Risalah Redaksi

Runtuhnya Mitos Mekanisme Pasar

Kam, 5 Februari 2009 | 06:57 WIB

Ketika negeri ini menganut tata-kapitalisme tulen sejak reformasi, yang sebelumnya hanya kapitalisme semu, maka semua perkara mulai dari ekonomi sendiri, masalah sosial, ilmu pengetahuan dan politik dijalankan dan ditimbang menurut mekanisme  pasar. Pasar dianggap sebagai tata kehidupan yang memiliki mekanisme yang serba teratur dan objektif. Objektivitas itulah yang diserahi tanggung jawab untuk mengelola mekanisme itu secara adil menurut hukum suplay and demand (ketersediaan dan permintaan).

Mekanisme atau tepatnya hukum pasar itu memperlihatkan sosoknya ketika terjadi kenaikan atau penurunan harga minyak dunia, dimana pemerintah yang menetapkan harga berdasarkan daya beli masyarakat mulai dituntut untuk menyesuaikan dengan harga pasar. Pemerintah mengurangi subsidi minyak dengan alasan mengikuti kenaikan harga minyak dunia. Tetapi ketika harga minyak turun ternyata pemerintah tidak mau menurunkan harga, maka timbullah protes, dimana pemerintah tidak mentaati mekanisme pasar, padahal harga minyak tidak hanya turun tetapi telah anjlok serendah-rendahnya.<>

Baru ketika ada tekanan sosial dan politik baik dari rakyat, parlemen termasuk pengusaha pemerintah mau menurunkan harga, agar ekonomi nasional bangkit.  Karena tekanan yang kuat beserta datangnya musim kampanye politik Pemilu 2009, pemerintah terpaksa menurunkan harga minyak, demi kepentingan politiknya sendiri, bukan untuk memulihkan ekonomi nasional. Sebagai rentetannya diharapkan oleh semua pihak dengan menurunnya harga minyak ini semua harga barang dan jasa juga turun, dan ini menjadi ajang kampanye yang subur.

Tetapi apa yang terjadi, walaupun harga minyak telah turun beberapa kali hingga mencapai belasan persen, tetapi tidak satupun pengusaha yang mau menurunkan harga, terutama pengguna minyak yaitu sektor transportasi. Ketika harga minyak naik, sektor ini langsung menuntut kenaikan. Tetapi ketika harga minyak turun mereka sepakat untuk tidak menurunkan ongkos angkutan. Mereka tidak mau tahu dengan mekanisme pasar, pengusaha angkutan dengan kasar memeras para pengguna jasa, mereka sama sekali tidak mau menurunkan tarif. Pemerintah mengklaim bahwa aturannya ditaati, padahal di lapangan dikhianati. Aparat pemerintah tidak ada yang melakukan pengawasan atau razia, hanya bikin pernyataan di media massa, akhirnya para penumpang rugi sendiri tanpa perlindungan dari lembaga konsumen sekalipun.

Akhirnya rakyat sebagian melakukan reaksi dengan tindakannya sendiri, melakukan bepergian dengan menggunakan kendaraan pribadi. Hal itu dimungkinkan karena harga minyak sudah turun sehingga biaya bisa lebih ditekan, mengharapkan mekanisme pasar sudah tidak bisa lagi, langkah sendiri lebih dipercayai. Maka akibatnya kemacetan meningkat di mana-mana, para pengendara sepeda motor makin memadati kota-kota besar, sehingga kesemrawutan di jalan dan segala angkutannya  tak lagi terkendalikan.

Ketika pemerintah tidak lagi berkuasa, karena telah menjadi pengusaha, sementara pengusaha tidak lagi taat pada mekanisme pasar. Maka pasar kemudian diatur oleh kekuatan politik, sementara politik tidak dikendalikan lagi oleh pemerintah tetapi oleh kekuatan pasar, maka pasar bukan lagi mekanisme yang terbuka berdasarkan penawaran dan permintaan, tetapi diatur berdasarkan kekuatan otot. Siapa yang berkuasa akan kuasa menentukan harga. Pengusaha baik konglomerat maupun pemilik angkot, tukang ojek atau penjual gorengan, merasa berkuasa di habitatnya sendiri, karena itu mereka akan memaksakan harga barang dan jasanya sesuai dengan kemauannya.

