Parlemen

Wakil Ketua MPR RI Dorong Aturan Turunan UU Pesantren

Sen, 12 Oktober 2020 | 13:45 WIB

Wakil Ketua MPR RI Dorong Aturan Turunan UU Pesantren

Wakil Ketua Majlis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Jazilul Fawaid. (Foto: dpr.go.id)

Jakarta, NU Online

Undang-undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI atas persetujuan Presiden Joko Widodo pada September 2019 lalu. Kehadiran UU Pesantren bertujuan untuk menjamin penyelenggaraan pesantren melalui tiga fungsi yaitu fungsi pendidikan, fungsi dakwah, dan fungsi pemberdayaan masyarakat. 


UU Pesantren menjadi payung hukum dalam mengembangkan kualitas dan kuantitas pesantren dalam dan dalam rangka menghadapi pembangunan berkelanjutan atau SDGs (Sustainable Development Goals). Hadirnya UU ini maka pesantren tidak lagi dianggap sebelah mata oleh masyarakat umum. 


Namun setahun setelah UU disahkan, UU yang didorong langsung oleh Nahdlatul Ulama dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini belum digubris oleh pemerintah. Seharusnya, setahun setelah UU ini disahkan sudah ada beberapa aturan turunan yang membahas mengenai pesantren. 


Atas persoalan ini, Wakil Ketua Majlis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Jazilul Fawaid meminta kepada pemerintah untuk segera membuat aturan turunan terkait UU Pesantren. Kata dia, aturan turunan dibuat agar lembaga pendidikan keagamaan Islam seperti pesantren segera mendapatkan haknya. 


“UU Pesantren yang sudah diputuskan DPR setahun lalu harus segera dibarengi dengan pembuatan Perpres atau PP sebagai aturan teknis turunan dari UU. Undang-undang Pesantren yang sampai saat ini belum berdaya guna sehingga keberadaan pesantren belum terentaskan dari masalah yang selama ini membelitnya,” ujar Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid, Ahad (11/10) kemarin. 


Menurut Jazilul, dulu saat proses pembuatan UU Pesantren berjalan diwarnai dengan dinamika yang panjang antar anggota DPR RI dan masyarakat. Jangan sampai, kata dia, perjuangan tersebut tidak ternilai dengan mandek begitu saja.

 

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menyebutkan, tidak hanya pada persoalan belum dibuatnya Perpres atau PP UU Pesantren tetapi Bantuan Operasional Pesantren (BOP) yang ada dalam RAPBN 2021 yang tidak dicantumkan oleh pemerintah. 


Intinya, Wakil Ketua Umum DPP PKB ini meminta kepada pemerintah agar UU Pesantren secepatnya bisa berdaya, sekaligus untuk menghormati dan menghargai peran kiai, santri, dan pesantren dalam sejarah perjuangan bangsa.


“Inilah yang perlu diperhatikan oleh pemerintah kepada pesantren yang dalam sejarah ikut memerdekakan republik ini. Kalau santri kecewa nggak ada masalah namun sebagai kekuatan yang mendirikan republik kok dikecewakan. Masa hanya Rp 2 triliun atau berapa ini dianggap terlalu besar,” katanya. 


Jauh sebelum UU ini direspons oleh pemerintah, Wakil Sekretaris Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) H Masduki Baidlowi telah membeberkan mengenai UU ini. Menurut pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang biasa disapa Cak Duki ini, urgensi UU Pesantren adalah sebagai afirmasi atas pendidikan pesantren karena Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 belum mewakili sistem pendidikan pesantren.  


“UU Sisdiknas tidak mengatur pendidikan pesantren secara rinci. Segala persoalan terus kita komunikasikan agar UU ini langsung dapat diterapkan,” kata Cak Duki beberapa waktu yang lalu di PBNU. 


Pewarta: Abdul Rahman Ahdori

Editor: Fathoni Ahmad