Opini

Matcha dan Nahdlatul Ulama di Jepang

Jum, 24 November 2023 | 14:00 WIB

Matcha dan Nahdlatul Ulama di Jepang

Ilustrasi: Masjid Istiqlal, Osaka, Jepang. (Foto: Dok. Syahril Siddik)

Matcha sangat identik dengan Jepang. Kita bisa menemukan berbagai racikan makanan dan minuman berbahan Matcha di Negeri Sakura. Matcha sesungguhnya berasal dari Cina dan dikonsumsi oleh penduduk Asia Timur. Matcha sekarang terkenal seolah-olah dari Jepang karena paling banyak diproduksi di sana.


Pertemuan Matcha dan Nahdlatul Ulama di Jepang terletak pada warna yakni sama-sama berwarna hijau. Kesamaan warna ini sesungguhnya memberikan petunjuk bahwa nilai-nilai yang diusung oleh Nahdlatul Ulama sesuai dengan nilai-nilai kehidupan yang dipegang teguh oleh penduduk Jepang. Oleh sebab itu, dakwah Nahdlatul Ulama akan lebih dapat diterima oleh masyarakat Jepang jika mengutamakan kesamaan nilai-nilai kehidupan yang diusung oleh dua belah pihak. 


Nahdlatul Ulama telah menjadi bagian gerakan dakwah Islam di Jepang sejak berdirinya Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Jepang tahun 2007 berdasarkan Surat Keputusan yang ditandatangani oleh Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Hasyim Muzadi saat itu. Anggotanya terdiri dari para pekerja, peserta pelatihan di perusahaan-perusahaan Jepang, mahasiswa, dan warga Indonesia yang sudah menjadi penduduk tetap di Jepang.


Inisiasi pendirian organisasi Nahdlatul Ulama (NU) di Jepang sudah dimulai sejak tahun 2004 melalui Komunitas Muda Nahdlatul Ulama (KMNU). Sejak saat itu NU menjadi bagian gerakan dakwah Islam di Jepang bersama dengan komunitas dakwah lain baik organisasi dari Indonesia, India, Pakistan, Bangladesh, dan komunitas muslim dari negara lainnya.


Perkembangan Islam meningkat signifikan dalam satu dekade terakhir. Menurut Hirofumi Tanada, Profesor Emeritus dalam bidang Sosiologi dari Universitas Waseda di Tokyo, warga Muslim di Jepang sekarang mencapai 200.000 jiwa. Hasil penelitiannya dengan rekan-rekannya ada 113 masjid di Jepang sampai bulan Maret 2023 dari hanya 15 masjid pada tahun 1999.

 

Data tersebut sesuai dengan data statistik yang tercatat di pemerintah Jepang. Peningkatan jumlah warga muslim kebanyakan karena pernikahan dan sebagian lain karena keinginan warga Jepang sendiri untuk masuk Islam (The Asahi Shimbun 25/5/2023). Jumlah sebenarnya di lapangan bisa melebihi data pemerintah.


Gerakan dakwah Islam komunitas muslim Indonesia pun semakin gencar. Beberapa masjid di Jepang dikelola oleh muslim dari Indonesia di antaranya masjid Istiqlal di Osaka, Masjid Nusantara dan masjid Al-Ikhlas di Tokyo, dan masjid NU At-Taqawa di Ibaraki. PCINU Jepang menjadi bagian penting gerakan dakwah Islam di Jepang. Sejarah dakwah NU melalui budaya dapat menjadi kunci kesuksesan dakwah Islam di Jepang. 


Pada tahun 2023 ini saya dan dua peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Ahmad Nuril Huda dan Prima Nurahmi Mulyasari, meraih dana penelitian dari The Sumitomo Foundation, sebuah lembaga non-profit di bawah korporasi The Sumitomo Group, untuk meneliti NU di Jepang. Dalam penelitian kolaboratif ini kami menemukan setidaknya ada 3 nilai utama yang dapat menjadi pedoman dakwah Islam Nahdlatul Ulama dan komunitas muslim lainnya agar dapat diterima oleh masyarakat Jepang.


Pertama, kebudayaan. Penduduk Jepang sangat menyukai seni budaya sehingga dakwah Islam dapat masuk dan disebarluaskan melalui kebudayaan. Nahdlatul Ulama di Jepang pernah mengadakan beberapa kali festival sholawat seperti Osaka Bersholawat. Banyak masyarakat Jepang yang tertarik menyaksikannya. Beberapa informan kami baik aktivis dakwah maupun pengamat Islam di Jepang menegaskan bahwa dalam tradisi Jepang ada yang dikenal dengan istilah chuyo, artinya moderasi, mengambil jalan tengah tidak memihak kelompok ekstrem manapun. Nilai ini sesuai dengan nilai wasathiya di Nahdlatul Ulama.


Kedua, kemanusiaan. Kegiatan pembagian makanan yang dilakukan oleh PCINU Jepang untuk membantu korban gempa atau Covid-19 mendapat apresiasi dari masyarakat sekitar dan sekarang mereka bersama-sama pada pengurus PCINU Jepang membagikan makanan kepada para tunawisma di Tokyo. Banyak yang tertarik mengenal Islam lebih jauh karena penasaran dengan nilai kemanusiaan (ukhuwah insaniyyah) di Nahdlatul Ulama. Komunitas muslim di Jepang saat ini juga bersama-sama mengecam tragedi kemanusiaan yang terjadi di Palestina atas kejahatan Israel meskipun pemerintah Jepang sendiri belum mengecamnya.


Ketiga, spiritualitas. Pencarian makna kehidupan menjadi pencarian penting bagi masyarakat Jepang. Sebagian besar dari mereka menganut agama Sinto dan sebagian beragama Konghucu untuk menemukannya. Islam dapat menawarkan hal yang sama sehingga aspek spiritualitas sangat penting dalam dakwah Islam di Jepang. Ritual seperti ziarah ke pemakaman kaisar Jepang dan kuil bukan hal baru bagi warga Jepang untuk memenuhi kebutuhan spiritualitas mereka. Ritualnya terdiri dari membersihkan diri dengan air, memberikan donasi, dan diakhiri dengan berdoa. Ritual yang sangat identik dengan warga NU ketika berziarah ke makam para wali misalnya.


Selama ini, menurut Miftakhul Huda, ketua Ikatan Sarjana NU (ISNU) Jepang, metode pendekatan dakwah Islam yang digunakan oleh komunitas muslim di Jepang terutama yang berasal dari India, Pakistan, dan Bangladesh adalah pendekatan syariah sehingga masyarakat Jepang cenderung menolaknya karena kata syari’ah identik dengan hukum potong tangan dan lainnya yang mereka dapatkan dari media.


Pandangan Islam masyarakat Jepang sangat dipengaruhi oleh 2 hal yaitu peristiwa serangan 9/11 ke World Trade Center (WTC) di Amerika Serikat dan perang melawan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) sehingga mereka cenderung memandang Islam negatif. Oleh sebab itu, PCINU Jepang harus menekankan betapa penting pertemuan dan kesamaan warna Matcha dan NU, kesamaan tradisi dan nilai-nilai kehidupan yang dipegang teguh masyarakat Jepang untuk kelancaran dan kesuksesan dakwah Islamiyyah An-Nahdliyyah di Negeri Sakura saat ini dan masa depan.


Syahril Siddik, Peneliti dan Dosen UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung