Risalah Redaksi

Belajar dari Hoaks yang Menyerang Gus Yahya

Kam, 14 Juni 2018 | 12:45 WIB

Sebuah meme yang dengan kata-kata NU kerja sama dengan Israel dengan ilustrasi wajah KH Yahya Staquf beredar luas sebagai respons atas kunjungan kunjungan Gus Yahya ke Yerusalem. Itulah penyesatan informasi pertama yang menyertai kontroversi kunjungan tersebut. Tak cukup satu meme itu, produksi haoaks terus dilakukan secara berseri selama keberadaannya di sana. Akun dengan nama-nama yang mengidentifikasi diri sebagai kelompok Muslim menyebarluaskannya dengan masif.  Segala hal tentang kunjungan Gus Yahya terus “digoreng” untuk membangun opini yang mendiskreditkannya.

Upaya penyesatan informasi ini menunjukkan adanya upaya sistematis yang dengan sengaja ingin mendiskreditkan NU dengan memanfaatkan isu Palestina, terlepas dari diskusi soal apakah diplomasi tersebut tepat atau tidak dalam memperjuangkan Palestina. Bukan kali ini saja kejadiannya dan yang melakukannya juga akun-akun media sosial yang tak jauh berbeda. Ideologi gerakan agama dan politiknya dengan gampang bisa ditebak. Umumnya mereka merasa dirinya paling Islam, paling memperjuangkan Islam. Yang di luar dirinya dianggap tidak layak mengatasnamakan pembela Islam atau hanya boleh jadi pengikutnya. 

Segala hal yang dianggapnya kelemahan kelompok lain, dengan segera diolah untuk menjatuhkan sesama Muslim.  Kalau perlu dibuat penyesatan informasi agar tujuannya tercapai. Pasukan buzzer-nya dengan sigap, cukup dengan ujung jarinya, menyebarluaskan informasi sesat tersebut ke berbagai platform media sosial. 

Publik awam yang tidak tahu menahu dan kemudian terprovokasi ikut menyebarkan informasi tersebut. Bahkan merasa mendapat pahala karena menyebarluaskan sebuah “kebenaran”.  Isunya sengaja dikemas secara menarik dan menyentuh dengan mengatasnamakan membela Islam. Pendekatannya hitam putih sehingga dengan gampang mempengaruhi banyak orang. Yang tidak ikut bersimpati, dianggapnya anti-Islam.

Dalam konteks tersebut, agama sesungguhnya hanya topeng untuk meraih simpati publik. Tujuan sebenarnya yang menjadi target bisa saja berbeda. Mungkin saja tujuannya adalah kemenangan politik pada kontestasi politik 2019. Bisa saja tujuan sekadar meraih keuntungan finansial berupa pengikut akun yang semakin bertambah atau kunjungan di web yang semakin banyak yang ujung akhirnya adalah masuknya pendapatan iklan. Atau bahkan sekadar ketidaksukaan kepada kelompok lain. 

Mereka pula yang suka sekali menyampaikan bahwa Islam harus bersaudara atau bersatu saat mereka dalam kondisi terdesak. Saat dalam posisi unggul, mereka meminta pihak lain untuk menjadi pengikutnya dan tidak memberi peran yang signifikan kepada orang-orang yang di luar kelompoknya. 
Itulah realitas sesungguhnya hubungan antara kelompok-kelompok Muslim di Indonesia yang memang sangat beragam dan memiliki spektrum yang sangat luas. NU sejak didirikan sudah terbiasa distigmakan dengan beragam stereotip jelek seperti pelaku bid’ah atau bahkan disesatkan dalam beragama. Toh, hingga kini, NU tetap berdiri kokoh dan terus memperjuangkan Islam Ahlusunnah wal Jamaah dan menjaga persatuan bangsa. 

Sesungguhnya tidak ada ajaran Islam yang menyuruh melakukan menyesatan informasi atau membuat hoaks. Bahkan, informasi benar pun, jika dikhawatirkan menimbulkan mudarat bagi masyarakat, tidak boleh disebarluaskan. Tapi banyak orang yang lupa dengan ajaran ini, nafsu telah mengalahkan nilai-nilai baik yang disebarkan oleh Islam demi kepentingan pribadi atau kelompoknya. 

Kemunculan media sosial dengan kecepatan berbagi informasi yang luar biasa menuntut pendekatan baru dalam upaya mengatasi penyesatan-penyesatan informasi dan menyebaran hoaks. Dahulu, forum tabayyun dengan bertemu kepada para kiai yang otoritatif menjadi sarana untuk mencari informasi yang jelas. Kini, informasi menyebar dengan jumlah dan kekuatan luar biasa. Isu lama belum selesai diklarifikasi, sudah muncul isu baru yang juga tidak jelas.

Media sosial memiliki kekuatan dalam pelibatan publik pada isu-isu kemasyarakatan. Dulu hanya media massa yang mampu menyebarkan informasi secara luas. Dari beragam isu yang muncul, redaksi media memilih isu yang layak untuk disampaikan ke publik. Kini media sosial menjadi bagian penting dalam penyebaran informasi kepada masyarakat. Info dari media sosial seringkali mendahului media massa. Siapa saja bisa mengunggah informasi atau menyampaikan opini. Hal-hal yang dinilai menarik akan dibagi oleh publik sehingga menjadi viral.

Dengan maraknya hoaks yang disebarkan melalui media massa, maka media massa kembali memiliki relevansinya kepada publik. Kerja-kerja media massa didasari atas kode etik dan proses peninjauan secara berjenjang, dari pewarta di lapangan, redaktur, sampai  dengan pemimpin redaksi. Hal ini untuk memastikan informasi yang sudah keluar dari dapur redaksi sudah melalui proses verifikasi sehingga layak untuk konsumsi publik. Untuk informasi ke-NU-an dan keislaman, NU Online berusaha menjadi sumber rujukan bagi warga NU, masyarakat yang menginginkan informasi yang akurat tentang NU. 

Soal kunjungan Gus Yahya di Yerusalem, apa yang dilakukan adalah bagian dari perjuangan diplomasi yang dengan tulus ia lakukan demi kemerdekaan Palestina. Dengan tegas, ia menyatakan bahwa keberadaannya di sana adalah untuk Palestina. Apa yang dilakukannya merupakan bagian langkah-langkah yang juga dilakukan oleh para pihak lainnya yang peduli dengan Palestina. Mungkin saja hasilnya tidak dapat dilihat dengan segera, tapi itu bagian dari proses panjang yang harus terus dilakukan. Komitmen NU terhadap Palestina tidak perlu diragukan lagi sejak dulu, kini dan di masa yang akan datang. (Achmad Mukafi Niam)