Parlemen

Komisi X DPR: Sebaran Covid-19 Masih Tinggi, Pembelajaran Tatap Muka Berisiko

Sen, 4 Januari 2021 | 11:30 WIB

Komisi X DPR: Sebaran Covid-19 Masih Tinggi, Pembelajaran Tatap Muka Berisiko

Ketua Komisi X DPR RI H Syaiful Huda. (Foto: dpr.go.id)

Jakarta, NU Online

Tingkat penyebaran kasus Covid-19 di Indonesia masih tinggi atau di atas rata-rata yang dikehendaki Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk membuka pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan. 


WHO sendiri menganjurkan, sekolah baru bisa dibuka jika tingkat penyebaran kasus berada di bawah angka 5 persen. Sementara di Indonesia saat ini masih sekira 8,8 persen. Hal itu sangat berisiko apabila pembelajaran tatap muka di sekolah tetap dilaksanakan. 


“Di saat yang sama, aduan dari orang tua banyak yang ekonomi kelas bawah yang putra-putrinya banyak, tidak terurus juga di rumah. Bahkan banyak yang bermain dan akhirnya berisiko juga terjadi sebaran,” ungkap Ketua Komisi X DPR RI H Syaiful Huda, dalam galawicara di Kompas TV, Senin (4/1) pagi.


“Tapi semangatnya adalah kita ingin tidak ada masalah terkait dengan dunia pendidikan kita, terutama ketika kebijakan pembelajaran tatap muka ini dibuka,” lanjut Syaiful.


Menurutnya, kunci dari pembukaan pembelajaran tatap muka ada pada kesiapan sekolah. Namun berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang dikutip Syaiful, tingkat kesiapan sekolah sangat rendah.


“Dari 100, yang siap hanya 7 sampai 15 sekolah. Sisanya tidak siap dan tidak memenuhi ceklis sebagaimana standar protokol kesehatan,” sambung Anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) ini.


Oleh karena kebijakan pembelajaran tatap muka ini diserahkan kepada pmerintah daerah masing-masing, Syaiful mengimbau dan memohon agar mempergunakan kebijakan dengan sangat hati-hati. Lebih jauh, ia menegaskan agar tidak perlu tergesa-gesa dalam memutuskan pembelajaran tatap muka di sekolah.


“Termasuk kalau toh sudah dikeluarkan kebijakan untuk pembelajaran tatap muka pada Januari 2021, saya kira yang terbaik pilihannya adalah di level SMA dulu. Untuk SD jangan dulu sampai bulan Maret. Seminggu cukup sekali atau dua kali pertemuan saja,” ujarnya. 


Senada dengan itu, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti mengungkapkan jikapun pembelajaran tatap muka dibuka maka harus dimulai dari kelas yang paling atas atau jenjang yang lebih tinggi. 


“Nah itu bisa dilakukan untuk uji coba nanti. Itu harus dimulai dari kelas yang paling tinggi juga, misalnya kelas 6 SD, 3 SMP, dan 3 SMA,” jelas Retno.


Dalam uji coba tersebut juga, dilakukan terhadap seperempat murid terlebih dulu. Apabila jumlah keseluruhan murid di dalam kelas ada 36 anak maka sembilan murid terlebih dulu sebagai uji coba. 


“Kalau mereka patuh, baru bisa ditambah. Jadi uji coba pun harus dilakukan setelah persiapan-persiapan dilakukan. Maksudnya penyiapan infrastruktur maupun protokol kesehatan. Jadi memulai itu dengan mengedukasi dulu anak-anak agar nanti mereka bisa membudayakan adaptasi kebiasaan baru itu bisa dilakukan,” katanya. 


Retno kemudian mengapresiasi keputusan banyak kepala daerah untuk menunda pembelajaran tatap muka. Hal itu dikatakannya sebagai keputusan yang tepat. Sebab sebanyak 270 daerah di Indonesia, baru usai melaksanakan Pilkada. Hal tersebut mengakibatkan peningkatan kasus Covid-19 pada Desember lalu lantaran banyak terjadi kerumunan. 


“Lalu baru saja ada pergantian tahun, liburan, cuti bersama. Ini juga berpotensi kuat menambah jumlah kasus. Jadi kalau 4 Januari 2020 ini membuka sekolah tatap muka, saya rasa itu sangat riskan dan berisiko tinggi. Jadi memang harus sabar,” pungkasnya.


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad