Wawancara

LPBINU: Sampah Plastik dan Penanganannya Terkait Pola Pikir

Kam, 28 Februari 2019 | 19:00 WIB

LPBINU: Sampah Plastik dan Penanganannya Terkait Pola Pikir

Direktur Bank Sampah Nusantara Fitri Aryani

Para kiai merasa berkepentingan dalam penanganan sampah di Indonesia, khususnya sampah plastik, sebab kondisinya sudah pada tahap darurat. Indonesia saat ini dianggap sebagai negara yang bertanggung jawab mengotori laut peringkat kedua setelah China. 

Para kiai sebagai bagian dari elemen masyarakat tersebut, memberikan solusi dengan caranya sendiri. Pada Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama di Pondok Pesantren Al-Azhar Citangkolo, Kota Banjar, mereka memutuskan bahwa membuang sampah plastik sembarangan itu hukumnya haram. 

Lalu, bagaimana sebetulnya kondisi sampah di Indonesia? Bagaimana pula penanganannya saat ini? Abdullah Alawi dari NU Online berhasil mewawancarai Direktur Bank Sampah Nusantara dari Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBINU) Fitri Aryani. 

Berikut petikannya:

Kondisi sampah plastik di Indonesia dan dunia ini sudah pada taraf apa? 

Kondisi sampah plastik di Indonesia dan dunia sebenarnya sudah pada tahap krisis ya, apalagi misalnya ada fakta sekarang itu China overload. Jadi yang kita selama ini mengekspor sampah plastik, Indonesia, bahkan Australia mengekspor sampah-sampah plastik mereka ke China, untuk dijadikan bahan baku oleh China, itu udah overload. Jadi China itu menghentikan impor sampah dari negara lain. Nah, ini yang membuat banyak negara itu merasa perlu mengelola sampahnya sendiri. Australia sudah melakukan begitu juga dengan di Indonesia. Indonesia menempati urutan kedua sebagai penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia ke laut yang ini belum dibantah oleh siapa pun, belum ada kajian yang membantah bahwa Indonesia itu diberikan predikat negara penyumbang sampah plastik kedua terbesar di dunia. 

Nah, ini sebenarnya yang harus dilakukan upaya-upaya pengelolaan mulai dari rumah sendiri. Sudah tidak bisa lagi mengandalkan ke pemerintah. 

Bagaimana caranya? 

Jadi, begini ketika terjadi overload juga di TPS (Tempat Pembuangan Sampah) dan TPA (Tempat Pembuangan Akhir) sementara penanganan di TPS dan TPA itu masih belum signifikan. Pemilihan sampah ada di rumah-rumah, cukup efektif penanggulangan sampah. Artinya, kita kasih contoh ya, kalau rumah-rumah tangga itu sudah mulai mempunyai tempat sampah terpilah mulai dari sampah organik, nonorganik dan BBB akan terjadi penurunan yang sangat dahsyat. Yang, pertama, sampah nonorganiknya kemudian dijual ke pengepul atau dijual ke bank sampah. Kemudian sampah organiknya dikelola sendiri melalui entah lubang biopori, kompos, dan kemudian hasilnya jadi kompos, bisa bermanfaat buat penghijauan di rumah sendiri. Baru yang B3, karena masyarakat itu tidak bisa menanganinya, dibuang ke TPA dan TPS. 

Jadi nanti akhirnya akan ada sampah untuk penanganan khusus di TPA dan TPS. B3 itu sampah-sampah yang berbebahaya. Contoh ya, ada sampah batrei, ada kabel, kemudian sampah-sampah elektronik, pembalut perempuan, pampers. 

Sampah demikian susah ya? Kenapa?

Susah. Hari ini kita masih berkutat pada masalah pampers dan pembalut perempuan. Kadar gel plastiknya itu tinggi, walaupun sebenarnya dibalut kertas ya, tapi komposisi kertasnya lebih sedikit dibanding sama gelnya itu. Nah, gelnya itu yang sebenarnya jadi limbahnya itu. Dari pihak KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) juga belum bisa memberikan solusi terkait menangani sampah diapers dan pembalut. 

Di pesantren itu menjadi masalah besar. Di pesantren yang memiliki santri putri dia akan memiliki timbunan sampah pembalut yang tidak sedikit. Nah, ini yang sampai sekarang kami sulit mencari solusi bagaimana penanganannya karena memang tidak bisa teruarai. Sampah diapers dan pembalut itu tidak bisa terurai. 

Rumah tangga itu diapersnya banyak. Jadi, kalau misalnya sampah organik dan nonorganik sudah dipisah, tinggal sampah diapersnya, sebenarnya tugas pemerintah agak ringan. Pemerintah hanya harus memikirkan bagaimana caranya membuat suatu teknologi yang bisa menuntaskan sampah diapers dan sampah pembalut.  

Kenapa pampers dan pembalut tidak masuk anorganik? 

