Warta

Irak Hancur Tanpa AS adalah Bohong Besar

Rab, 7 Maret 2007 | 09:29 WIB

Jakarta, NU Online
Keberadaan pasukan Amerika Serikat (AS) dan negara sekutunya di Irak dinilai tidak menguntungkan karena tidak mampu menciptakan keamanan dan perdamaian. Campur tangan negara adidaya tersebut justru menambah panjang kerumitan masalah yang dihadapi Irak, terutama pertikaian antara kelompok Syiah dan Sunni.

“Adalah bohong besar kalau AS keluar dari Irak, maka Irak akan hancur,” ujar Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi mengutip pernyataan Dubes Irak untuk Indonesia Falih Abdul Kadir Al Hayali usai bertemu dengannya di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Rabu (7/3)

<>

Menurut Hasyim, sebagaimana diungkapkan Falih Abdul, pertikaian antara kelompok Syiah dan Sunni di negeri 1001 Malam itu merupakan hasil rekayasa AS. Bersama negara-negara sekutunya, AS telah ‘memanfaatkan’ perbedaan-perbedaan paham antarsekte yang ada di Irak menjadi pemicu konflik.

“Kata Dubes (Falih Abdul Kadir Al Hayali-Red), memang ada perbedaan antara Syiah dan Sunni. Tapi perbedaan itu kemudian ‘diproses’ sehingga menjadi perang dan permusuhan. Yang memroses itu tentu Amerika Serikat dan negara-negara sekutunya,” terang Hasyim yang juga Presiden World Conference on Religion for Peace.

Pertentangan antara Syiah dan Sunni di Irak yang kemudian berbuntut pada kekerasan, menurut Hasyim, baru terjadi belakangan, utamanya setelah AS mengagresi Irak sekaligus menumbangkan kekuasaan Saddam Hussein. Sebelumnya, dua kelompook tersebut hidup berdampingan dan saling menghormati. “Selama berabad-abad, kata Dubes, Sunni dan Syiah hidup damai dan berdampingan,” tandasnya.

Diungkapkan Hasyim, AS yang campur tangan terlalu jauh benar-benar telah merepotkan Irak sendiri untuk membangun kembali negaranya yang hancur akibat perang. Demikian pula dalam upaya pembentukan pemerintahan baru pasca-eksekusi mati Saddam Husein, menurutnya, Irak justru akan lebih nyaman jika tanpa intervensi pihak asing, terutama AS.

“Mereka (bangsa Irak) merasa yakin, pemerintahannya bisa berjalan dengan baik kalau tidak diintervensi oleh AS dan lain-lainnya. Mereka telah merasa direpotin oleh AS,” ungkap Sekretaris Jenderal International Conference of Islamic Scholars itu.

Dalam kesempatan itu, Hasyim mengungkapkan, intervensi AS terhadap Irak pada dasarnya tidak masalah jika hal itu dilakukan dalam upaya peredaan konflik. Namun, katanya, yang terjadi justru sebaliknya. AS justru selalu menciptakan ruang permusuhan di antara kelompok-kelompok Islam.

Demikian pula peran media massa dalam pemberitaan tentang kondisi Irak yang dinilai terlalu berlebihan. Padahal, katanya, kondisinya tidak seheboh yang diberitakan. “Dubesnya bilang sendiri sama saya, kondisi di Irak tidak sehebat yang diberitakan di media massa,” ujarnya.

Sambut Positif Pertemuan Internsional

Sebagai upaya meredakan berbagai konflik antar-aliran di Timur Tengah, Hasyim mengungkapkan gagasan tentang rencana mempertemukan tokoh-tokoh Islam dunia dalam konferensi ulama-ulama besar terbatas Timur Tengah dan Asia Tenggara di Jakarta dalam waktu dekat. “Dubes menyambut positif gagasan itu,” pungkasnya. (rif)