Risalah Redaksi

Jangan Sampai karena Urusan Pemilu Bangsa ini Pecah

Ahad, 19 Mei 2019 | 12:30 WIB

Jangan Sampai karena Urusan Pemilu Bangsa ini Pecah

Ilustrasi (Antara)

Pengumuman hasil pemilu 2019 akan dilaksanakan pada Rabu, 22 Mei. Pihak yang tidak puas atas proses pemilu yang sudah berlangsung selama ini mewacanakan akan menggelar aksi besar-besaran. Berbagai narasi yang menjurus kepada kekerasan beredar di media sosial. Situasi ini membuat masyarakat menjadi takut bahwa pada saat pengumuman hasil pemilu nanti akan berujung pada kekerasan. Bahkan kedutaan besar Amerika Serikat mengeluarkan travel warning untuk tidak bepergian ke Indonesia pada tanggal tersebut.

Kekerasan yang terjadi akibat konflik politik antarelite telah banyak terjadi di sejumlah negara. Irak, Afganistan, Yaman, Sudah, dan sejumlah negara Muslim lainnya menjadi pelajaran bagi bangsa Indonesia untuk lebih bijak dalam mengatasi persoalan yang terjadi antar anak bangsa. Dengan jelas, hari ini kita bisa melihat kondisi sosial ekonomi negara-negara tersebut. Kekerasan tidak henti-hentinya terus terjadi. Nyawa manusia sudah tidak lagi berharga. Pengungsian besar-besaran, bencana kelaparan dan kesehatan, serta berbagai persoalan lainnya. 

Siapa yang bertanggung jawab atas semua ini. Tentu semuanya memiliki kontribusi atas persoalan yang sudah menjadi karut-marut dan susah diurai. Tetapi tanggung jawab terbesar ada pada elit politik yang memilih menggunakan cara-cara kekerasan untuk menyalurkan ketidakpuasan atas suatu hasil yang tidak sesuai dengan harapan mereka. 

Rakyat Indonesia memiliki komitmen keagamaan yang sangat tinggi. Jika suatu persoalan dikaitkan dengan nilai agama, maka hal tersebut akan dengan mudah masuk dalam pikiran mereka. Menjadi berbahaya jika ketidakpuasan atas hasil pemilu dibikin narasi sebagai membela Islam. Padahal hampir 90 persen penduduk Indonesia beragama Islam dan kontestan capres-cawapres yang bertarung kedua-duanya beragama Islam. 

Sejumlah ulama di tingkat nasional ataupun di daerah telah berupaya untuk menjalin silaturrahmi yang terputus akibat perbedaan pilihan politik pada pemilu 2019. Mereka berpendapat, pemilu telah selesai. Jika ada sengketa pemilu, maka hal terbaik adalah melalui jalur hukum yang sudah disediakan. Ini merupakan cara yang elegan dan terhormat untuk menyelesaikan masalah.

Laporan mengenai Situng yang dinilai hasilnya tidak akurat juga ditanggapi dengan baik oleh Bawaslu yang memutuskan agar KPU membenahi prosedur unggah formulir C1 di Situng. Hal ini menunjukkan bahwa lembaga penyelenggara pemilu tersikap adil dan mengakomodasi siapa saja sejauh laporan yang disampaikan disertai dengan bukti yang memadai. Keluhan-keluhan atas kecurangan yang dianggap terjadi sudah seharusnya juga dilaporkan. Rakyat Indonesia akan bersama-sama dapat menilai dan apakah hal tersebut benar-benar terjadi. Hal ini penting bukan hanya untuk menuntaskan kecurangan yang ada, tetapi juga untuk memperbaiki sistem yang ada agar hal serupa tidak terjadi di masa mendatang. 

Dalam situasi seperti ini, peran aparat keamanan sangat krusial. Mereka memiliki peran untuk secara psikologis menjaga rasa aman masyarakat. Polisi telah melakukan sejumlah penangkapan terhadap teroris yang diduga akan menumpang aksi 22 Mei dengan melakukan peledakan bom.  Mereka telah memiliki prosedur yang baik bagaimana mengatasi ancaman yang terjadi dan bagaimana mengantisipasi agar hal tersebut tidak terjadi. 

Namun demikian, jika terjadi upaya kelompok tertentu yang melakukan provokasi agar terjadi kekerasan, aparat keamanan dituntut untuk bisa bersikap tegas tetapi dengan tidak melakukan kekerasan kepada massa. Kekerasan yang terjadi, bisa menjadi alasan untuk melakukan tindakan-tindakan aksi massa selanjutnya di seluruh Indonesia. Ada orang-orang tertentu yang memang suka jika terjadi kerusuhan, dan mereka akan memanfaatkan situasi tersebut untuk kepentingan pribadi mereka. 

Situasi pascapemilu 2019 lebih ditentukan oleh bagaimana para elit bangsa ini, yang sebelumnya bertarung dan berkelompok dalam kubu-kubu tertentu, untuk mencari model penyelesaian masalah yang elegan. Massa sesungguhnya hanya mengikuti apa kata elit. Karena itu, narasi rekonsiliasi harus terus digaungkan untuk menunjukkan bahwa bangsa ini cinta damai. Jika narasi damai menguat di masyarakat, maka upaya-upaya  kekerasan tidak akan mendapat legitimasi rakyat. Kredibilitas politisi yang mendorong terjadinya kekerasan akan jatuh. Dengan demikian, omongan dan pengaruhnya tidak akan lagi di dengar oleh rakyat. Itulah yang paling ditakutkan oleh para politisi.

Sikap legowo bagi yang kalah dan tidak jumawa bagi yang menang dari elit akan mempengaruhi penerimaan dari masyarakat. Para elit sudah seharusnya menekankan kepada rakyat bahwa proses pemilu sudah selesai dan sengketa pemilu harus diselesaikan melalui mekanisme hukum yang ada. Sesungguhnya, jika terjadi ketidakstabilan di negera ini, maka yang paling menjadi korban adalah rakyat jelata yang ekonominya terganggu, bahkan menjadi korban kekerasan fisik. Para elit, akan tetap dalam kondisi nyaman dari karir yang sudah lama mereka bangun. 

Dunia internasional akan melihat bagaimana  bangsa Indonesia menyelesaikan problem pemilu saat ini. Kematangan kita sebagai sebuah bangsa ditunjukkan bagaimana kita mencari solusi persoalan bangsa. Kita meyakini bahwa dengan niat baik dan prasangka baik, maka apapun persoalan bangsa yang kita hadapi, akan dapat diselesaikan dengan baik.  (Achmad Mukafi Niam)