Franky Sahilatua: Pancasila Sudah Tidak Nyaring
NU Online Ā· Ahad, 31 Mei 2009 | 00:33 WIB
Komunitas Rumah Indonesia, Sabtu (30/5) sore kemarin menggelar diskusi panel dan bedah buku āNegara Pancasila: Jalan Kemaslahatan Berbangsaā karya Asāad Said Ali di Gedung Teater Kecil Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta. Bedah buku itu dirangkai dengan pameran bertajuk āKronik Artefak Budaya Pancasilaā.
Sejumlah karya lukis, puisi dan ākarya tanganā lainnya dipamerkan di ruang depan Gedung Teater Kecil itu. Salah satu sudut memamerkan ādukumen besarā yang dipinjam dari ruang redaksi NU Online berupa āDeklarasi Tentang Hubungan Pancasila dengan Islam,ā sebuah naskah yang dihasilkan dari musyawarah nasional (Munas) Alim Ulama NU di Situbondo, 21 Desember 1983 silam.<>
Di salah satu sudut lainnya memamerkan puisi tentang Pancasila yang sudah tidak dicarakan lagi, di gedung DPR sekalipun. Karya ini dipajang di samping dokumen dan foto-foto yang berkisah tentang perumusan Pancasila oleh para pendiri NKRI.
Ketua Rumah Indonesia Franky H. Sahilatua saat memberikan sambutan pengantar bedah buku mengungkapkan, Pancasila memang sudah jarang didengungkan oleh bangsa Indonesia. Kalau debunyikan pun, ia sudah tidak nyaring.
āPada masa kemerdekaan Pancasila seperti bunyi bom. Tapi sekarang ia hanya seperti bunyi krikil,ā kata pelantun tembang Perahu Retak itu.
Namun demikian, katanya, bangsa Indonesia harus tetap membunyikan Pancasila. āKita bunyikan Pancasila dalam pendidikan, dalam kesehatan, dalam ekonomi dan sebagainya,ā katan Franky.
Acara bedah buku buku itu tidak berlangsung meriah seperti harapan panitia, di tengah hiruk pikuk pemilu legislatif dan pemilihan presiden 2009.
Pembawa acara Binhad Nurrohmat saat membuka acara berseloroh, āDiskusi tentang Pancasila ini tidak banyak pengunjung. Ini menunjukkan bagaimana Pancasila sekarang,ā katanya.
Bedah buku didahului dengan lantunan musik angklung. Binhad sendiri meramaikan suasana dengan membacakan puisi yang ditulis oleh KH Musthofa Bisri bertajuk Dor Dor Hure Dua, sebuah puisi tentang Pancasila yang ditulis pada masa Orde Baru.
Buku karya Asāad Said Ali setebal 340 halaman itu dibedah oleh tiga narasumber dari berbagai latarbelakang; Sutrisno Iwantoro dari Nusantara Institut mengkaji buku itu dari perpektif ekonomi; peneliti LIPI Anas Saidi Mahfud LIPI mengkaji dari aspek sosial dan budaya; serta Dosen Paramadina Fernando Rahardian Srivanto membedah buku Pancasila itu dari latar politik Indonesia. (nam)
Terpopuler
1
Menyelesaikan Polemik Nasab Ba'alawi di Indonesia
2
Rekening Bank Tak Aktif 3 Bulan Terancam Diblokir, PPATK Klaim untuk Lindungi Masyarakat
3
Hadapi Tantangan Global, KH Said Aqil Siroj Tegaskan Khazanah Pesantren Perlu Diaktualisasikan dengan Baik
4
Resmi Dilantik, Berikut Susunan Lengkap Pengurus PP ISNU Masa Khidmah 2025-2030
5
Khutbah Jumat: Perhatian Islam Terhadap Kesehatan Badan
6
Tuntutan Tak Diakomodasi, Sopir Truk Pasang Bendera One PieceĀ di Momen Agustusan Nanti
Terkini
Lihat Semua