Warta

PBNU: Bukan Muslim Saja yang Terusik Terkait Film "Fitna"

Sab, 29 Maret 2008 | 08:19 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua PBNU Prof DR Masykuri Abdillah menyatakan penayangan film Fitna yang menghina Islam bukan hanya mengusik orang Islam, tetapi juga kelompok non Muslim yang menginginkan terjadinya perdamaian dan harmoni di dunia.

“Yang terusik bukan hanya orang Islam, tetapi juga non Muslim karena bisa berdampak munculnya kemarahan, perseteruan antara muslim dan non muslim padahal ini hanya ulah individu,” katanya kepada NU Online, Sabtu (29/3).<>

Karena itu Masykuri menyatakan penghargaannya atas komitmen Komunitas Umat Beragama Indonesia (KUBI) yang terdiri dari pimpinan NU, Muhammadiyah, KWI, PGI dan lainnya untuk menolak atau menghimbau agar film ini tidak disebarluaskan.

Secara umum, masyarakat Belanda dan Eropa juga menolak penayangan film ini. Seluruh stasiun TV menolak penayangan, demikian pula beberapa situs intenet membatalkan siarannya melalui videosharing.

“Ini untuk menunjukkan bahwa perbuatan itu tidak kondusif baru upaya mewujudkan perdamaian dunia, harmoni antar peradaban,” ujarnya.

Apa yang dikatakan dan digambarkan Wilder bahwa Islam akan mengancam Eropa menurut Doktor lulusan Jerman ini hanyalah ilusi pribadinya semata. Wilder adalah seorang anggota parlemen dari kelompok kanan yang selama ini anti terhadap orang asing, termasuk Muslim.

Kelompok Muslim memang dianggap paling dihadapi karena secara kultur berbeda dengan mereka. Apalagi dengan perkembangan jumlah muslim yang sangat pesat yang dikhawatirkan bisa menganggu eksistensi mereka.

“Pemerintah Belanda juga tidak mendukung dan menghimbau agar ini tidak ditayangkan, tetapi UU kebebasan berekpresi tidak bias mencegah karena ini ekspresi kebebasan dalam hal seni,” katanya.

Perbaikan Definisi Kebebasan Berekpresi

Mantan Wakil Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini juga berharap agar pengertian kebebasan berekpresi di Eropa yang seringkali digunakan untuk menyerang dan melecehkan fihak lain harus segera diperbaiki.

“Yang diinginkan kaum muslimin, di dunia adalah peninjauan kembali pengertian kebebasan berekspresi. Jangan sampai menodai orang lain. Nah, ini sudah jelas sekali, dalam teori politik, misalnya oleh John Lock menyebutkan, tidak mengganggu orang lain. Itu kan jelas, membahayakan atau menodai orang lain. Ini yang harus diatur oleh konstitusi di negara Barat,” imbuhnya.

Dalam konstitusi di Indonesia, aturan seperti itu sudah jelas. Pada pasal 28 J, kebebasan itu dibatasi oleh kebebasan orang lain karena itu tidak boleh merendahkan nilai-nilai sosial atau nilai-nilai agama.

Meskipun demikian, Masykuri berharap agar umat Islam sendiri juga memperbaiki dirinya. Berbagai kekerasan dan konflik diantara muslim sendiri, penyalahgunaan kekuasaan di negara-negara muslim harus dihilangkan untuk membangun citra positif tentang Islam. (mkf)