Pustaka

4 Buku Kumpulan Cerpen untuk Temani Ramadhan dan Idul Fitri

Rab, 12 April 2023 | 18:00 WIB

4 Buku Kumpulan Cerpen untuk Temani Ramadhan dan Idul Fitri

4 Buku Kumpulan Cerpen untuk Temani Ramadhan dan Idul Fitri. (Foto: NU Online/Syakir)

Di akhir Ramadhan, santri dan pelajar sudah memasuki masa-masa libur. Bagi para pekerja pun, waktu libur lebaran akan tiba pada pekan ketiga dan keempat bulan Ramadhan. Ada banyak waktu luang yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan positif, di antaranya adalah membaca.


Selain memperbanyak tadarus, salah satu hal yang bisa dilakukan untuk mengisi waktu luang tersebut adalah membaca buku, di antaranya kumpulan cerpen. NU Online menghadirkan empat kumpulan cerpen yang dapat mengisi waktu-waktu senggang selama Ramadhan di libur lebaran.


Cerpen merupakan akronim dari cerita pendek, sebuah karya sastra dengan bentuk prosa yang bisa dibaca dengan sekali duduk. Tidak butuh waktu lama untuk menyelesaikan satu cerita. Di dalam buku kumpulan cerpen, terdapat beberapa cerita yang satu dengan lainnya tidak saling berkesinambungan. Karenanya, pembaca dapat memilih cerita mana yang hendak dibaca lebih dulu.


Meskipun ceritanya ringkas, tetapi cerpen dapat menghadirkan berjuta hikmah bagi pembacanya. Ada berbagai pelajaran penting yang bisa dipetik dari kisah yang demikian ringkas. Sebab, bagaimanapun, karya sastra mampu memberikan pengalaman kepada pembaca tanpa harus mengalaminya sendiri.


Berikut ada empat kumpulan cerpen yang NU Online rekomendasikan untuk dibaca di penghujung Ramadhan dan lebaran, yaitu (1) Lukisan Kaligrafi, (2) Senyum Karyamin, (3) Robohnya Surau Kami, dan (4) Panggilan Rasul.


1. Lukisan Kaligrafi

Buku ini memuat 15 cerpen karya KH Ahmad Mustofa Bisri. Sebagian cerpennya terbit di sejumlah media nasional, sedang sebagian lainnya belum terpublikasikan. Cerpen-cerpen ini banyak berkisah tentang lingkungan pesantren sebagaimana latar belakang penulisnya yang seorang kiai. Ada pula yang bercerita mengenai perjodohan atau perkawinan.


Menariknya, cerpen-cerpen karya Gus Mus ini mengandung berbagai macam kejutan yang akan membuat pembaca tidak menduga-duganya. Pun beberapa cerpen memuat kisah-kisah yang tak biasa, di luar nalar manusia biasa, tetapi akrab di telinga masyarakat pesantren.


Cerpen-cerpen ini lebih banyak menekankan pada sosok tokohnya. Tak pelak, judulnya pun berupa nama tokohnya, seperti Gus Jakfar, Gus Muslih, Ning Ummi, Kang Amin, Kang Kasanun, Ndara Mat Amit, Mbah Sidiq, dan Mbok Yem. Namun, ada pula yang tidak berjudul nama tokohnya, seperti Amplop-Amplop Abu-Abu, Bidadari Itu Dibawa Jibril, Iseng, Lebaran Tinggal Satu Hari Lagi, Lukisan Kaligrafi, Mubalig Kondang, dan Ngelmu Sigar Raga.


2. Senyum Karyamin

Bila buku di atas banyak berkisah tentang pesantren, rekomendasi kedua ini lebih banyak bercerita tentang wong cilik, mulai dari pekerja kasar, buruh, sampai pengemis di bus. Demikianlah kekhasan cerpen-cerpen yang ditulis oleh Ahmad Tohari. Buku ini memuat 13 cerpen karyanya dari tahun 1976 sampai 1986.