Kelompok fundamentalis pasar akan kehilangan argumen melihat kenyataan ini, apalagi kenyataan ini tidak hanya berlaku dalam ekonomi nasional. Ekonomi global yang menganut kapitalisme murni ternyata juga sangat mengandalkan kekuatan pemerintah. Mereka menolak intervensi pemerintah hanya ketika mereka jaya, ketika sepenuhnya menguasai pasar dan berhasil menghisap dan melenyapkan seluruh pesaingnya. Tetapi ketika mereka mengalami kemerosotan langsung mereka memaksa pemerintah untuk memberikan pertolongan, atas nama menjaga stabilitas ekonomi nasional.

Limbungnya korporasi besar di negara-negara kapitalis Barat, yang selama ini mengutuk pemerintah dan mengharamkan subsidi, ternyata ketika mereka dilanda persoalan juga minta pertolongan pemerintah melakukan subsidi kepada mereka. Beberapa yang mendapatkan subsidi selamat, sementara yang tidak mendapatkan subsidi rontok. Di sini tidak ada mekanisme pasar, memang sejak awal mekanisme pasar itu hanya mitos, semua bentuk perdagangan antar negara diatur melalui pakta politik, yang saling menerkam. Karena itulah diperlukan adanya pangkalan militer diperlukan kapal induk untuk menjaga korporasi multi nasional.

Dari situ kelihatan bahwa imperialisme dan kolonialisme adalah anak dari kapitalisme, dari kapitalisme itulah timbul penjajahan dunia Barat yang dimulai oleh Portugis dilanjutkan oleh Spanyol, Inggris, Perancis Belanda dan sebagainya. Semua penjajahan politik dan militer itu bertujuan ekonomi, untuk mencari bahan mentah, mencari tenaga murah dan untuk memperluas pasar. Semuanya itu tidak dijalankan berdasarkan mekanisme pasar yang adil, tetapi dijalankan dengan cara monopoli. Salah satu sumbangan terbesar kapitalisme dalam sistem ekonomi adalah monopoli ini.

Sistem pasasr adalah sistem liberal, liberal bukan untuk semua tetapi liberal dan kebebasan untuk pemilik modal dalam upaya mengembangkan modalnya, termasuk kebebasan menyingkirkan pesaingnya, tidak peduli pesaingnya itu monglomerat atau usaha kecil termasuk kaki lima. Kalau dulu pernah ada aturan dalam membangun pasar swalayan, agar tidak mengganggu pasar tradisional. Ketika kapitalisme telah diterapkan secara total, maka pasar swalayan bisa didirikan di tengah pasar tradisional, sehingga memreka kalah bersaing. Pasar Jaya milik pemerintah akhirnya mambasmi para usaha kecil kemudian menyerahkannya pada pengusahi besar, sehingga ekonomi semakin terkonsentrasi.

Mekanisme pasar yang adil yang diharapkan bisa memimpin perjalanan ekonomi itu hanya sekaadar mitos, mitos itu kini sudah runtuh dan terboingkar dan runtuh, ketika mereka ternyata takut dengan mekanisme pasar itu sendiri, pasar ternyata diatur melalui sebuah struggle, pertempuran antar kekuatan, kemapuan injak-menginjak, bentak-membentak, siapa yang punya kekuatan itu akan memangkan persaingan di pasar. Karena jelas bahwa mekanisme pasar yang adil tidak pernah ada , maka perlu lembaga pengatur yang adil yaitu pemerintah.

Maka pemerintah harus menjadi alat negara dan alat rakyat untuk mengatur kehidupan mereka. Ajaran sesat liberalisme bahwa pemerintah paling baik adalah apemerintah yang sedikit berkuasa harus dilenyapkan, karena pemerintah yang tidak berkuasa akan diterkam oleh kapitalis dan imperialis dan dijadikan budak dan alat mereka untuk menjarah negara dan menghisab rakyat. Di sinilah kita perlu membentuk negara yang kuat, pemerintah yang berwibawa dan rakyat yang cerdas. (Abdul Mun’im DZ)