Warta PBNU UNDANG PWNU JATIM

Perbedaan Penetapan Awal Syawal Jangan Lagi Terjadi

NU Online  ·  Rabu, 8 November 2006 | 03:41 WIB

Jakarta, NU Online
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Pengurus Wilayah (PW) NU Jawa Timur berharap agar perbedaan penentuan awal Syawal di lingkungan organisasi NU seperti yang terjadi kemarin tidak terulang lagi. Beberapa perbedaan soal metode hisab dan rukyat serta penegasan wewenang ihbar atau hak mengumumkan hasil rukyat akan diselesaikan sebelum masuk kalender 2007.

Demikian dalam pertemuan antara PBNU dan PWNU Jawa Timur di kantor PBNU Jakarta, Selasa (7/11) malam. Pertemuan yang khusus membahas perbedaan penetapan awal Syawal 1427 kemarin antara PBNU dan PWNU Jawa Timur itu berlangsung sampai pukul 23.57 selama 4 jam lebih.

<>

Dari Jawa Timur hadir KH. Sholeh hayat, KH. Miftahul Ahyar, KH. Jailani Khudlori, KH. Hasan Bashri, dan KH. Abdurraahman Nafis. Sayang, Rais Syuriah PWNU Jawa Timur KH. Masduki Mahfudz dan Ketua Tanfidziyah KH. Ali Maschan berhalangan hadir.

Sementara dari PBNU hadir Rais Syuriah PBNU KH. Ma’ruf Amin, KH. Nazaruddin Umar selaku Katib ‘Am Syuriah PBNU sekaligus Dirjen Bimas Islam Depag RI, KH. Masyhuri Naim dan beberapa kiai dari Syuriah, KH. Hasyim Muzadi selaku Ketua Umum Tanfidziyah PBNU, KH said Aqil Siradj, dan jajaran pengurus Tanfidziyah PBNU. Ketua Pengurus Pusat Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama (PP LFNU) KH. Ghazali Masroeri hadir didampingi seluruh pengurus PP LFNU.

Pertemuan hampir seperti diskusi ilmiah tentang falakiyah yang mengagumkan antara PP LFNU dan para delegasi dari Jawa Timur yang juga pengurus LFNU. KH. Jailaini Khudlori pertama-tama menyampaikan kronologi penemuan bulan (hilal) di Debang, Bangkalan, Madura, kemudian dikuatkan oleh para ahli falak dari Jawa Timur. Selanjutnya, PP LFNU memberikan tanggapannya.

PP LFNU tidak mengakui validitas hasil rukyat karena ada beberapa kejanggalan dalam laporan hasil rukyat tersebut semisal bulan yang timbul tenggelam selama dua kali karena tertutup awan, 15 orang yang bersama-sama melihat bulan, serta dalam melaporkan waktu tenggelam matahari. PP LFNU juga melaporkan hasil teropong astronomis bahwa pada malam itu bulan tidak bisa terlihat. Dimungkinkan benda yang ditemukan di madura bukan bulan tapi benda langit lain seperti planet atau awan yang disinari matahari.

Ditemukan bahwa titik perbedaan terletak pada pedoman hisab yang digunakan, yang berfungsi untuk menuntun pelaksanaan rukyat. PP Falakiyah menggunakan pedoman hisab yang telah disepakati di lingkungan NU dan di sahkan oleh PBNU, yakni pedoman hisab penyerasian dari beberapa kitab yang dipakai. Sementara PWNU Jawa Timur masih memakai pedoman kitab lama seperti Sulam Munayyiren.

“Ke depan kita harus taat kepada aturan yang telah dibuat PBNU,” kata Kiai Ma’ruf Amin yang memimpin rapat dan dan langsung ditanggapi oleh para pengurus NU Jawa Timur bahwa kesepakatan pemakaian pedoman hisab penyerasihan itu belum menjadi keputusan dan belum tersosialisasikan dengan baik, sekalipun beberapa ahli hisab di sana ikut dalam rapat penyerasian di PBNU.

Sementara itu KH. Hasyim muzadi sangat menyayangkan adanya ikhbar dari Jawa Timur atas nama organisasi NU. Padahal secara organisatoris PBNU-lah yang berhak memberikan pengumuman hasil rukyat atas nama NU. Beberapa pesantren dengan para kiai sepuhnya memang kadang tidak mau terikat dengan keputusan NU tetapi tidak memberikan ikhbar atas nama NU.

“Di samping pesantren saya itu ada pesantrennnya rais syuriah NU cabang yang sampai saat ini hanya memakai hisab tidak mau rukyat, tapi tidak mengumumkan atas nama NU, itu hanya untuk mereka sendiri saja,” kata Kiai Hasyim sembari mengungkapkan rencana PBNU pengadaan diklat bagi para perukyat di lingkungan NU.

Dalam waktu dekat juga akan diadakan pertemuan para ahli hisab dari berbagai daerah juga para kiai sepuh di beberapa pesantren yang telah memegang teguh pedoman hisab dan rukyat mereka sejak lama. Pertemuan akan difasilitasi oleh Dirjen Bimas Depag. (nam)