Berkatain dengan wong cilik, tentu saja yang dikisahkan adalah perihal penderitaannya yang demikian pedih, seperti kelaparan di tengah pekerjaan berat yang harus dituntaskan, keracunan singkong, mayat yang tak terurus, hingga kehamilan seorang perempuan tanpa suami yang membuat heboh kampung.


Namun, ada pula cerita yang sedikit di luar nalar seperti beberapa cerpen Gus Mus di atas. Cerpen karya Ahmad Tohari yang demikian itu berjudul Pengemis dan Shalawat Badar. Cerpen ini mengisahkan seorang pengemis yang meminta-minta di bus sembari melantunkan Shalawat Badar. Ia sempat diusir oleh kondektur saat bus telah melaju kencang, sebelum ia keluar sembari tetap dengan melantunkan shalawat yang sama.


3. Robohnya Surau Kami

Berbeda dari dua buku di atas, kumpulan cerpen ini mengisahkan cerita tentang orang-orang yang haus pengakuan, baik dari sisi agama maupun sosial. Dari sisi agama, cerita Ajo Sidi dalam Robohnya Surau Kami seolah membutuhkan pengakuan bahwa dirinya menahbiskan diri untuk mengabdi kepada Tuhan dengan aktif beribadah di surau, tetapi di sisi lain, ia sendiri melupakan keluarganya. Menariknya, cerpen tersebut menampilkan dialog imajiner di alam akhirat.


Ada pula yang haus pengakuan di ranah sosial seperti yang ditunjukkan dalam cerpen Anak Kebanggaan. Anak yang dibangga-banggakan itu tidak pula mengabarkan berita kelulusannya sebagai dokter. Bahkan surat-surat yang dikirimi ayahnya kembali ke pengirimnya, tak sampai ke putranya itu.


Kisah-kisah cerpen tersebut menarik benang merah mengenai perlunya manusia hidup dengan manusia lainnya. Membaca cerpen-cerpen tersebut akan menumbuhkan jiwa dan semangat hidup kita sebagai makhluk sosial yang perlu untuk berinteraksi dengan manusia lainnya, tidak sibuk hanya memikirkan dunianya sendiri.


Buku ini memuat 10 cerpen karya Ali Akbar Navis, seorang sastrawan kenamaan asal Sumatra Barat. Kumpulan cerpennya ini terbit pertama kali pada tahun 1986.


4. Panggilan Rasul

Buku ini merupakan karya Hamsad Rangkuti. Berbeda dengan kumpulan cerpen lainnya, buku Hamsad yang ini banyak berkisah mengenai cerita-cerita yang berkaitan dengan peristiwa agama, seperti lebaran, khitan, mengaji, hingga lailatul qadar.


Berkaitan dengan lebaran, ada empat cerpen, yaitu Salam Lebaran, Malam Takbir, Hujan dan Gema Takbir, dan Reuni. Tentang malam lailatul qadar, ada dua cerpen, yakni Lailatul Qadar dan Malam Seribu Bulan. Ada juga yang berkisah tentang pengajian, yaitu Ayahku Seorang Guru Mengaji. Sementara yang bercerita tentang khitan adalah Panggilan Rasul.


Cerpen-cerpen tersebut mengisahkan berbagai ironi yang muncul di tengah masyarakat di waktu-waktu yang harusnya penuh sambutan gegap gempita. Hal demikian memberikan pembelajaran yang berarti bagi pembaca, khususnya dalam bersyukur dan bersabar.


Buku-buku kumpulan cerpen itu, kecuali Robohnya Surau Kami, bisa dibaca melalui aplikasi iPusnas, yaitu aplikasi digital milik Perpustakaan Nasional. Melalui aplikasi itu, kita bisa membaca berbagai macam buku yang tersedia secara digital dan gratis akses.


Penulis: Syakir NF

Editor: Fathoni Ahmad