Warta

PBNU Tolak Penghapusan Hukuman Mati

NU Online  ·  Kamis, 24 Agustus 2006 | 13:54 WIB

Jakarta, NU Online
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menolak penghapusan hukuman mati dalam sistem nasional. Pimpinan tertinggi organisasi massa Islam terbesar di Indonesia ini menilai hukuman itu harus tetap ada dalam sistem hukum Indonesia, karena pada hakekatnya keberadaan hukuman mati menjamin adanya kehidupan yang lebih luas.

"Dalam filsafat hukum, hukuman mati tidak perlu dihilangkan, karena keberadaannya justru untuk melindungi kehidupan yang lebih luas, yakni masyarakat," kata Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi, di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Kamis (24/8)

<>

Hal itu diungkapkannya menanggapi munculnya pro dan kontra dari sejumlah pihak yang meminta agar hukuman mati dihilangkan dari sistem hukum Indonesia, karena dinilai melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) lantaran menghilangkan hak seseorang untuk hidup.

Hasyim, demikian panggilan akrab Pengasuh Pondok Pesantren Al Hikam Malang, Jawa Timur ini menjelaskan, di beberapa negara yang menerapkan hukuman mati justru kasus pembunuhan terbilang jarang atau sedikit jumlahnya, seperti yang terjadi di Malaysia.

"Namun, kita jangan hanya memperhatikan hak asasi manusia si pembunuh saja. Bagaimana dengan hak asasi manusia korban yang telah terbunuh, mengapa itu tidak kita perhatikan?" tegas mantan Ketua Pengurus Wilayah NU Jawa Timur ini.

Hakikat dari hukuman mati itu sendiri, menurut Hasyim, sebetulnya ada pada penegakan keadilan dan bukan pada eksekusinya itu sendiri.

"Salah satu contoh masih terjadinya kasus carok di Madura. Itu masih terjadi, karena pelaku carok yang membunuh orang, ada yang hanya dihukum beberapa tahun, makanya kasus serupa masih juga terjadi hingga saat ini," imbuhnya. Carok adalah duel menggunakan senjata tajam khas Madura, celurit, yang sering diidentikan menjadi budaya membela harga diri.

Ketika dimintai pendapatnya tentang rencana eksekusi hukuman mati terhadap Fabianus Tibo dan kawan-kawan—terpidana mati dalam kasus kerusuhan Poso, Sulawesi Tengah—maupun Amrozi dan kawan-kawan—terpidana mati kasus bom Bali 2002—yang jadwalnya ditunda, ia menyatakan, pemerintah memiliki kewenangan untuk menilai dan mengambil keputusan pihak-pihak mana yang layak mendapat hukuman, setelah tentunya melalui proses hukum.

Menanggapi tentang adanya permintaan dari pihak Vatikan kepada Pemerintah Indonesia untuk memberikan keringanan pada Tibo dan kawan-kawan, agar tidak dikenai hukuman mati, Hasyim menilai, bila alasannya untuk kemanusiaan seharusnya permintaan yang sama juga dimintakan bagi Amrozi dan kawan-kawan.

"Kalau alasannya demi kemanusiaan, mengapa Vatikan tidak meminta juga keringanan bagi Amrozi dan kawan-kawan? Tentu yang tahu Vatikan sendiri," terang Hasyim.

Sementara itu, dalam kesempatan yang berbeda, Wakil Rois ‘Aam PBNU KH Tolchah Hasan mengatakan bahwa di dalam ajaran Islam tidak ada masalah dengan hukuman mati. “Kita tidak ada masalah dengan hukuman mati. Tapi harus melalui proses hukum terlebih dahulu. Tidak bisa seenaknya membunuh orang,” terangnya.

Kiai Tolchah, demikian panggilan akrab mantan Menteri Agama di era pemerintahan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini, yakin bahwa penundaan eksekusi hukuman mati terhadap Tibo tidak ada hubungannya dengan politisasi agama. “Ini hanya soal waktu saja,” katanya.

Sejak Indonesia merdeka tahun 1945 jumlah orang yang dieksekusi mati yang ditetapkan pengadilan sebanyak 71 orang. Mereka dihukum karena kejahatan peredaran narkoba, pembunuhan terencana dan terorisme. (rif)