Cerpen Dimas Jayadinekat
Holly Alexandria adalah nama yang Papa berikan kepadaku. Katanya supaya aku selalu bisa menjaga kesucian diri serta menjadi pusat ilmu pengetahuan dan budaya seperti kota Alexandria di Mesir.
Jika orang bertanya tentang namaku yang unik itu, mau tidak mau aku akan memberikan Pelajaran Sejarah dan Ilmu Geografi kepada si penanya. Bisa dibayangkan betapa repot dan bebannya menyandang nama pemberian Papa ini.
Alexandria atau Al-Iskandariyyah, adalah kota pelabuhan yang terletak di pesisir Laut Mediterania. Kota ini dibangun oleh Alexander Agung pada 331 SM dan dikenal sebagai situs Pharos (mercusuar) yang menjadi salah satu dari Tujuh Keajaiban Dunia Kuno. Tak hanya itu, Alexandria juga memiliki perpustakaan besar yang pernah menjadi pusat budaya paling vital, bahkan menyaingi Athena, Yunani.
Baca Juga
Satu Sore di Stasiun Jurang Mangu
Ya, itulah orang tuaku, dan mungkin nanti aku juga seperti itu, memberikan nama berupa doa serta perkataan yang bagus untuk anak-anaknya kelak. Tidak seperti Shakespeare yang katanya pernah bilang, "Apalah artinya sebuah nama.”
Sebagai wanita dari circle yang bukan kaleng-kaleng, aku terlatih berpikiran logis dan plural. Dan ini berimbas ke masalah keyakinan, yang kadang sering dipertanyakan orang, bahkan juga diriku. Namun, jika dilihat dari kartu identitas maka di sana tertera agamaku yang bagiku tetap tak penting untuk diungkapkan.
Aku bukan orang yang gemar membicarakan masalah keyakinanku dan keyakinan seseorang karena itu adalah wilayah pribadi serta begitu personal. Namun, semua yang dahulu ketika kecil hingga remaja, aku masih sempat merasakan agama merupakan wilayah pribadi yang 'tabu' dan menjadi hak pribadi penganutnya, era sekarang semuanya sudah jauh berubah.
Berbeda menjadi sebuah masalah, jangankan berbeda agama, satu agama pun masih sering dicari-cari masalahnya. Meski ini pasti hanya karena ulah segelintir pengikutnya yang terlalu fanatik, atau entahlah apa penjelasannya.
Baca Juga
Jejak Perjuangan Seorang Pemberontak
Itu pula yang sempat membuatku alergi terhadap agama mayoritas di negeri kelahiranku ini, Islam. Agama tersebut buatku kini menjadi sangat mengerikan dan mengarah kepada hal-hal yang bersifat intoleran. Meski sekali lagi, aku menyadarinya di kemudian hari, itu hanyalah ulah segelintir oknum. Namun karena hal itu, aku jadi sama sekali tak memahami sisi baik dari Islam itu sendiri. Sampai pada suatu ketika aku bertemu dengan seseorang yang sangat berarti bagiku dan mau menjelaskan kepadaku tentang agama yang ternyata sangat indah ini.
Dan seketika lamunanku buyar karena datangnya seorang pengendara motor yang berhenti di sampingku, seorang pengendara ojek online. Memang aku sedang menanti seorang driver ojol yang akan menjemput.
Aku menghampirinya dan baru saja ingin bertanya ke si driver, dari belakangku ada orang yang memanggil.
"Bang, saya di sini," teriak seorang wanita yang ternyata si abang yang kukira penjemputku ternyata menjemput wanita yang berteriak itu.
Baca Juga
Temon dan Cungkup Dukuh Pekowen
Dan aku menunggu lagi sampai tak menyadari di samping tukang ojol yang baru pergi itu sudah ada seorang driver lainnya.
"Maaf Mbak Holly Alexandria?" tanya si driver ojol.
"Iya? Mas-nya?" tanyaku berharap agar dia sang driver yang kunantikan.
"Saya Bahrudin, driver Mbak,” jawabnya
Baca Juga
Pernikahan Rasmin
"Oh, iya." Dan aku pun merasa lega.
Aku jadi ingin tersenyum karena hampir saja menaiki pengendara yang lain tadi, si driver yang tadi itu bukan penjemputku, hanya kebetulan saja ia berhenti tepat di depanku.
Setelah menaiki motor si Mas Bahrudin ini, ternyata kutahu bahwa ia orang yang unik. Aku banyak belajar darinya selama sepanjang jalan aku diboncengnya untuk menuju ke kantor, bahkan kami kemudian berteman dan ia menjadi ojek langgananku tanpa menggunakan aplikasi.
Dan, si Mas Bahrudin ini, unik. Aku banyak belajar darinya selama sepanjang jalan aku diboncengnya untuk menuju ke kantor, bahkan kami kemudian berteman dan ia menjadi ojek langgananku tanpa menggunakan aplikasi.
Baca Juga
Seraut Wajah Perempuan Baliho
"Makasih ya Mbak, selama ini sudah mau menjadikan saya driver tetap untuk mengantar Mbak. Anak saya senang sekali."
