Opini

Awas! Boncos Finansial Pasca-Lebaran

Sel, 18 April 2023 | 09:00 WIB

Awas! Boncos Finansial Pasca-Lebaran

Ilustrasi uang rupiah. (Foto: Freepik)

Lebaran menjadi perayaan terbesar di Indonesia. Umat Islam di seluruh pelosok negeri merayakannya dengan penuh suka cita setelah berpuasa sebulan lamanya. Keluarga, handai lautan, sahabat karib, hingga kolega saling bersilaturrahmi. Inilah hari di mana semua orang mengalokasikan waktunya untuk bersilaturrahmi. Tak perlu janji ketemu untuk berkunjung, karena semua orang telah menyiapkan diri. Jamuan berupa cemilan, kue-kue, hingga makanan berat seperti opor ayam dan ketupat pun disuguhkan tuan rumah.


Di luar musim lebaran, sangat susah untuk berjumpa banyak orang sekaligus. Suasana penuh kebahagiaan inilah yang menyebabkan para perantau yang tinggal di kota-kota besar, berjuang bagaimana pun caranya, untuk bisa mudik di hari lebaran. Terlebih bagi mereka yang hanya mendapatkan libur panjang di waktu tersebut. Tak banyak pilihan untuk sejenak berkumpul dengan keluarga dan orang-orang terdekatnya selain saat Idul Fitri. 


Mudik ke kampung halaman memerlukan biaya besar. Jika tidak disertai perhitungan yang cermat dan pengelolaan keuangan yang baik, salah-salah usai Idul Fitri kondisi finansial boncos. Gaji sekaligus uang THR habis tak tersisa, cicilan tak terbayar, bahkan menambah utang baru yang mesti diangsur pada bulan-bulan berikutnya. Biaya rutin pun harus diirit-irit supaya sampai di gajian berikutnya. Lebaran sudah lama berlalu, namun masih menanggung beban ongkos mudik.


Perencanaan keuangan sebelum pulang kampung sangat membantu menghindari bencana finansial. Dari situ akan diketahui perkiraan anggaran yang diperlukan. Jangan sampai pengeluaran mudik seperti yang dialami seorang perempuan muda yang viral di Tiktok karena mengira mudik cukup dua juta, tetapi ternyata keluar sampai sepuluh juta. Melesat lebih dari lima kali lipat perkiraan. Kondisi ini tidak akan terjadi jika ada perencanaan yang baik.


Melalui perencanaan, dapat ditentukan skala prioritas; biaya apa saja yang harus benar-benar dikeluarkan; biaya apa yang bisa dikurangi; atau biaya apa yang sebenarnya bisa dihilangkan. Jika mudik telah menjadi rutinitas, maka pengeluaran di tahun-tahun sebelumnya dapat menjadi bahan evaluasi. Riset kecil-kecilan harga barang dan jasa terbaru untuk keperluan mudik dengan gampang dapat dilakukan di internet. Memang butuh sedikit usaha, namun hasilnya sepadan dengan penghematannya.


Terdapat dua kategori besar biaya mudik. Pertama adalah biaya perjalanan yang meliputi biaya transportasi, makan-minum selama perjalanan, dan ongkos lainnya terkait proses kepergian dari lokasi asal ke tempat tujuan. Kedua adalah biaya sosial seperti oleh-oleh dan angpau. Biaya sosial muncul sebagai konvensi yang berlaku terhadap hal-hal tertentu yang secara sosial mesti dijalani, yang jika tidak dikeluarkan, akan ada hukuman sosial dari masyarakat. Baik biaya transportasi atau pun biaya sosial, ada yang wajib dikeluarkan, ada yang bisa dikurangi, dan ada yang dapat dihilangkan.


Jika jarak perjalanan jauh seperti dari Jakarta ke Surabaya, ongkos transportasi menjadi bagian biaya yang cukup menguras isi kantong, khususnya bagi pemudik yang menggunakan transportasi umum. Harga tiket bus, kereta api, hingga pesawat terbang semuanya melonjak. Para pengguna kendaraan pribadi lebih diuntungkan karena tidak ada kenaikan harga BBM dan tarif jalan tol. Sekalipun begitu, kondisi kendaraan mesti dipastikan sehat selama perjalanan.


Biaya perjalanan masuk kategori wajib dikeluarkan, namun bisa disiasati supaya lebih hemat. Ikut program mudik bareng dapat menekan biaya karena pemudik tinggal membeli tiket baliknya saja. Mudik lebih awal sebelum harga tiket naik atau memilih sarana transportasi dengan harga yang lebih terjangkau dapat menghemat ongkos. Guna mengurangi pengeluaran, bekal makanan selama perjalanan dapat dibawa dari rumah karena biasanya harga makanan di tempat-tempat umum juga naik selama musim lebaran.


