Parlemen

Terancam Gulung Tikar, Pedagang Warteg Harap Uluran Tangan Pemerintah

Rab, 3 Februari 2021 | 14:30 WIB

Terancam Gulung Tikar, Pedagang Warteg Harap Uluran Tangan Pemerintah

Terancam Gulung Tikar, Pedagang Warteg Harap Uluran Tangan Pemerintah (Foto: FPKB)

Jakarta, NU Online
Ribuan pedagang warung tegal (Warteg) di wilayah Jabodetabek terpaksa pulang kampung menyusul memburuknya situasi ekonomi akibat pandemi Covid-19. Mereka pun berharap masuk skema bantuan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). 

 

Hal itu disampaikan pedagang Warteg yang tergabung dalam Pendawa Karta saat melakukan audensi dengan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) DPR RI, Rabu (3/2). 

 

Perwakilan pedagang Warteg tersebut diterima oleh Ketua FPKB DPR RI Ahmad Syamsurijal, Wakil Ketua Komisi IX Fathan Subchi, Wakil Ketua Komisi VIII Marwan Dasopang, Anggota Komisi VI Nasim Khan, dan Anggota Komisi VI Tommy Kurniawan. 

 

“Ada sekitar 1.000 pedagang Warteg di Jabodetabek dalam satu tahun terakhir terpaksa menutup usaha mereka dan pulang kampung karena terus merugi. Kami berharap kepada bapak-bapak di Fraksi PKB bisa menyampaikan keluhan kami kepada pihak yang berwenang,” ujar Koordinator Pandawa Karta, Puji Hartoyo.

 

Dia mengungkapkan saat ini ada sekitar 20.000 pedagang Warteg di Jakarta yang di ambang kebangkrutan. Omzet penjualan mereka menurun drastis jika dibandingkan dengan masa sebelum pandemi Covid-19. Penurunan omzet Warteg rata-rata turun hingga 90%. Padahal mereka harus membayar sewa kontrak dan pegawai. “Kami saat ini tidak memikirkan laba berlebih. Bisa belanja sehari-hari dan membayar sewa kontrak warung kami dan bisa bertahan saja sudah bersyukur,” katanya.

 

Puji mengungkapkan kondisi yang dialami para pedangan Warteg saat ini jauh lebih berat dibandingkan dengan kondisi krisis ekonomi tahun 1998. Menurutnya saat itu para pedagang Warteg masih bisa bertahan bahkan berkembang. “Kami telah melewati banyak kondisi sulit termasuk krisis ekonomi 98 dan krisis di awal 2009. Namun kondisi yang kami hadapi saat ini jauh lebih berat,” katanya.

 

Puji mengatakan mengetahui adanya skema PEN untuk UMKM. Namun ternyata persyaratannya yang diminta cukup rumit sehingga sebagian besar pedagang Warteg kesulitan untuk mengaksesnya. “Semua skema bantuan modal melalui lembaga keuangan formal yang juga memberikan persyaratan formal seperti tidak mempunyai pinjaman bank, harus ada nomor pokok wajib pajak, dan beberapa persyaratan administratif lainnya yang justru menyulitkan kami di lapangan,” keluhnya. 

 

Menanggapi keluhan pedagang ini Ketua Fraksi PKB DPR Ahmad Syamsurijal mengaku prihatin atas tantangan ekonomi yang dihadapi oleh para pedagang Warteg. Menurutnya pandemi Covid-19 benar-benar memberikan pukulan hebat bagi laju roda ekonomi di tanah air. “Kami tentu sangat prihatin dengan kondisi yang bapak-ibu alami, kami akan berusaha semaksimal mungkin melalui anggota kami di Alat Kelengkapan DPR untuk menyampaikan persoalan bapak ibu ke pihak terkait,” katanya. 
Wakil Ketua Komisi XI DPR Fathan Subchi mengatakan sangat memahami aspirasi dari para pedagang Warteg. Pihaknya melalui Komisi XI akan mendorong agar Program Pemulihan Ekonomi kedepan tidak hanya menyasar usaha besar tetapi juga kluster UMKM termasuk para pedagang Warteg. “Kami sangat memahami aspirasi dari warga warteg, kami mencoba untuk mendorong agar PEN kedepan tidak hanya menyasar usaha besar tapi juga UMKM termasuk Warteg,” katanya. 

 

Dia menyarankan agar paguyupan Warteg seperti Pandawa Karta memiliki entitas keuangan bersama yang bisa mengakses kredit ke lembaga keuangan dengan margin bunga rendah. Hal itu akan memudahkan para pedagang Warteg untuk mengakses modal sehingga memungkinkan mereka tetap bertahan dalam kondisi sulit seperti saat ini. “Akan lebih baik jika teman-teman Warteg punya lembaga keuangan yang bisa mengakses kredit ke lembaga keuangan dengan margin bunga tipis,” katanya. 

 

Anggota Komisi VI Nasim Khan mengatakan memang ada potensi ketidaktepatan penyaluran bantuan modal dalam skema PEN untuk UMKM. Dirinya bahkan pernah menanyakan hal tersebut kepada Kementerian Koperasi dan UMKM yang menjadi mitra Komisi VI. Menurutnya, masukan dari pelaku UMKM seperti para pedagang Warteg akan menjadi bahan bagi dirinya untuk melakukan komunikasi ke Kemenkop UMKM. 

 

“Kami tentu berharap agar para pedagang Warteg masuk skema PEN untuk UMKM, namun ternyata mereka mengaku kesulitan mengakses sehingga sebagian dari mereka harus gulung tikar. Ini akan kami sampaikan ke kementerian yang menjadi mitra kami,” katanya.

 

Wakil Ketua Komisi VIII Marwan Dasopang mengatakan akan mengusulkan ke Kementerian Sosial untuk mengubah skema penyaluran bansos. Menurutnya diniscayakan jika paket-paket bahan mentah yang diberikan kepada penerima bansos bisa diberikan dalam bentuk makanan siap saji di mana Warteg atau warung makanan di wilayah penerima bansos bisa menjadi penyalurnya. 

 

“Dengan demikian ini ibarat sekali dayung dua tiga bisa kita lalui. Kita tidak hanya membantu warga yang kesulitan makanan sehari-hari tetapi juga menghidupkan roda perekonomian dari para pelaku UMKM seperti pedagang Warteg ini. Dan harus diingat jika pedagang Warteg bergerak maka pedagang sayur, bahan makanan di pasar-pasar juga bisa berputar roda perekonomian mereka,” pungkasnya.