Kandungan kertasnya sedikit, kandungan plastiknya lebih banya. Artinya apa? Ada satu gel, jadi gini, kandungan gel yang bisa menahan kenapa pampers itu tidak gampang bocor. Pembalut tidak gampang bocor. Kemudian dibalut sama kertas. Kertasnya bisa hancur. Tapi gelnya yang untuk menahan bocoran-bocorannya itu tidak bisa hancur, tidak bisa terurai. Nah, ini ketika dibuang sungai, itu kan akan menimbulkan timbunan yang sangat besar,  sungai akan dangkal, sumbatan, sumbatan. Kalau dibakar, berbahaya. 

Bahayanya bagaimana? 

Plastik, mengandung plastik. Kalau dibakar itu udaranya mengandung racun. Sama ketika membakar plastik-plastik lainnya itu. 

Efeknya apa? 

Kalau plastik dibakar, efeknya kemana-mana. Satu, CO2 terlepas, sama dengan gas-gas motor sama dengan kita membakar plastik. Dampaknya, sekarang mulai ada penelitian, salah satunya penyebab kanker itu polusi udara dari sampah plastik. Kalau dibakar itu plastik baunya sangit kan. Itu sebenarnya pelepasan CO2 ke udara. Belum lagi penyakit misalnya kelainan pada anak, cacat pada anak; hari ini banyak perempuan hamil, kemudian kandungannya bermasal. Jadi, bukan hanya gaya hidup, junk food, racun sampah plastik itu bisa menyebabkan seperti itu. Kalau kita membakar sampah plastik itu kan betapa ngerinya , orang tua, ketika menabun sampah, mereka mengurek-urek itu, dan udaranya itu terisap langsung. Efeknya bukan langsung, tapi jangka panjang.

Kalau itu ke laut tidak bisa dicerna ikan. Kalaupun dicerna mikroplastiknya itu, dimakan manusia, itu juga berbahaya buat kesehatan tubuh. TPA dan TPS itu makan hewan-hewan kurban. Mereka makan sampah plastik. Dampaknya ya ke kita juga yang makan kambing dan sapi. Jadi, masalah sampah plastik itu tidak hanya mengotori lingkungan, tapi dampaknya panjang banget.  Mata rantainya panjang. Efeknya sama menimbulkan penyakit. Belum lagi isu terkait isu lingkungan. Artinya, banyak hal yang ditimbulkan sampah plastik.

Sampah itu kan organik dan anorganik. Plastik itu anorganik. Organik itu kan cepat busuk, mudah terurai. Sampah anorganik terbagi dua. Satu, sampah organik yang bisa terurai dan sampah anorganik yang tidak bisa terurai. Plastik itu sampah anorganik yang tak bisa terurai, tapi kayak buku, kertas, koran, kalau kita biarkan bisa terurai karena terbuat dari pohon. Itu anorganik juga. 

Sekarang itu kalau lihat di tong-tong pemisahan sampah itu bahasanya recyclables dan recyclables bisa didaur ulang dan tidak bisa didaur ulang. Nah, ini yang sebenarnya ada penanganan khusus, kalau yang yang dilakukan LPBI, tidak bisa mendaur ulang plastik, walupun ada alatnya, ada plastik kresek dijadikan aspal, ada plastik kresek dijadikan bahan minyak bumi dan sebagainya. 

LPBINU sudah melakukannya? 

Sebenarnya ada. Cuma harus dites. LAZISNU pernah ada mesinnya itu. Jadi, sampah plastik kresek yang khusus warna hitam waktu itu, bisa jadi bahan bakarnya perahu nelayan. Nah, ini yang harus diuji coba betul. Ini  LAZSINU dan LPBINU akan kerja sama dalam hal itu untuk diuji coba karena kalau kita menawarkan sesuatu, ini kan cukup menarik kalau misalnya udah kita tes, kandungannya hasil pembakaran sampah plastik kresek itu memang benar-benar setara dengan bahan bakar untuk perahu nelayan. Kalau itu memang bisa, sangat efektif mengurangi sampah plastik, kresek yang hitam itu. 

Bagaimana kalau pemerintah melarang memproduksi dan menggunakan plastik? 

Kalau pemerintah melarang kita-kita ini menggunakan sampah plastik, pemerintah dan perusahaan harus mencari solusi apa penggantinya karena soal pemakaian plastik itu soal mindset. Jadi, apa-apa kita kan dari bangun sampai tidur ketemunya dengan produk plastik. Nah, ini yang sebenarnya yang harus bisa dicarikan solusinya oleh pemerintah. Kalau masyarakat tiba-tiba secara ekstrem harus menghentikan plastik tanpa, diberikan solusi penggantinya plastik, nah, itu yang sebenarnya agak-agak riskan. Makanya pengelolaan dan penanganan plastik itu agak susah. Paling apa ya, sampah plastik yang bisa kurangi itu adalah botol minuman air kemasan. Tidak memakai styrofoam caranya dengan membawa wadah makan, tidak membawa tas kresek, tapai pakai gudibek. Tapi shamponya, kita, sabunnya kita, itu bagaimana cara penggantinya. Belum ada. Jadi pengurannya cuma pengurangan-pengurangan tiga hal itu, sama sedotan. Tapi selebihnya, sampah saset itu belum ada solusinya. Mau diapain coba. Nah, itu yang sebenarnya harus ada kebijakan membawa kembali limbah sampah dari masing-masing perusahaan. Jadi mereka harus membeli kembali. 

