Warta BULAN HARLAH KE-82 NU

Bedah Buku “Menjadi NU, Menjadi Indonesia”

Sab, 12 Januari 2008 | 04:06 WIB

Jakarta, NU Online
Salah satu bagian dari program bulan Harlah yang diselenggarakan oleh PBNU adalah bedah buku “Menjadi NU, Menjadi Indonesia” yang insyaallah akan diselenggarakan di gedung PBNU, Jl Kramat Raya 164, Jakarta Pusat pada 1 Februari 2008.

Buku ini merupakan buah pemikiran Sastrawan Dr Ayu Sutanto yang ingin menggambarkan NU dari sudut pandang KH Muchid Muzadi. Ia berhasil merangkai pemikiran-pemikiran tersebut dalam sebuah buku setelah melalui diskusi s<>elama beberapa tahun.

Dari judulnya, “Menjadi NU, Menjadi Indonesia” sudah menegaskan bahwa agenda besar yang ingin dicapai oleh NU, yang warganya terbesar dan mayoritas di Indonesia, tak jauh beda dengan cita-cita bangsa Indonesia.

Buku ini menuturkan kesederhanaan, kerendah-hatian dan kehati-hatian Mbah Muchith dalam bersikap dan melihat NU dan Indonesia. Dalam sebuah bedah buku sebelumnya di Jember, Ayu menuturkan bahwa ia percaya pemikiran ke-NU-an dan ke-Indonesia-an Muchith bakal bermanfaat bagi perjalanan jamiyah dan jamaah NU serta Indonesia kedepan.

"Tidak ada masalah saat kita menjadi orang Aceh, ataupun orang Papua, tetapi saat kita menjadi Indonesia baru ada persoalan. Dan NU membuktikan bahwa tidak pernah kesulitan untuk menjadi Indonesia," katanya.

Sehingga, lanjut Ayu, dalam pandangan Muchith, menjadi NU dan menjadi Indonesia merupakan karunia yang sangat indah. "Semoga buku ini bisa menjadi buku pintar karena Mbah Muchith merupakan ensiklopedia berjalan," harap Ayu.

Kiai Muchit yang merupakan kakak kandung KH Hasyim Muzadi, ketua umum PBNU menanggapi dengan rendah hati atas penerbita buku ini. "Saya ini hanya KTP: Kyai Tanpa Pesantren." katanya.

Menurutnya, apa yang dilakukan oleh Ayu adalah menggali sebuah tema besar yang muncul di NU dan Indonesia, Islam dan nasional, serta agama dan kehidupan berkebangsaan. "Jadi kayak timba besar yang berusaha mengambil air di sumur yang kecil yang yaitu adalah saya," kata Muchith.

Baginya, dalam ber-NU, prinsip yang digunakan adalah rumah tempat untuk memperbaiki diri, bukan kendaraan untuk mencari keuntungan pribadi. "Masuk NU itu niate ndandakno awak dudu golek iwak (berniat memperbaiki diri bukan mencari ikan-keuntungan.Red),"  katanya.

Pembahasan dan pemahaman secara tuntas tentang buku ini dapat diikuti dalam bedah buku atau bisa membelinya di toko buku. (mkf)