Nasional

Cara Orang-orang Baik dalam Memandang Kebaikan

Rab, 2 Oktober 2019 | 22:00 WIB

Cara Orang-orang Baik dalam Memandang Kebaikan

Pengasuh Pondok Pesantren Raudhatul Muhibbin Caringin, Bogor, Jawa Barat, KH M. Luqman Hakim. (Foto: Cahaya Sufi)

Jakarta, NU Online
Muslim yang baik tidak hanya memandang kebaikan ibadahnya untuk diri sendiri, melainkan menerapkannya dalam kehidupan sosial secara luas tanpa memandang perbedaan keyakinan.

Karena menurut Pakar Tasawuf KH M. Luqman Hakim, pada hakikatnya kebaikan ialah berasal dari Allah SWT. Manusia yang menjalankan kebaikan tidak lain adalah representasi kebaikan-kebaikan Allah.

“Orang baik selalu memandang semua kebaikannya dari Allah, bukan dari dirinya,” jelas Kiai Luqman dikutip NU Online, Selasa (3/9) lewat twitternya.

Sebaliknya, Pengasuh Pondok Pesantren Raudhatul Muhibbin Caringin, Bogor, Jawa Barat ini mengungkapkan bahwa sebuah keburukan jika manusia selalu memandang dirinya baik, sedangkan keburukannya tidak dikoreksi.

“Orang buruk selalu memandang keburukannya dari orang lain, bukan dari dirinya,” ujarnya.

Dalam kesempatan lain, Kiai Luqman menerangkan bahwa kebaikan dalam diri manusia juga diharapkan melalui doa. Doa merupakan salah satu wujud penghambaan manusia kepada Allah SWT. Sebab itu, Allah menyukai seorang hamba yang masih mau memanjatkan doa kepada-Nya. Lalu seperti apakah cara berdoa yang baik?

Penulis buku Filosofi Dzikir ini menjelaskan beberapa cara berdoa yang baik kepada Allah. Ia menuturkan, wujud pengambaan manusia mesti dihadirkan ketika sedang berdoa. “Berdoalah dengan mewujudkan kehambaanmu kepada-Nya,” ujar Kiai Luqman.

Ia lalu menjelaskan ketika doa seseorang dikabulkan oleh Allah SWT. “Bergembira bukan karena ijabah-Nya tapi karena engkau ditakdirkan masih bisa bermunajat kepada-Nya,” ucapnya.

Kiai yang menamatkan studi doktoralnya di Universitas Malaya Malaysia ini mengungkapkan, berdoa juga penting untuk menjaga sifat kemanusiaan pada diri seorang hamba kepada Allah, Sang Pencipta.

“Berdoalah untuk menjaga kefakiranmu, kehinaanmu, kelemahanmu, ketakberdayaanmu di hadapan-Nya,” tutur Kiai Luqman.

Penulis: Fathoni Ahmad
Editor: Abdullah Alawi

ADVERTISEMENT BY ANYMIND