Warta Khilafah Islamiyah

Konsep Tak Berdasar Realitas Islam Kini

Jum, 4 Mei 2007 | 10:53 WIB

Manado, NU Online
Gerakan Pemuda (GP) Ansor, organisasi sayap kepemudaan Nahdlatul Ulama (NU), memandang, setiap negeri mempunyai tradisi masing-masing yang diwarisi dari setiap generasi pendahulu. Begitu juga di Indonesia. Konsep Khilafah Islamiyah (kepemimpinan Islam tunggal) tidak tepat jika diterapkan di Indonesia.

“Karena itu, kehendak untuk menyatukan dunia Islam dalam satu wadah politik dan keagamaan di bawah payung khilafah adalah sesuatu yang tidak mendasarkan diri pada realitas Islam hari ini,” kata Ketua Pimpinan Wilayah GP Ansor Sulawesi Utara Beny Ramdhani seperti dilansir gp-ansor.org, Jumat (4/5).

<>

Dia menambahkan salah satu kenikmatan Tuhan yang patut disyukuri adalah kondisi Indonesia sebagai bagian masyarakat dunia yang diberi kemampuan untuk menjaga kebersamaan dan komitmen. Perbedaan suku, agama, bahasa, demografi, budaya adalah potensi manusia yang memerlukan pengelolaan secara arif dan bijaksana.

Karena itu, kata Beny, sebuah keniscayaan bagi GP Ansor untuk meneguhkan kembali identitas ke-Islaman dan ke-Indonesia-an, sebagai warisan sejarah yang tidak ternilai harganya, karena berakar kuat dalam tradisi masyarakat Islam Indonesia. Di sini, Islam adalah tradisi yang hidup (the living tradition) bukan semata-mata doktrin keagamaan.

“GP Ansor bukan Islam impor ala Timur Tengah ataupun Islam Orientasi ala diskursus dan wacana Islam Barat (liberal),” tambahnya.

Menurutnya, tradisi Islam Indonesia adalah perdamaian dengan doktrin Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja) dengan mengedepankan prinsip-prinsip toleransi (tasamuh), keseimbangan (tawazun), dan keadilan (ta’adul), sehingga selama berabad-abad mampu bertahan dalam menghadapi setiap tantangan karena kelenturannya. Bagi GP Ansor, Aswaja adalah ideologi terbuka karena kelenturannya.

Dengan keterbukaan ini, lanjut Beny, maka selalu ada peluang untuk memperkaya doktrin dengan pengalaman doktrin-doktrin yang lain. Dalam kaidah dikenal al-muhafadhoh alal qadimis shalih wal akhdu bil jadidil ashlah. Memelihara apa yang baik dan mengambil apa yang lebih baik. (rif)