Risalah Redaksi

Bertarekat untuk Menjernihkah Jiwa

Jum, 19 Januari 2018 | 08:41 WIB

Manusia kini hidup semakin mudah dengan segenap peralatan canggih yang membantu melaksanakan beragam tugas. Mobil, pesawat, telepon cerdas adalah di antara perangkat yang kini jamak digunakan oleh masyarakat. Sayangnya, kemudahan hidup bukan berarti ketenangan jiwa. Alat-alat yang seharusnya untuk membantu kemudahan hidup telah berubah menjadi tujuan hidup. Bahwa kepemilikan barang-barang tertentu menunjukkan tingkat kesuksesan seseorang. 

Mereka yang telah memiliki barang tertentu pun berhasrat untuk memiliki barang yang sama tetapi lebih baik, lebih baru. Para produsen dan pengiklan berusaha menciptakan kesan bahwa orang-orang yang memiliki produk terbaru adalah yang paling keren, paling update, dan segala macam nilai-nilai yang disematkan kepada pembeli. Yang tidak memiliki, berarti para pecundang. Dan untuk memiliki produk terbaru, segala kemudahan diberikan seperti pembayaran cicilan, pembelian secara daring dan diantar sampai ke rumah. Itulah konsumerisme yang telah menjadi nilai banyak orang.

Persaingan hidup pun semakin keras. Mereka yang masih sekolah dituntut belajar keras karena nilai bagus akan menentukan masa depan. Yang sudah lulus kuliah bersaing dengan sengit untuk mendapatkan pekerjaan mengingat antara kesempatan kerja dan jumlah pelamar tidak seimbang. Yang sudah bekerja pun dituntut memenuhi target-target tinggi dari perusahaan mengingat perusahaan harus berkompetisi dengan perusahaan lainnya untuk merebut hati konsumen.

Bagi yang tidak terlalu banyak aktifitas, media sosial telah menghabiskan sebagian waktu mereka sehari-hari, mulai dari memperbaharui status, menonton video, membagi kiriman atau sekadar membaca-baca tulisan yang menarik. Banyak orang dalam satu ruangan, berniat untuk bertemu. Toh, masing-masing sibuk dengan gawainya. Telepon cerdas telah mendekatkan yang jauh, tetapi menjauhkan yang dekat. 

Kini, waktu untuk merenungkan apa tujuan hidup yang sebenarnya di dunia ini? Apa makna dari hidup ini menjadi sulit dicari. Apa yang kita kejar sesungguhnya hal-hal yang fana. Hari-hari yang kita jalani segala kesibukan dengan tanpa terasa sampai akhirnya baru menyadari bahwa kita telah menua tanpa memberi makna.  

Kegelisahan-kegelisahan jiwa menjadi persoalan yang jamak karena tekanan hidup yang semakin keras ini. Di beberapa negara, orang menyelesaikan persoalan dengan mengonsumsi obat penenang, narkoba atau alkohol, atau datang ke psikiater. Konsumsi obat penenang dari tahun ke tahun terus meningkat. Tidur nyenyak, bagi sebagian orang merupakan suatu kemewahan yang mahal. Yang hanya bisa diperoleh setelah berkonsultasi dengan par psikolog atau psikiater dan minum obat tertentu. 

Tasawuf merupakan salah satu cara untuk menjaga kita untuk tetap fokus dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini hanyalah sarana untuk mencapai ridha Allah. Tasawuf mempelajari tentang rahasia terdalam manusia, yaitu soal hati. Jangankan orang lain, bahkan kita sendiri pun tertipu oleh motif sebenarnya ketika kita melakukan sebuah tindakan. Atau kita sebenarnya tahu bahwa niat kita tidak tulus, seperti shalat untuk pamer, tetapi toh tidak mudah untuk meluruskan niat. Hati, merupakan sesuatu yang kondisinya tidak stabil. Rasulullah mengatakan bahwa iman bisa berubah-ubah antara pagi dan sore. Ada kalanya meningkat, dan ada kalanya menurun. 

Tarekat merupakan jalan atau metode untuk mencapai hakikat hidup yang diajarkan oleh tasawuf. Nahdlatul Ulama mengakui 40 aliran tarekat sebagai kelompok yang muktabarah, yang diakui kebenarannya, yang para guru sufinya memiliki sanad bersambung dengan Rasulullah. Mereka bergabung dalam Jamiyah Ahlut Thariqah al-Mu’tabaran an-Nahdliyah (Jatman) yang baru-baru ini menyelenggarakan kongres dan kembali memilih Habib Luthfi bin Yahya untuk menjadi pemimpin tertinggi untuk lima tahun ke depan. 

Seiring dengan perkembangan zaman, kini saatnya Jatman menyasar kelompok-kelompok urban dan generasi milenial untuk membantu mereka menata hatinya. Kebanyakan mereka adalah orang-orang yang secara ekonomi masuk kelompok kelas menengah, memiliki militansi agama yang cukup tinggi, tetapi pengetahuan agamanya minim. Banyak di antaranya terjerat pada pandangan agama yang tekstualis. Akhirnya berpandangan keras dan sedikit-sedikit haram atau bid’ah. Tarekat akan membantu melembutkan jiwa mereka, menghadapi tantangan-tantangan zaman yang semakin kompleks menuju tujuan sejati atau hakikat hidup.  

Kelompok itu pula yang rentan mengalami hedonisme. Setelah dari kecil dididik untuk belajar keras untuk mencapai cita-cita yang ditanamkan orang tua. Dan kemudian dewasa disibukkan dengan urusan pekerjaan dan target-target dan akhirnya secara ekonomi mapan dan memiliki kedudukan yang mamadai. Lalu, timbul pertanyaan, apa tujuan hidup ini ketika semuanya sudah tercapai. Dengan bekal ilmu agama yang seadanya, yaitu sekadar bisa ngaji dan shalat karena ketika masih kecil fokus ke belajar materi-materi umum, akhirnya mereka kebingungan mencari makna dan tujuan hidup. 

Ada kesalahan pandangan bahwa bertarekat berarti meninggalkan segala urusan dunia dan menghabiskan waktu hanya dengan berdzikir. Pandangan ini harus diluruskan bahwa bertarekat ini adalah bagaimana menata hati. Bisa saja miskin, tetapi yang dipikirkan adalah urusan dunia saja. Sebaliknya kaya, tetapi hatinya tidak terikat dengan harta yang dimiliki. Semuanya diarahkan untuk mencapai hakikat hidup, yaitu mencari ridha Allah. 

Tasawuf dan tarekat, menjadi semakin penting perannya di zaman yang secara materi semakin mudah tetapi sesungguhnya hidup semakin kompleks. Mari menyejukkan jiwa dan menata hati. (Achmad Mukafi Niam)