Selepas santri menamatkan studi di pondok pesantren kewajiban mereka tidak lantas lepas begitu saja. Lebih dari itu, tugas mereka semakin berat yakni mengamalkan ilmu yang telah diterima di pesantren. Sehingga pada titik itulah pentingnya santri perlu pembekalan ilmu haliyah (bermasyarakat).
Demikian diungkapkan pengasuh pondok pesantren Roudlotul Mubtadiin Balekambang, KH M Makmun Abdullah ZA yang dalam hal itu diwakili ketua pondok KH Mustamir Wildan.<>
Menurutnya, ilmu haliyah yang diberikan kepada santri harus sejalan dengan ilmu agama yang diajarkan selama bertahun-tahun. “Ilmu bermasyarakat yang diberikan santri harus seimbang dengan ilmu agama. Sehingga, ilmu agama yang berupa Qur’an, Hadits, Tauhid, Fiqih, Ushul Fiqih, Nahwu dan Shorof yang akan mengcover akidah santri menjadi tetap lurus sesuai dengan koridornya. Sementara ilmu haliyah yang menjadikan santri mampu bertahan hidup di masyarakat,” ungkapnya saat ditemui NU Online di pesantren yang berada di desa Gemiring Lor, kecamatan Nalumsari, Kamis (07/4).
Di pesantren Roudlotul Mubtadiin Balekambang, beberapa ketrampilan diberikan kepada santri katanya meliputi pembekalan organisasi, skill (keahlian) dan bahasa. Dalam hal organisasi sebagaimana diutarakan Kiai Mustamir meliputi manajemen ke-pesantren-an baik administrasi keuangan, kebersihan dan keindahan serta menu makan santri yang dinikmati setiap hari. Maupun organisasi-organisasi ke-pesantren-an yang lain.
Sedangkan untuk ketrampilan, lanjutnya santri dibekali dengan ilmu komputer, elektronika dan bahasa. “Zaman dulu dan sekarang cara transfer ilmu kepada santri tetaplah sama yang berbeda adalah pada ranah praktiknya,” lanjutnya.
Jika pada zaman dulu, tambahnya santri diberikan ilmu tata cara menanam ketela. Sehingga selepas itu, santri bisa memanfaatkan daun, batang dan ketelanya untuk bermacam-macam kegunaan. Sementara saat ini santri, jelasnya juga perlu mengutak-atik komputer, laptop, perkakas elektronik maupun beruap-cuap dengan bahasa asing baik Inggris maupun Arab.
Hal itu tentu sejalan dengan maqalah yang disitirnya Lisanul hal afshahu min lisanil maqal. Bahwasanya, praktik itu lebih utama daripada hanya sekadar teori belaka. Sedangkan yang membedakan zaman dulu dan sekarang hanya terletak kepada sistem yang digunakan.
Dengan demikian, selepas santri boyong dari pesantren, Kiai Mustamir berharap santri melakukan dua hal tersebut. Selain mengamalkan ilmu agama yang telah direngkuhnya bertahun-tahun juga diharapkan mengembangkan ilmu haliyah yang bisa mereka tekuni.
“Kedua hal tersebut merupakan semangat pendidikan karakter yang saat ini sedang digembor-gemborkan oleh pemerintah. Artinya, pendidikan karakter salah satunya perlu diaktualisasikan langsung dengan terjun kepada masyarakat,” harapnya. (qim)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Menggali Hikmah Ibadah Haji dan Kurban
2
Khutbah Jumat: Menggapai Pahala Haji Meskipun Belum Berkesempatan ke Tanah Suci
3
Amalan Penting di Permulaan Bulan Dzulhijjah, Mulai Perbanyak Dzikir hingga Puasa
4
Keistimewaan Bulan Dzulhijjah dan Hari Spesial di Dalamnya
5
Khutbah Jumat: Persahabatan Sejati, Jalan Keselamatan Dunia dan Akhirat
6
Kelola NU Laksana Pemerintahan, PBNU Luncurkan Aplikasi Digdaya Kepengurusan
Terkini
Lihat Semua