun juga tidak mengenal lelah dalam melakukan kaderisasi. Ditambah sifat Eman yang egaliter terhadap kader membuat dirinya disukai dan dekat dengan kader hingga yang muda.


“Eman bukan hanya baik, tapi juga mulia. Berjuang tidak pernah lelah. Kebahagiaan yang tidak pernah mengeluh. Pejuang yang bersahaja. Dia tidak membedakan dirinya sebagai senior, pelatih yang memberikan inspirasi. Namun dia egaliter,” ungkapnya.


Sang Ideolog
Senada, Hanif Dhakiri, mantan Menteri Ketenagakerjaan juga menyaksikan betapa Eman begitu berpengaruh pada proses kaderisasi di berbagai level. Eman, menurut Hanif, juga sampai saat-saat terakhir masih melayani permintaan kader PMII level komisariat yang mengundangnya untuk memberi pelatihan.


“Mas Eman adalah pejuang kaderisasi. Energinya luar biasa. Segala kesulitan dihadapi. Dia role model kaderisasi. Bahkan, dia masing ngurus kaderisasi komisariat. Energinya luar biasa, gak ada lawannya. Enerjik dan riang gembira,” kata Hanif.


Kesaksian tentang peran Eman di ruang kaderisasi juga terlontar di internet. Puluhan akun Facebook dan media lain mengunggah kenangan bersama Eman dan kesedihan atas kepergiannya. Kalimat yang pernah diucapkan Eman semasa memotivasi kader PMII dijadikan poster dan disebarluaskan.


“Jika kamu mau panen dalam empat bulan, tanamlah padi. Jika kamu mau panen dalam lima tahun, tanamlah pohon Sengon. Jika kamu mau panen dalam sepuluh tahun, tanamlah pohon jati. Tapi jika kamu mau panen selamanya, maka didiklah kadermu,” bunyi salah satu meme mengutip Eman.


Eman Hermawan sendiri menekuni kaderisasi di PMII sejak ia bergabung dengan PMII Yogyakarta. Sejak itu, ia tekun melakukan kaderisasi. Kiprah kaderisasinya terus membawa dia mengenal dan dikenal banyak orang.


Seniman Ngatawi al-Zastrow mengibaratkan kaderisasi Eman seperti tanaman. Eman seolah menanam pohon sejak puluhan tahun lalu mengikuti jejak para seniornya yang terdahulu. “Mas Eman adalah senior yang punya banyak kader. Dia tak pernah lelah melakukan kaderisasi. Dia ideolog sejati,” kata Zastrow.


Malam itu, usai rangkaian kesaksian para sahabat dan seniornya, jenazah disalatkan dan didokan bersama. Tepat pada pukul 02.00 WIB dinihari, lantunan shalawat dibacakan mengantar jenazah menuju mobil ambulans yang membawanya ke Bandara Soekarno Hatta untuk dikuburkan di kampung halamannya di Belitung.


Selamat jalan, Mas Eman. Terima kasih atas kesabaranmu mendidik kami.


Penulis: Ahmad Rozali
Editor: Musthofa Asrori