Warta

Salinan Manuskrip Kitab Manahijul Imdad Ada di Perpustakaan PBNU

Kam, 5 Oktober 2006 | 10:01 WIB

Jakarta, NU Online
Manahijul Imdad, kitab kuning karya Syekh Ikhsan Dahlan, Jampes, Kediri, Jawa Timur, yang baru diterbitkan tahun 2005 lalu, ternyata salinan manuskripnya (dokumen tertulis yang ditulis tangan: Red) ada di Perpustakaan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), di Gedung PBNU Lt. 2, Jalan Kramat Raya, Jakarta.

Jika Anda menyempatkan diri berkunjung ke Perpustakaan PBNU, di sebuah rak yang berisi kitab-kitab—baik karya ulama NU atau lainnya—akan terlihat jelas empat buah jilid salinan manuskrip kitab yang dikaji di NU Online—situs resmi PBNU—selama bulan Ramadan ini. Tulisan tangan sang penulisnya pun masih terlihat jelas dan rapi. Bahkan, bisa dibilang tak kalah dengan versi cetakannya saat ini.

<>

Benar, setelah diterbitkan kitab yang merupakan syarah (komentar) atas kitab Irsyadul Ibad (petunjuk bagi para hamba) karya Syekh Zainuddin Malibari yang ditulis pada tahun 1940 ini setebal 1088 halaman. Pada manuskripnya saja, setiap jilidnya memuat sekitar 250-270 halaman.

Hingga saat ini, kitab yang sempat menghebohkan intelektual muslim di Timur Tengah, terutama di Kairo, Mesir itu, belum begitu populer di kalangan pesantren di Indonesia. Pihak Perpustakaan PBNU sendiri mengaku baru mengetahui kalau kitab yang menjadi salah satu koleksinya itu merupakan karya ulama besar Indonesia. Lain ceritanya pula jika kitab tersebut tidak dikaji di NU Online.

Kepala Perpustakaan PBNU Syatiri Ahmad mengatakan, salinan manuskrip tersebut sebetulnya sudah tersimpan dalam waktu cukup lama di PBNU. Tepatnya kurang lebih 15 tahun (1984-1999) selama PBNU di bawah kepemimpinan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

“Kami menemukannya (salinan manuskrip, red) saat bongkar-bongkar gudang PBNU di lantai tujuh. Kita simpan saja kitab itu walaupun kami saat itu melihat tidak ada yang istimewa dalam kitab tersebut,” kisah Syatiri, begitu panggilan akrab pria yang sudah puluhan tahun bergelut dengan Perpustakaan PBNU ini kepada situs ini beberapa waktu lalu.

Hal yang sama diungkapkan Fatur, salah seorang staf Perpustakaan PBNU yang juga turut mengamankan salinan manuskrip kitab tersebut. “Waktu ikut ngaji di NU Online, saya baru ingat kalau saya pernah membaca sebuah fotokopian kitab karya Kiai Ihsan Jampes. Setelah saya cek lagi ternyata benar,” ungkap Fatur.

Hingga saat ini, belum diketahui secara pasti dari mana asal muasal salinan manuskrip kitab tersebut. Namun, menurut Syatiri, kemungkinan besar salinan manuskrip tersebut milik Gus Dur yang disimpan di gudang PBNU. Pasalnya, pada sebuah jilidnya terdapat tanda tangan Gus Dur.

“Biasanya, setiap buku atau kitab koleksi Gus Dur yang disimpan di PBNU mesti ada tanda tangan beliau,” terang Syatiri

Sementara itu, menurut salah seorang cucu Syekh Ihsan Jampes, KH Bushro Abdul Mughni, naskah kitab karya kakeknya, memang sedianya diterbitkan oleh Gus Dur saat menjabat sebagai Ketua Umum PBNU dan Presiden RI. Namun karena ada kendala teknis, kitab tersebut baru diterbitkan tahun lalu oleh pihak keluarga sendiri.

“Naskah yang diterbitkan itu adalah salinan naskah dari salah seorang murid Syekh Ihsan yang tinggal di Semarang. Setelah diterbitkan, naskah aslinya baru diberikan oleh pihak Perpustakaan Kairo,” kata Gus Bus, panggilan akrab KH Bushro Abdul Mughni, kepada situs ini pekan lalu.

Kitab Manahijul Imadad sendiri sebenarnya sudah siap terbit saat Syekh Ihsan meninggal pada tahun 1952 dalam usia 52 tahun. Namun, saat itu naskah tersebut berada di perpustakaan Kairo, sementara pihak perpustakaan tidak berkenan menyerahkannya untuk diterbitkan. (rif)