Warta

Mbah Muchith Ajak Generasi Muda Koreksi Diri

Sen, 6 Agustus 2007 | 07:56 WIB

Sidoarjo, NU Online
KH Abdul Muchith Muzadi, salah seorang anggota Mustasyar (dewan penasehat) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengajak generasi muda Nahdliyyin mengoreksi diri dan melakukan upaya-upaya untuk membangun jam’iyyah Nahdlatul Ulama.

Pada acara bedah buku “Antologi NU” di Kantor Departemen Agama Sidoarjo, Ahad (5/8) kemarin, Mbah Muchith mengaku prihatin dengan tingkah anak-anak muda Nahdliyyin yang sangat lantang mengkritik NU di muka umum.

Dalam <>forum yang juga dihadiri Ketua PCNU Sidoarjo H Abdy Manaf, Ketua PCNU periode sebelumnya KH Abdy Manaf dan beberapa pengurus, mantan pengurus Syuriah dan Tanfidziyah, beberapa tokoh senior IPNU-IPPNU, dan para pengurus IPNU-IPPNU se-Kabupaten itu, Mbah Muchith mengeluarkan isi hatinya.

“Kalau mau mengoreksi keburukan NU, kertas se-Pabrik Kertas Leces dan tinta sebanyak lumpur Porong, tidak akan cukup. Apalagi kalau yang ngoreksi itu orang yang berada di luar NU, tambah paling gampang. Mudah-mudahan, saya yang sudah tua dan sudah bau tanah ini, masih bisa mengontrol emosi,” katanya.

Lebih jauh, kiai yang disebut Ketua PCNU Sidoarjo sebagai “Laboratorium NU” itu menegaskan, tidak selayaknya anak-anak muda NU menelanjangi NU di muka umum, tanpa memberikan solusi nyata sebagai jalan keluar. “Jangan sampai image NU terlalu buruk di mata generasi muda, lebih khusus para kadernya,” tegas Mbah Muchith.

Salah seorang tokoh gerakan kembali ke Khittah itu mengakui adanya sebagian kiai NU yang bersikap tidak simpatik. Akan tetapi hendaknya semua pihak bersikap bijaksana, bahwa yang melakukan hal seperti itu bukan hanya kiai NU, tetapi unsur lain justru lebih banyak dan lebih buruk. “Jadi, yang buruk itu bukan hanya kiai NU, banyak, kenapa hanya kiai yang disorot?”

Di akhir pembicaraan, Mbah Muchith mengaku bersalah dan berdosa karena sampai saat ini NU masih belum seperti yang diinginkan oleh para pendirinya. Oleh karenanya, ia merasa punya hutang untuk lebih keras lagi dalam ‘mendakwakan’ organisasi yang didirikan oleh gurunya tersebut.
 
”Kalau saya dan keluarga saya diejek orang, saya tidak pernah marah. Tapi kalau NU yang terus diudal-udal keburukannya, saya tersinggung dan marah,” tandas Mbah Muchith.

Sementara Mohammad Subhan, salah seorang penulis buku ”Antologi NU” yang juga sebagai narasumber dalam acara tersebut, mengingatkan pentingnya buku-buku berhaluan NU bagi anak muda. Dikatakan, saat ini sudah hampir tidak ada lagi penerbit yang bernapas NU, apalagi yang terang-terangan berbendera NU.

”Sementara buku-buku yang menyudutkan NU semakin banyak jumlahnya di pasaran, baik yang ditulis oleh orang luar NU maupun oleh orang dalam, tapi menggunakan pola pikir luar,” katanya.(sbh)