Opini

Pusaka KH A. Wahab Muhsin dalam Konteks Covid-19 (Bagian 2)

Kam, 30 April 2020 | 12:30 WIB

Oleh Syihabuddin Qalyubi
 
Pusaka pertama: “hasbunallah wa ni’mal wakil” (Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung).

Baca: Pusaka KH A. Wahab Muhsin dalam Konteks Covid-19 (Bagian 1)

Wirid ini diambil dari surah Ali Imran: 173 yang erat kaitannya dengan Perang Badar. Syaikh Al Imam al -‘Arif rahimahullah berkata bahwa Rasulullah SAW memberi isyarat kepada para sahabatnya agar mereka rujuk (kembali) pada Allah SWT, bersandar pada-Nya, sadar bahwa tidak ada daya dan kekuatan melainkan dari-Nya. … Frasa “ hasbunallah ” adalah tanda bahwa hamba benar-benar membutuhkan Allah. Tidak ada keselamatan kecuali dari dan dengan pertolongan Allah. Tidak ada tempat berlari kecuali hanya pada Allah.

Ayat ini berhubungan dengan kisah Abu Sufyan, panglima perang kaum musyrikin Mekah dan tentaranya yang sudah kembali dari perang Uhud. Sesampai di suatu tempat bernama Ruha, mereka menyesal dan bermaksud melanjutkan perang, lalu Abu Sufyan menyuruh Nu’aim bin Mas’ud dan kawan-kawannya pergi ke Madinah untuk menakut-nakuti kaum muslimin dengan menyebarkan kabar bohong, bahwa musuh telah menghimpun kekuatan baru, sebagaimana tercantum pada awal ayat Ali Imran: 173. 
 
Akan tetapi para mujahidin tidak merasa gentar karena berita itu, bahkan mereka bertambah-tambah keimanannya, lalu mereka berkata: “hasbunallah wa ni’mal wakil” Maka (setelah itu) mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridhaan Allah. Dan Allah mempunyai karunia yang besar (Ali Imran: 174).

Pusaka ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:

إذا وقعتم في الأمر العظيم فقولوا: حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ

Jika kamu jatuh ke dalam masalah besar, ucapkanlah: “hasbunallah wa ni’mal wakil”.

Doa ini sangat kontekstual sekali dengan kondisi sekarang ini. Informasi tentang corona sudah tersebar di berbagai massmedia, diantaranya ada yang faktual, tetapi tidak sedikit pula yang hoaks. Informasi tentang dahsyatnya penyebaran corona, dahsyatnya daya bunuhnya, serta informasi lainnya yang sangat meresahkan dan menakutkan, tidak jauh berbeda dengan informasi dan isu yang disebarkan Abu Sufyan sebelum perang Badar, maka seyogyanya umat Islam menghadapinya dengan bertawakal dan menyerahkan semuanya kepada Allah dengan banyak melafalkan “hasbunallah wa ni’mal wakil”. Sudah barang tentu dengan dibarengi ikhtiar yang optimal, insyaallah di suatu saat kita juga akan mendapatkan nikmat dan karunia yang amat besar dari Allah SWT yaitu lenyapnya corona, sebagaimana Allah SWT anugerahkan nikmat dan karunia kepada mujahidin perang Badar.

Pusaka kedua: “la ilaha illa anta sub-ḥanaka inni kuntu minaẓ-ẓalimin” (tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim).

Wirid ini diambil dari al-Anbiya: 87. Dalam tafsir al-Wajiz disebutkan bahwa ayat ini berhubungan erat dengan kisah nabi Yunus as yang pergi dan marah meninggalkan kaumnya, padahal Allah SWT belum mengizinkannya. Yunus as pergi bersama beberapa orang menaiki perahu dan ketika datang ombak yang besar, mereka pun khawatir akan tenggelam, maka mereka melakukan undian untuk melempar salah seorang di antara mereka ke laut agar beban perahu semakin ringan, ternyata hasil undian tertuju kepada Yunus as, tapi mereka enggan melemparkannya, maka mereka mengulangi lagi, dan ternyata tertuju lagi kepada Yunus as, namun mereka tetap enggan melemparkannya, maka dilakukan undian sekali lagi dan ternyata hasil undian tetap jatuh kepada Yunus as, maka Yunus as pun berdiri dan melepas pakaiannya lalu melemparkan dirinya ke laut.

Allah SWT telah mengirimkan ikan besar untuk menelan Yunus as. Allah perintahkan kepada ikan itu agar tidak memakan dagingnya dan tidak meremukkan tulangnya, karena Yunus as bukanlah makanannya, perut ikan hanyalah sebagai penjara baginya. Ada yang berpendapat, bahwa Yunus as tinggal dalam perut ikan selama 40 hari. Ketika ia mendengar ucapan tasbih dari batu kerikil di sekitarnya, maka ia pun mengucapkan, “la ilaha illa anta sub-ḥanaka inni kuntu minaẓ-ẓalimin”. Ia mengakui hanya Allah yang berhak diibadahi dan hanya Allah yang berhak disucikan dari segala aib dan kekurangan. Ia pun mengakui kezaliman dirinya.

Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman, “Maka kalau sekiranya dia (Yunus) tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari kiamat. Kemudian Kami (Allah SWT) lemparkan dia ke daerah yang tandus, sedang ia dalam keadaan sakit. Dan Kami tumbuhkan untuknya sebatang pohon dari jenis labu.” (Aş- Şaffat: 143-146).
 
Setelah Yunus as ikrar, bahwa tidak ada tuhan melainkan hanya Allah, mensucikan-Nya dan mengakui atas kesalahannya. Lalu Allah SWT mengabulkan doanya.
 
Fastajabna lahụ wa najjainahu minal-gamm, wa każalika nunjil-mu`minin “Maka Kami (Allah) telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari kedukaan. Dan demikianlah Kami (Allah) selamatkan orang-orang yang beriman”(al-Anbiya: 88)

Pelajaran yang dapat diambil dari kisah Yunus as diatas, bahwa -khususnya- dalam konteks sekarang ini umat Islam harus senantiasa meyakini bahwa tidak ada yang patut dimintai pertolongan melainkan hanya Allah SWT. Disamping itu umat Islam perlu sering introspeksi bahwa boleh jadi wabah yang merebak ini karena kita telah banyak melakukan dosa dan kesalahan, maka kita perlu mengakui keslahan- kesalahan itu lalu memohon pengampunan-Nya – la ilaha illa anta sub-ḥanaka inni kuntu minaẓ-ẓalimin.
 
Semoga Allah SWT segera mengabulkan permohonan kita dan menyelematkan dari kedukaan ini, sebagaimana Allah SWT telah mengabulkan doa nabi Yunus as. Amien. (Bersambung)
 
Penulis adalah Guru Besar Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga