Warta REFLEKSI FOKSIKA PMII

Indonesia Terlena Disebut Negara Demokratis

Rab, 12 Maret 2008 | 02:04 WIB

Jakarta, NU Online
Bangsa Indonesia sering terlena karena disebut sebagai negara demokratis. Sayangnya, demokrasi hanya sebatas dalam persoalan politik, tidak dalam hal ekonomi dan pemenuhan kesejahteraan masyarakat.

Demikian dikatakan Ketua Badan Kehormatan DPR RI Slamet Effendi Yusuf dalam acara refleksi kebangsaan yang digelar oleh Forum Komunikasi dan Silaturrahmi Keluarga Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (Foksika PMII) di Jakarta, Selasa (11/3) malam. Hadir juga Siswono Yudhohusodo (GMNI) dan Cosmas Batubara (PMKRI).<>

Dikatakan Partai Golkar itu, pada tahun 1955 Indonesia pernah disebut sebagai negara demokratis terbaik ke-3 di dunia, dan prestasi ini hendak diwujudkan pada momen-momen pemilihan umum era reformasi.

”Tapi apa artinya demokrasi kalau masyarakatnya tidak sejahtera. Kita sangat berdosa jika kita hanya demokratis secara politik tetapi tidak secara ekonomi," kata mantan ketua umum Gerakan Pemuda Ansor NU itu.

Ditambahkan Slamet, Indonesia berada pada kondisi terpuruk. Dalam soal sumber daya manusia, Indonesia berada pada urutan ke-111 dari 132 negara. Sementara anggaran untuk pendidikan tidak sampai pada angka 2 persen dari APBN, jauh di bawah Amerika Serikat atau negara tetangga Malaysia yang mencapai 7 persen.

Siswono Yudhohusodo mengatakan, Indonesia adalah 'negeri partai politik' dimana partai-partai politik mempunyai wewenang yang sangat besar untuk menetukan arah kebijakan. Maka tugas partai politik adalah memunculkan pemimpin sekaliber Lech Walesa (Polandia), Hugo Chavest (Venezuela), Evo Morales (Bolivia) dan Mahmoud Ahmadinejad (Iran).

“Tugas partai politik adalah mencarikan tokoh terbaik untuk duduk pada jabatan politik dan kenegaraan; mencari sistem terbaik untuk memunculkan pemimpin yang tidak dikungkung oleh mainstrem partai politik,” katanya.

Cosmas Batubara menambahkan, peran sebagai pelopor perubahan dari waktu ke waktuselalu ditunjukkan oleh kalangan pemuda dan mahasiswa. Ada yang khas bahwa kalangan muda sangat terbuka terhadap berbagai aspirasi dan ide perubahan, tidak kaku dan dogmatis.

“Generasi muda supaya tampil di depan, terutama alumni pergerakan mahasiswa yang maih segar. Kita berangkat dengan melihat kesamaan di antara kita agar kita bisa jadi bangsa besar,” kata senior organisasi kemahasiswaan Katolik itu.

Pada acara refleksi itu hadir sejumlah alumni PMII antara lain Ahmad Bagdja, Muhaimin Iskandar, Effendy Choiri, Masduki Baidlawi, dan Ali Masykur Moesa serta para mantan ketua dan ketua umum PB PMII. (nam)