Warta

Ketua MA Iran Minta Umat Islam Waspadai Propaganda AS

Kam, 8 Maret 2007 | 12:29 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Mahkamah Agung Republik Islam Iran Ayatollah Sayyed Mahmoud Hashemi Syahrudi meminta umat Islam di seluruh dunia untuk mewaspadai propaganda Amerika Serikat (AS). Karena, menurutnya, semua pertikaian antar-aliran Islam di Timur Tengah saat ini merupakan akibat ulah AS yang ingin memecah-belah dan menghancurkan dunia Islam.

“Krisis di Irak, Afganistan dan lain-lain bukanlah akibat perselisihan ulama, tetapi semua karena ulah penjajah (AS dan negara sekurunya, Red). Mereka berusaha menciptakan perpecahan dan perselisihan di antara umat Islam,” kata Hashemi Syahrudi saat bersilaturrahim dengan kiai dan ulama Nahdlatul Ulama (NU) di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Kamis (8/3)

<>

Hadir dalam pertemuan itu Menteri Luar Negeri RI Hasan Wirayuda, Duta Besar Iran untuk Indonesia Behrooz Kamalvandi, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Dr KH Hasyim Muzadi, Rais Syuriah PBNU KH Ma’ruf Amin dan sejumlah petinggi PBNU lainnya.

Hashemi Syahrudi menegaskan, pertikaian antara kelompok Syiah dan Sunni di Irak terang sekali bukan bersumber pada perbedaan paham dan keyakinan. Karena, menurutnya, sejak berabad-abad yang lalu, hubungan keduanya sangat baik. “Mereka (Syiah-Sunni) selama ini hidup berdampingan dan saling menghormati,” katanya.

Namun, lanjutnya, perbedaan-perbedaan antara dua aliran itu kemudian dijadikan alat untuk memecah-belah dan menebarkan sikap permusuhan. Hal itu, ujarnya, terjadi sejak pendudukan pasukan AS dan negara sekutunya di Irak.

“Saya 30 tahun berada di Irak. Selama 30 tahun itu saya tidak pernah melihat ada orang Syiah membunuh orang Sunni, atau orang Sunni membunuh orang Syiah. Mereka hidup damai. Tidak ada fanatisme di antara mereka,” terang Hashemi Syahrudi.

AS, jelas Hashemi Syahrudi, tidak cukup menyebarkan kebencian di kalangan kelompok Sunni dan Syiah. Negara adidaya tersebut, katanya, juga bekerjasama dengan sebuah kelompok Islam yang ekstrim. Ia menyebutkan kelompok tersebut memiliki ciri yakni mudah mengkafirkan orang atau kelompok lain yang tidak sepaham.

“Muncul paradigma; mereka yang berbeda paham dan keyakinan dalam bidang fikih, akidah dan lainnya adalah kafir. Orang kafir, kata mereka, halal darahnya dan harus dibunuh. Mereka sering kali menganggap kaum Syiah dan Sunni adalah kafir. Ini sangat berbahaya bagi umat Islam,” ungkapnya.

Hashemi Syahrudi meminta ulama dan umat Islam di dunia juga memerangi pemikiran dan kelompok-kelompok ekstrim tersebut. Karena, menurutnya, pemikiran itu bukanlah pemikiran Islam yang benar.

Pertemuan Ulama se-Dunia

Dalam kesempatan itu, Hashemi Syahrudi juga menyambut baik rencana pertemuan ulama-ulama se-dunia di Indonesia pada 2-3 April mendatang. Namun demikian, ia meminta pertemuan tersebut tidak mengundang ulama-ulama dari kelompok Islam garis keras yang kerap kali mengkafirkan orang atau kelompok lain.

“Saya yakin NU mampu mengumpulkan ulama se-dunia. Tapi bagi mereka yang mudah mengkafirkan orang lain, hendakalah tidak datang. Saya menyambut baik ide itu. Tapi syaratnya satu, mereka yang hadir adalah ulama-ulama yang tidak mudah mengkafirkan orang lain,” pinta Hashemi Syahrudi.

Sementara itu, Hasyim Muzadi kepada wartawan usai acara tersebut menyatakan, Indonesia, melalui pertemuan ulama se-dunia itu diminta untuk membantu dunia Islam keluar dari isu-isu ‘jebakan’. Selama ini, menurutnya, dunia Islam seakan terpedaya oleh tipu muslihat AS dengan isu-isu sectarian tersebut.

“Di Irak, pertikaian antara Syiah-Sunni terjadi setelah pendudukan AS dan negara sekutunya. Gerakan intelijen kemudian ‘memroses’ perbedaan-perbedaan di antara Syiah dan Sunni menjadi permusuhan, peperangan dan tindak kekerasan lainnya. Memang ada perbedaan paham dan keyakinan antara mereka. Tapi perbedaan-perbedaan itu kemudian ‘diproses’ menjadi kebencian,” jelas Hasyim yang juga Presiden World Conference on Religion and Peace.

Menurut Sekretaris Jenderal International Conference of Islamic Scholars Scholar itu, isu-isu ‘jebakan’ tersebut juga bakal diterapkan pada negara-negara Islam lainnya. Oleh karenanya, umat Islam harus berhati-hati dan sudah saatnya dunia Islam berusaha menghindar jebakan-jebakan tersebut.

Diungkapkan Hasyim, sekitar 20 ulama dari berbagai negara Islam akan hadir pada pertemuan yang akan digelar di Istana Bogor itu. Di antaranya, Libanon, Irak, Iran, Pakistan, Yordania, Suriah, Saudi Arabia, Malaysia dan lain-lain. (rif)