Contoh Danone sudah melakukan. Danone itu membeli kembali botol-botol air minum kemasannya. Jadi, kalau kita ngumpulin botol-botol air minum kemasannya Danone, dijual lagi ke Danone, mereka akan beli. Ini yang seharusnya dilakukan oleh banyak perusahaan. 

Oleh mereka digunakan lagi untuk produk serupa? 

Jadi, ada jenis botol yang namanya PET. Jadi, ada PET yang bisa di daur ulang sekali. Ada yang bisa satu kali. Sebenarnya kalau kita lihat di bawah botol itu, dua kalikah atau satu kalikah. Jadi, kalau udah begitu akan bisa kelihatan bahwa ada botol yang bisa didaur ulang menjadi sendok plastik. Bahkan, Budha Suci itu bikin kaos dari lima botol plastik. Itu teknologi sangat mahal. Tapi cukup efektif. 

Tidak berbahaya itu?

Enggak karena telah melakukan sterilisasi. Jadi plastik itu tidak berbahaya ketika dipakai bukan dikonsumsi. Mainan-mainan plastik contohnya. China itu kan kenapa dia impor sampah plastik karena dia butuh untuk membuat produk berbahan plastik, contoh mainan. China menguasai pasar mainan. Sekarang overload, artinya udah banyak negara yang ngirim ke dia semua. Di menerima sampah Australia, kembali ke Australia dalam bentuk suvenir-suvenir Australia. Itu pun sudah overload. Ke Indonesia ngirim banyak juga kan, ember made ini China. 

Plastik itu terbuat dari bahan apa sehingga tidak bisa terurai? 

Dari minyak bumi. Coba dicek. Itu salah satu penyebab platik harus dihilangkan karena nyedot dari sumber daya alam kita, minyak bumi. Kresek-kresek itu dari minyak bumi lho. Kebayang enggak minyak bumi, kemudian dibakar itu kan seperti kita menghirup bensin. Bahaya kan. Tapi ini plastik, kresek di tukang gorengan itu kan, gorengan panas-panas, dimasukan ke plastik hitam, menguap kan? Bahayalah. 

Dampaknya plastik itu tidak langsung, masyarakat masih berpikiran, enggak apa-apa. Kedua, karena memang belum menemukan produk sejenis. Kalaupun kita bilang bahaya, ada produk sejenis, tapi harganya mahal. Kantong dari singkong itu mahal harganya. Jadi, kantong plastik dari singkong itu, kalau dicelupin ke air, lama-lama terurai sendiri. kantong plastik organik namanya. Cuma harganya mahal. LPBI pernah pesan, untuk pembelian 10 ribu saja, harga satuannya seribu, kebayang enggak tukang gorengan menggunakan plastik model begitu, enggak balik modal. 

Lalu bagaimana menangani sampah plastik dan negara yang bisa diambil contoh dalam penanganannya? 

Di Australia itu kelebihannya mereka adalah masalah mindset, sudah bisa dibilang masyarakatnya memilih dan bahayanya. Pemerintah Australia hanya menyediakan tong sampah terpilah di masing-masing rumah. Kemudian di jalan raya ada tong sampah terpilah. Kemudian dibuat jadwal, sampah plastik diambil hari ini, sampah organik diambil hari ini, sampah elektronik diambil hari ini. di hari yang ditentukan di jam yang telah ditentukan tong sampah warna apa yang mereka keluarkan di trotoar rumah mereka. Kalau misalnya sampah mereka tidak terpilah, sampahnya tidak diangkut. Sama pemerintahnya tidak diangkut, sanksinya masyarakat mengurusi sendiri. Enggak ada sanksi buang sampah sembarangan didenda 500 ribu. Di sana tidak ada denda-denda sampah, hanya kalau sampah kalian tidak terpilah, besoknya tidak diangkut. Bagi mereka itu sanksi yang sangat besar. Mereka mau membuang kemana? Membuang ke sungai, peraturannya ketat. Sungai itu dipasangi jaring di mereka itu. Ini sedang dilakukan dinas LH Kepulauan Seribu.  

Pola pikir dan mindsetnya harus berubah. Dalam penanganan sampah di Australia sama dengan Jepang dalam hal gempa. Jadi, kampanye sampah mereka lakukan kepada anak-anak sejak di bangku sekolah. Jadi, ketika besar itu tidak seperti kita harus ada sosialisasi dan kampanye. Masuk di kurikulum sekolah. Menjaga kebersihan, memilah sampah itu selesai di sekolah. Di kita juga sebenarnya ada terkait menjaga lingkungan, tapi tidak aplicable itu bedanya. Anak-anak tidak mengaplikasinya di rumah. Sama kayak jepang. Anak-anaknya kalau ada gempa sudah tidak perlu diteriakin lagi.