Opini

Radio NU, Perintis Pengajian Jarak Jauh

Ahad, 28 Mei 2017 | 07:00 WIB

Radio NU, Perintis Pengajian Jarak Jauh

Koordinator Pusat Studi Pengembangan Pesantren (PSPP) dari Ciputat, Tangsel, menyimak pengajian Gus Mus

Pada zamannya streaming, Radio NU begitu favorit. Padahal, 4-5 tahun lalu, belum bisa diakses dengan ponsel. Live Youtube sudah ada waktu itu, tapi hanya lamat-lamat. Orang NU dan santri belum terlalu ngeh dengan platform berbasis video tersebut, relatif hingga hari ini. Pengajian almaghfurlah Kiai Idris Marzuki dari Lirboyo bakda Dzuhur, pengajian almaghfurlah Kiai Sahal Kajen bakda Ashar, digemari. Tidak kurang dari 300 orang mantengin.

Puncaknya adalah momen pengajian Gus Mus (KH A Mustofa Bisri) bakda Taraweh, sekitar pukul 21.00-22.00. Lebih dari 500 orang melebarkan telinganya untuk mndengarkan Gus Mus baca kitab. Gus Mus lebih digemari karena waktunya pas, orang-orang sudah ada di rumah, dan yang lebih penting lagi, beliau memberi keterangan, murad, atas apa yang dibacanya. Dan yang lebih menyegarkan lagi tentu saja humor-humornya. Ini berbeda dengan Kiai Idris dan Kiai Sahal yang hanya membaca dan memaknai. Secara umum, pengajian kitab kuning di pesantren, di bulan Ramadhan, memang menargetkan khatam, bukan pemahaman, seperti yang dilakukan Kiai Sahal dan Kiai Idris.

Radio NU yang berbasis di kantor PBNU Jalan Kramat Raya 164,  yang pertama mengenalkan, tepatnya termasuk yang awal-awal memopulerkan pengajian jarak jauh, di lingkungan Islam tradisional. Radio NU layak dicatat sebagai wadah yang mengenalkan orang NU atau pesantren pada teknologi.

Hari ini pengajian tidak hanya audio, tapi audio visiual. Bulan puasa tahun lalu Nutizen mulai melakukannya di App. Tahun ini di Facebook. 

Dan hari ini, puasa tahun 1438 Hijriah ini, para Nutizen (Nahdliyin di internet) tidak hanya mengaji dari satu "load speaker". Setiap kiai, pembaca kitab, pengisi pengajian, tiap pesantren dapat menyiarkan pengajiam lewat load speakernya masing-masing, dapat digelar di "halaman" masing-masing. Tinggal pilih, tinggal klik.

Radio NU sudah tidak bersinar lagi. Tapi ini bukan berarti radio internet yang beralamat di radio.nu.or.id ini gagal. Tidak. Ikhtiarnya di lantai 5 di kantor NU Online, gedung PBNU, yang kemudian dikasih ruangan mirip kos-kosan,merupakan  amal jariyah yang tidak kecil. Idenya adalah fondasi yang sangat penting, bukan kesia-siaan.

Bagaimana meneruskannya? Inilah yang harus kita jawab. Bagaimana menjawabnya?

Saya tidak mengerti. Namun, ada satu syarat mutlak yang harus kita tempelkan dengan kesadaran penuh, yakni mimpi untuk mencitpakan "kemaslahatan baru" secara bersama-sama. 

Hamzah Sahal, Koordinator Devisi Media, Informasi, dan Data, PP RMINU