Pesantren akan Ditinggalkan Masyarakat Jika Tanpa Keunggulan
NU Online · Selasa, 19 September 2006 | 11:13 WIB
Surabaya, NU Online
Seiring dengan perkembangan zaman, lembaga pendidikan pondok pesantren dituntut untuk turut menyesuaikan diri dengan meningkatkan keunggulannya. Jika tidak, maka, bukan tidak mungkin ponpes akan ditinggalkan oleh masyarakat.
Demikian diungkapkan Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat Rabithah Ma’ahad Islamiyah (RMI) atau asosiasi ponpes NU, Dr Hamid Syarif saat membuka pelatihan terapi psikologi dengan metode ketuk atau "Spiritual Emotional Freedom Technique" (S-EFT) yang diselenggarakan Yayasan Al Madinah untuk 250 ustadz ponpes se-Jawa Timur di Surabaya, Selasa (19/9).
<>"Saat ini ada harapan yang harus dikembangkan oleh pesantren dan sekaligus ada keprihatinan yang harus diperhatikan. Tapi kalau pesantren menjadi media politik, itu bisa berbahaya dan fenomena itu muncul sekarang," ujar Hamid yang juga Pembantu Rektor III Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya.
Kiai dan pesantren dulu disebut sebagai "pialang budaya", karena lembaga yang sudah ada sejak tiga abad lalu itu bisa mentransformasikan ilmu dan spiritualitas kepada masyarakat di sekelilingnya.
"Tapi dengan kecanggihan teknologi media, masihkah pesantren dan kiai menjadi pialang budaya atau ’cultural brooker’?. Apa sekarang ini tidak lebih cerdas masyarakatnya ketimbang pesantren. Kalau seperti itu, akhirnya orang luar yang menjadi ’cultural brooker’," paparnya.
Menurut dia, pernyataan itu merupakan koreksi ke dalam untuk pesantren, agar kembali ke roh asalnya yang mengedepankan tradisi kelimuan. Pertanyaannya adalah, mampukah pesantren kembali ke tradisi asalnya itu ?
Saat ini, katanya, banyak pusat-pusat studi Islam bermunculan, lembaga-lembaga syiar juga banyak. Hal itu, lanjutnya, merupakan kompetisi di mana pesantren harus juga menunjukkan keunggulannya.
"Sekarang siapa yang banyak tampil di televisi ?, bukan dari kalangan pesantren. Padahal dari segi keilmuan, kalangan pesantren tidak kalah. Mereka telah menguasai media dan bisa tampil lebih memikat. Ini saya kira juga kritik bagi kita untuk dicarikan solusi," ujarnya.
Ia kembali mengajak kalangan pesantren untuk lebih inten mempelajari kitab-kitab klasik atau dikenal dengan kitab kuning yang di dalamnya banyak mengajarkan nilai-nilai spiritual tinggi.
Kalau saat ini banyak perhatian berbagai kalangan, seperti pemerintah atau LSM ke pesantren, maka hal itu merupakan hal wajar. Karena pesantren merupakan gawang terakhir sebagai penjaga moral bangsa.
"Kalau gawang terakhir itu jebol, maka tamat sudah. Sekarang sekolah umum sudah seperti itu, banyak terjadi degradasi moral. Jadi sekarang tinggal pondok pesantren sebagai harapan terakhir," tutur Hamid.
Melalui pelatihan S-EFT yang ilmunya dikembangkan oleh Ahmad Faiz Zainuddin itu, diharapkan para ustadz yang bertugas membimbing para santri bisa bekerja lebih optimal untuk memajukan kualitas ponpes. (ant/sam)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Larangan Pamer dan Bangga dengan Dosa-dosa
2
Khutbah Jumat: Membumikan Akhlak Nabi di Tengah Krisis Keteladanan
3
Pastikan Arah Kiblat Tepat Mengarah ke Ka'bah Sore ini
4
Khutbah Jumat: Sesuatu yang Berlebihan itu Tidak Baik, Termasuk Polusi Suara
5
Trump Turunkan Tarif Impor Jadi 19 Persen, Ini Syarat yang Harus Indonesia Penuhi
6
Khutbah Jumat: Meneguhkan Qanaah dan Syukur di Tengah Arus Hedonisme
Terkini
Lihat Semua