Membawa oleh-oleh untuk keluarga di rumah masuk kategori wajib. Memberikan uang ke orang tua selain sebagai salah satu tanda bakti anak, juga sangat membantu mereka menyiapkan kebutuhan lebaran. Angpau untuk keponakan akan membuat mereka senang dan merindukan Anda setiap lebaran. Biaya-biaya sosial susah dikendalikan jika tidak pintar-pintar menyiasatinya. Ada anggapan bahwa mereka yang kerja di kota besar seperti Jakarta atau Surabaya merupakan orang-orang sukses yang memiliki banyak uang. Mereka diharapkan memenuhi ekspektasi tersebut dengan memberikan angpau ke keluarga yang ditemui. 


Bagi yang penghasilannya sekelas UMR, ada rasa berat untuk mengeluarkan banyak angpau karena kondisi di perantauan pun masih terbatas, masih ada cicilan KPR, kendaraan, dan pernak-pernik kebutuhan keluarga. Namun, jika tidak memberikan sesuatu, takut dianggap pelit, sombong, enggak ingat keluarga, dan pandangan negatif lainnya. Dalam hal ini, jumlahnya bisa disesuaikan dan mereka yang layak diberi dapat dipilih keluarga terdekat.


Selama di kampung halaman, juga terdapat pengeluaran yang sebenarnya kecil, namun menjadi besar karena adanya akumulasi. Pemudik ingin berwisata kuliner makanan favorit selama tinggal di kampung halaman. Biasanya harga makanan jauh lebih murah dibandingkan dengan di kota besar, hanya saja, saat banyak tempat makan yang dicoba, pengeluaran menjadi besar. Beban tambahan terjadi ketika anak-anak ingin pergi ke tempat rekreasi. Harga oleh-oleh khas lokal memang lebih murah, tetapi jika kuantitasnya banyak, biayanya jadi besar. Tanpa terasa, semuanya menguras isi kantong.


Kapasitas ekonomi setiap orang berbeda-beda. Yang menjadi bencana adalah ketika pemudik ingin memunculkan citra sukses bagi keluarga dan lingkungan di kampung halaman. Mereka pulang dengan mobil mewah sewaan, beli baju bermerek mahal, hingga kredit gawai tercanggih. Bagi kelompok seperti ini, mudik menjadi ajang pamer kesuksesan. Tak peduli ketika kembali ke kota, masih membanting tulang untuk dapat bertahan hidup.


Mudik lancar dan finansial aman

Terdapat beberapa hal mendasar yang dapat dilakukan supaya mudik tetap lancar dan secara finansial tetap aman, berikut di antaranya:


Pertama, memastikan seluruh cicilan terbayar dan kebutuhan rutin keluarga terpenuhi. Bagi pekerja yang memiliki cicilan rumah, kendaraan, atau tanggungan kredit lainnya, pengeluaran ini mesti dibayarkan dalam kondisi apapun. Kalau tidak, maka akan ada denda atau konsekuensi buruk lainnya yang mesti ditanggung jika gagal bayar. Anggaran rutin bulanan mesti dijaga pada tingkat normal. Jangan sampai kebutuhan rutin keluarga dipotong sana-sini karena keterbatasan dana pasca-mudik.


Kedua, sisihkan sebagian uang THR untuk tabungan. Menabung harus didahulukan dibandingkan dengan beberapa kebutuhan yang sifatnya sekunder. Godaan untuk membeli kebutuhan ini-itu selalu muncul ketika ada uang kas di tangan. Cara berpikir menabung hanya jika ada sisa uang susah diterapkan karena adanya berbagai keinginan yang terus muncul. Jika menabung diprioritaskan, maka kebutuhan lain akan menyesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Sekalipun gajinya setara UMR, jika ingin menabung, akan ada dana yang dapat disisihkan.


Ketiga, membawa uang kas secukupnya. Uang kas diperlukan untuk bertransaksi selama mudik. Namun, ketika ada kas di tangan, bisa terkena jebakan pengeluaran-pengeluaran impulsif yang sebenarnya tidak akan dilakukan ketika tidak sedang memegang kas. Uang setara kas dalam bentuk dompet digital atau mobile banking dapat menjadi sumber kebocoran anggaran jika tidak awas mengelolanya.


Keempat, siapkan dana cadangan. Dana cadangan di luar anggaran tetap perlu disiapkan untuk mengantisipasi kejadian yang di luar rencana atau karena ketidaktepatan penganggaran. Namun dana tersebut sebaiknya dipisahkan. Secara psikologis, ini membantu untuk tetap fokus pada anggaran yang sudah ditetapkan.


Musim mudik akan berlangsung selama beberapa hari sebelum dan setelah Idul Fitri. Kemudian, roda kehidupan akan berjalan sebagaimana biasanya. Setahun kemudian, musim mudik akan datang kembali. Dengan demikian, tak perlu memaksakan diri. Jika lebaran kali ini belum sesuai harapan, tak perlu berkecil hati, siapa tahu bisa dipenuhi di lebaran tahun-tahun berikutnya. Yang menjadi kebahagiaan tertinggi bagi orang tua dan keluarga di rumah adalah berkumpulnya anggota keluarga. Inilah substansi mudik. Keamanan finansial usai lebaran mesti menjadi pertimbangan penting dalam menghadapi berbagai ketidakpastian. 


Achmad Mukafi Niam, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta