Opini

Gus Mus dan Pesan Menjaga Lingkungan Hidup

Sab, 28 Juli 2018 | 23:00 WIB

Gus Mus dan Pesan Menjaga Lingkungan Hidup

KH Ahmad Mustofa Bisri (Dok. NU Online)

Oleh Wahyu Eka Setyawan

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan yang benar). Katakanlah (Muhammad), “Bepergianlah di bumi lalu lihatlah bagaimana kesudahan orang-orang dahulu. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).” (QS Ar-Rum (30): 41-42)

Pada 28 November 2016, KH Ahmad Mustofa Bisri atau familiar disapa Gus Mus, bersama Romo Jatmiko mengunjungi tenda perjuangan masyarakat Kendeng di tapak pabrik Semen Indonesia, Desa Tegaldowo, Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang. Dalam lawatannya tersebut beliau mengatakan jika ekspansi Semen Indonesia di Rembang, merupakan bentuk keserakahan dan ulah manusia yang rakus dan mengancam alam.

Pernyataan beliau bukan tanpa sebab, karena kita tahu bahwa problem lingkungan hidup sedang menghantui Indonesia. Kerusakan alam telah merengut hak hidup banyak orang, menganggu perekonomian, budaya, menciptakan konflik dan menciptakan ketidaktenangan dalam beribadah. Pada konteks karst Kendeng Utara, apa yang disampaikan oleh Gus Mus merupakan kekhawatiran terkait semakin masifnya kerusakan alam, akibat ekspansi pertambangan ekstraktif.

Kita tahu bersama, jikalau kawasan karst Kendeng yang akan dijadikan tambang semen, serta masih eksisnya tambang lainnya dalam mengeksploitasi karst di area Kendeng, semakin mengkhawatirkan. Pada beberapa catatan, kawasan karst Kendeng merupakan wilayah imbuhan air tanah, di sana terdapat cat watu putih yang merupakan tempat penyimpanan air tanah yang cukup besar. Jika karst dirusak, kemungkinan besar potensi daya krisis lingkungan, terutama akan terjadinya defisitnya air tanah. Sehingga kondisi tersebut akan semakin berdampak dengan kehidupan masyarakat.

Sikap dan Pesan Gus Mus

Pada beberapa kesempatan Gus Mus selalu menyampaikan pentingnya menyelamatkan lingkungan. Sikap beliau cukup jelas, dalam acara perayaan Harlah ke-92 NU pada 31 Januari 2018. Beliau kembali menekankan pentingnya menyelamatkan lingkungan, menyerukan untuk bergerak dengan aksi nyata. 

Disamping itu Gus Mus juga menyerukan kepada bangsa Indonesia, agar turut menjaga lingkungan hidup dengan membangun perencanaan pembangunan yang tepat, juga disertai dengan kebijaksanaan. Karena menurut beliau segala sesuatu yang merusak lingkungan, merupakan hal yang tidak diperbolehkan.

Sikap ini tercermin ketika Gus Mus mendukung warga yang berjuang, disertai dengan argumentasi logis. Pada konteks perusakan karst di area Kendeng, beliau menekankan jika persoalan pelindungan lingkungan harus menyeluruh. Misal, pada konteks terusirnya Semen Indonesia di Pati selesai, ternyata berekpansi ke Rembang. Sementara di Pati muncul lagi Indocement. Logika ini menurut beliau akan terus terjadi dan berulang-ulang menjadi dalih perusakan. Sebagaimana kutipan wawancara dengan beliau di NU Online: 

"Jangan di Pati selesai, lalu pindah ke Rembang. Rembang selesai, nanti pindah ke Purwodadi. Selalu pindah, begitu terus. Itu akan memusingkan rakyat! Iya kan. Harus ada planning, ada kebijaksanaan yang umum. Pokoknya kalau merusak lingkungan tidak boleh. Itu yang saya inginkan. Jadi, nanti sekaligus untuk tidak bisa pindah-pindah ke tempat lain. Itu menurut saya. Makanya saya pesankan Mas Manaf, Mas Yahya supaya menyampaikan kepada pihak-pihak atasan sana. Tidak hanya ini saja, juga banyak sekali penambang-penambang liar yang lain yang merusak lingkungan,kadang-kadang tanpa izin." (Hendra Try, 12 Maret 2015, Tafsir atas Perlawanan Gus Mus, www.nu.or.id)

Gus Mus merupakan sosok yang konsisten dan memegang teguh nilai-nilai pelestarian lingkungan. Hal ini sejalan dengan sikap NU dalam muktamar ke 9 di Cipasung Tasikmalaya tahun 1994. Hasil keputusan dalam Muktamar itu memutuskan bahwa pencemaran lingkungan, baik pada konteks tanah, air, udara, jika menimbulkan kerusakan (dlarar) maka hukumnya diharamkan dan tindakan tersebut termasuk perbuatan kriminal (jinayat). 

Menurut Gus Mus Jihad tidak sekedar perang, namun juga masuk salam substansi menjaga dan melestarikan lingkungan hidup. Sikap yang diambil beliau ini merupakan bukti keteguhan, dalam mengembalikan marwah NU untuk berani dengan lantang berjihad menjaga lingkungan hidup. 

Karena implikasi dari rusaknya lingkungan hidup ialah, memunculkan dampak yang multiplier. Pada hakikatnya kerusakan lingkungan akan berdampak pada sektor lain, misal ekonomi, sosial dan budaya. Paling parah adalah menciptakan segregasi antar manusia dengan manusia, memutuskan ukhuwah antar manusia, serta mengesampingkan ciptaan Allah seperti Gunung, Hutan, Hewan dan segala sesuatu yang ada di ekosistem.

Suri Tauladan Jam’iyah dan Jamaah NU

Penulis rasa, apa yang telah disampaikan oleh Gus Mus sudah jelas, bagaimana sikap dan pesannya untuk mulai menjaga lingkungan hidup. Beliau mengajarkan sebuah rahmah, di mana manusia harus saling mengasihi antarsesama, baik manusia atau alam yang telah diciptakan oleh Allah.

Pesan beliau merupakan sebuah pengejahwantahan dari nilai-nilai Hablum Minallah yang korelasional dengan Hablum Minannas, sekaligus memiliki relasi yang kuat dengan Hablum Minal Alam. Ketiga nilai tersebut merupakan sebuah hubungan yang erat, sebagai bentuk menghormati Allah sebagai sang pencipta.

Gus Mus mengungkapkan, beragam bencana sudah banyak menyesarakan umat. Bencana itu menjadi saksi bahwa jihad lingkungan (Jihad Bi'ah) harus tetap disuarakan dan diperjuangkan dengan sepenuhnya. Perjuangan mempertahankan lingkngan ini, harus dilakukan semua komponen NU, baik struktural maupun kultural, terutama mereka yang muda. Harus bergerak dan mengawal lingkungan hidup yang semakin mengalami degradasi.
 
Oleh Karena itu jihad melestarikan lingkungan (jihad bi'ah) harus dimasifkan, mengingat kerusakan semakin nyata terjadi. Dalam mempertahankan lingkungan hidup, harus tetap berpedoman pada kaidah tasawuth (moderat), tasamuh (toleran), tawazun (seimbang), i'tidal (lurus) dan memegang teguh jargon amar ma'ruf nahi munkar.
 
Seruan menyelamatkan lingkungan oleh Gus Mus ini sejalan dengan nilai-nilai yang diajarkan oleh ulama terdahulu. Kiai Hasyim Asyari misalnya, beliau mengajarkan jika bercocok tanam merupakan tindakan yang mulia. Secara eksplisit mengajarkan kita untuk melestarikan lingkungan, karena bercocok tanam dapat berarti penghijauan, sekaligus pesan jika lingkungan rusak maka manusia tidak bisa bercocok tanam.

Gus Mus, telah mengajarkan kita agar senantiasa berjuang menegakkan yang benar. Semangatnya, pesan dan sikapnya jelas, bahwa memperjuangan lingkungan merupakan sebuah keharusan. Tidak hanya lingkungan saja, namun lebih ke ketidakadilan akibat eksploitasi dan perampasan hak oleh mereka yang jahat.

Gus Mus adalah panutan dan guru yang semakin langka di era modern ini. Di saat banyak ulama yang tak acuh dengan problem rakyat, beliau tetap berdiri di samping kaum mustadh'afin dan lingkungan hidup.


Penulis adalah aktivis Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA)