Warta MAULIDAN DI AUSTRALIA

Teladani Rasulullah, Sudahi Sikap Saling Mem-bid’ah-kan

Sel, 1 Mei 2007 | 11:01 WIB

Canberra, NU Online
Memeringati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW atau di Tanah Air lebih dikenal dengan sebutan Maulidan, tak harus pulang kampung. Di mana pun bisa. Begitulah barangkali prinsip yang tertanam dalam jiwa warga nahdliyin (sebutan untuk warga Nahdlatul Ulama-NU) di Australia.

Ahad (29/4) lalu, nahdliyin bersama sejumlah muslim Indonesia di Australia menggelar Maulidan. Kegiatan tradisi keagamaan khas NU di negeri Kanguru itu tampak istimewa, karena diselenggarakan di Masjid Abu Bakar, Canberra. Masjid tersebut merupakan satu-satunya bangunan masjid yang berdiri di kota itu.

<>

Kontributor NU Online di Canberra Arif Zamhari melaporkan, selama ini, kegiatan keagamaan masyarakat Islam Indonesia di Australia, jarang sekali dilaksanakan di masjid yang pembangunannya melibatkan pemerintah tiga negara; Indonesia, Malaysia dan Pakistan, itu.

Keistimewaan Maulidan itu juga karena acara tersebut dihadiri tamu-tamu istimewa, antara lain, Presiden Canberra Islamic Centre Dr Yousuf, Presiden Masyarakat Islam di Canberra Sabrija Poscofic dan salah satu Imam Masjid Canberra Yahya Athay. Tak ketinggalan, tampak pula puluhan masyarakat Indonesia di Canberra.

Mustasyar Pengurus Cabang Istimewa NU Australia-New Zealand Ust Muhammad Taufik Prabowo dalam ceramahnya mengingatkan kepada setiap umat Islam tentang betapa pentingnya meneladani sikap dan perilaku Rasulullah. Karena sikap dan perilaku Rasul yang menjadi cerminan visi-misi Islam rahmatan lil alamin itu merupakan upaya untuk mengedepankan sikap toleransi atau saling menghargai.

“Dengan misi inilah, Nabi Muhammad melakukan dakwahnya dengan mengedepankan sikap toleransi (tasamuh) yang tinggi, kasih sayang dan kelembutan untuk alam semesta, sekalipun terhadap mereka yang berbeda pendapat,” kandidat doktor linguistik dari The Australian National University (ANU) itu.

Dalam ceramah yang disampaikan dalam dua bahasa itu, Taufik mengimbau agar perbedaan pendapat di kalangan umat Islam tak menjadi alasan untuk saling menganggap bid’ah (mengada-ada dalam beribadah) kelompok atau paham lain. Sebab, hal itulah yang terjadi di kalangan umat Islam di Indonesia saat ini.

“Mestinya, kalau kita mengaku sebagai umat Nabi Muhammad, maka seharusnya kita mengikuti cara dan teladan ini dalam kehidupan sehari-hari. Amatlah malu, menurut saya, kalau kita mengaku mengikuti Rasulullah, tapi cara kita bertentangan dengan praktik-praktik beliau,” urai Taufik yang juga Sekretaris Association Indonesian Muslim Foundation Australian Capita Territory (AIMFACT).

Taufik kepada NU Online mengatakan, tema-tema toleransi beragama itu sangat sesuai, mengingat kondisi sebagian umat Islam di Indonesia yang kerap mem-bid’ah-kan kelompok Islam lainnya hanya karena perbedaaan dalam masalah cara ibadah.

Senada dengan Taufik, Duta Besar Indonesia untuk Australia Hamzah Thayeb dalam sambutannya menekankan pentingnya persatuan dan kesatuan umat Islam Indonesia di Australia. “Kita umat Islam di Australia adalah kaum minoritas, tapi sekalipun minoritas, kita tunjukkan bahwa kita dapat bersatu,” ujar Dubes yang pernah dipanggil pulang akibat penolakan Indonesia atas migrasi warga Indonesia asal Papua beberapa waktu lalu. (rif)