Warta

PBNU-Iran Bersinergi Redakan Konflik Timteng

Sel, 6 Maret 2007 | 12:25 WIB

Jakarta, NU Online
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Pemerintah Republik Islam Iran sepakat menjalin kerjasama untuk meredakan konflik di Timur Tengah, khususnya konflik antara Syiah-Sunni. Keduanya bertekat akan memperkecil jurang pemisah antara Sunni dan Syiah dalam ikatan ukhuwwah Islamiah (persaudaraan umat Islam).

Demikian disampaikan Hasyim di Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Selasa (6/3). Kesepakatan kerjasama itu merupakan buah pertemuan antara Ketua Hasyim dengan Ketua Mahkamah Agung Iran Syeikh Ayatulah Syahroudi di Teheran, Iran, Sabtu (3/3) lalu.

<>

Hasyim sengaja berkunjung ke negara berpenduduk penganut Syiah terbesar di dunia itu dalam rangka mencari solusi konflik di Timur Tengah.

Hasyim yang juga Sekretaris Jenderal International Conference of Islamic Scholars itu menyampaikan ide dan gagasan serta dukungan pemerintah Indonesia terhadap program nuklir Iran untuk kepentingan damai. ”Saya sampaikan, bahwa NU, Parlemen dan Pemerintah Indonesia mendukung hak Iran untuk menggunakan teknologi nuklir untuk tujuan damai,” tuturnya.

Soal konflik Irak, sebagai pemimpin organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia, Hasyim meminta kesediaan Iran untuk menggunakan pengaruhnya yang kuat untuk meredakan kekerasan yang terus memanas itu. Permintaan itu, katanya, ditanggapi positif Ayatullah Shahroudi. ”Itu (permintaan, Red) disambut baik oleh Ayatulah Shahroudi,” jelasnya.

Untuk menindaklanjuti kesepakatan kerjasama itu, lanjut Hasyim, Ayatullah Syahroudi merencanakan kunjungan ke Indonesia pada 8 Maret mendatang. Ia akan melakukan pertemuan dengan para ulama dan tokoh NU untuk menyerap ide dan gagasan NU terkait konflik Timur Tengah. Upaya tersebut diyakini akan sangat membantu penyelesaian konflik antarsekte di kalangan Islam.

”Selain itu, NU melalui Pemerintah RI akan melakukan kerjasama ekonomi keumatan,” kata Hasyim yang juga Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hikam Malang, Jawa Timur itu.

Setelah bertemu Ayatullah Shahroudi, Hasyim melakukan pertemuan dengan Ayatullah Ali Tashkhiri, Rektor Universitas Pendekatan Mazhab (Taqribu Mazahib) yang juga penasehat Presiden Iran, serta Ketua Parlemen Iran Gholam Ali Hadad Adel. Dalam pertemuan itu, kedua tokoh sependapat bahwa krisis dan kekerasan di Irak merupakan akumulasi dari banyak faktor yang sangat kompleks.

Faktor-faktor kekerasan di Irak itu, antara lain, agresi Amerika Serikat yang sejak awal ingin menghancurkan kekuasaan Saddam Hussein dan budaya serta kekuatan Irak, sisa-sisa kekuatan lama Saddam Hussein, balas dendam dari kelompok yang selama ini ditekan, kelompok kriminal yang melakukan bisnis bencana dan operasi intelijen negara asing yang menyalakan pertikaian.

“Itu diperparah dengan kemampuan pemerintah boneka yang tidak memadai dan ada kecenderungan berpihak kemiskinan luar biasa yang melahirkan kekerasan,” kata Presiden World Conference on Religiom for Peace itu.

Selanjutnya, kata Hasyim, masalah keruwetan itu sengaja dikamuflasekan sebagai pertentangan antara Sunni dan Syiah oleh para agresor untuk menutupi kejahatan mereka. ”Sesungguhnya itu semua dilakukannya karena para agressor ingin menang secara gratis,” jelasnya.

Pertemukan Syiah-Sunni

Lebih lanjut, Hasyim menyatakan, kunjungannya ke Iran tersebut merupakan upaya untuk mempertemukan tokoh-tokoh Islam dunia dalam konferensi ulama-ulama besar terbatas Timur Tengah dan Asia Tenggara di Jakarta dalam waktu dekat. Hasyim sebagai penggagas dalam konferensi itu, sementara pemerintah Indonesia sebagai penyelenggaranya.

Para tokoh tertinggi Syiah dan Sunni, terutama yang berasal dari Irak dipastikan akan hadir dalam konferensi tersebut. Konferensi itu sangat strategis untuk mengetahui siapa sesungguhnya yang bermain di Irak sehingga kekerasan demi kekerasan terus terjadi. ”Jadi, nanti akan dapat diketehui siapa yang bermain setelah ‘sarung tangan’ pengacau diambil,” pungkasnya.

Sebelum ke Iran, Hasyim mengadakan pertemuan dengan Ketua Rabithah Alam Islami Syeikh Abdurrahman Al Ilfani di Konsulat Jenderal RI Jeddah. Dalam pertemuan tersebut, ketua tokoh juga berbicara soal konflik Palestina, Libanon dan Irak. Syeikh Abdurrahman Al Ilfani menyatakan kesediaannya untuk datang ke Indonesia untuk memenuhi undangan Indonesia dalam konferensi ulama-ulama besar terbatas Timur Tengah dan Asia Tenggara di Jakarta. (rif)