Tiba-tiba handphone-nya berbunyi. "Ini Balqis anak saya, maaf Mbak. Dia pinjem HP tantenya ini pasti."
"Silakan Mas," ucapku membiarkan Rudi, demikian ia minta dipanggil, menerima telepon sejenak dari anaknya.
Itulah yang membuatku kagum kepadanya dan sejak saat itu pula aku berkenalan dengan Balqis, balita cantik yang cerdas dan membuatku jatuh hati.
"Tante, makasih coklatnya. Tapi aku baru bisa makannya nanti sore pas buka puasa," ucapnya lucu.
"Ooohh..Aqis puasa? Kan Aqis masih kecil, emang kamu kuat?” tanyaku menguji pemahamannya.
"Tante, kata ayah, kuat itu kan harus dilatih. Jadi Aqis harus biasain puasa seharian."
"Oh gitu ya. Hebat kamu."
"Tante nggak puasa?" tanya Balqis.
"Agama tante beda, sayang. Jadi tante nggak puasa, kan puasa untuk kamu yang beragama Islam."
"Oh iya, maap ya, Tante," Balqis pun berkata santun sekali.
Itu hanyalah contoh dari ketertarikanku terhadap Islam yang jika dipelajari dengan baik justru akan membawa kesantunan pada pemeluknya.
Dan di dalam setiap perjalanan aku bersama Mas Rudi, aku jadi seringkali bertanya, maksudnya sekadar mengklarifikasi pandanganku tentang Islam. Tapi lama-kelamaan, bukannya aku goyah dengan keyakinanku, tapi aku merasakan bahwa selama ini aku, serta mungkin juga banyak orang sudah salah memahami Islam, yang saat ini sudah ter-stigma sesuai dengan 'kelompok' masing-masing.
"Kenapa Tuhan menurunkan agama Islam, Mas?" tanyaku sambil santai.
Kadang obrolan kami berpindah ke warung bakso atau warung-warung lain serta restoran saat aku mengajaknya makan bersama karena kebetulan aku pun terlewatkan momen makan siang saking sibuknya.
"Tuhan menurunkan Islam kepada Nabi Muhammad itu adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia."
"Cuma itu?"
"Ya."
"Jadi bukan doktrin atau pelaksanaan dogma-dogma yang kata kalian itu syariat?"
"Buat apa kita bicara hukum, ilmu, dan dogma jika sikap kita terhadap kebenaran dan kemanusiaan salah atau tidak tepat? Siapa yang mau memeluk keyakinan dari orang-orang yang kasar, gemar mencurigai, pelaku kejahatan dan antikebenaran?” jawab Rudi dengan pertanyaan.
"Wow..aku baru tahu ini." Jujur aku terkejut dengan jawaban Mas Rudi itu.
"Islam adalah ajaran kasih sayang. Bahkan tidak boleh kami memaksakan pemahaman di dalam beragama atau mencaci sembahan Tuhan yang dipercaya oleh agama lain." Rudi menjelaskan dengan sangat tenang.
Mas Rudi membuatku semakin kagum, yang ternyata baru kuketahui bahwa ia adalah seorang santri dari sebuah pondok pesantren terkenal di Jawa Timur. Penampilannya sangat sederhana namun wawasannya sangat luas.
Dari keluasan wawasan dan pikirannya itulah aku menemukan samudera hati yang sangat luas sehingga lama kelamaan cinta mulai tumbuh. Perlahan, aku mulai mencintai agama Islam dan jauh sangat perlahan namun menguat, aku pun mulai menyukai Rudi sang duda bersama anaknya yang lucu.
Rudi duda yang tidak jelek, ia ditinggal wafat istrinya dan tidak pernah tertarik untuk segera menikah lagi.
Aku pun pernah iseng bertanya dan sekali lagi jawabannya sangat mengejutkanku.
"Ketika aku menikah lagi, aku punya istri baru, tapi Balqis belum tentu bisa cocok karena ibunya adalah almarhum istriku," ucapnya elegan.
Dari sana pula aku bertanya tentang poligami dan aku mendapatkan pemahaman baru yang menjelaskan kesalahpahamanku selama ini.
Ternyata Islam mengajarkan banyak hal agar menghormati kaum wanita. Dan poligami bukanlah sebuah keharusan meski tercantum di dalam Al-Qur'an. Keadilanlah yang menjadi kuncinya dan setiap yang ingin berpoligami harus meyakini bahwa dirinya mampu bersikap adil. Jika tidak, lebih baik jangan.
"Aku luluh," tulisku di status WhatsApp
Dan memang benar-benar luluh hingga akhirnya di bulan Ramadhan tahun ini, aku menjadi mualaf dan menjadikan ini puasa pertamaku bersama Mas Rudi serta Balqis, di dalam satu keluarga yang kami harapkan sakinah mawaddah wa rahmah. Alhamdulillah.
Dimas Jayadinekat, penulis skenario lepas di TVRI dan beberapa rumah produksi, sutradara film pendek. Juga aktif menulis sebagai kreator konten di media online. Karyanya yang sudah terbit berupa buku motivasi Rahasia Nekat, serta novel online Mencintai Pelakor.
Terpopuler
1
Pertemuan KH Hasyim Muzadi dengan Komandan Hizbullah Sayyid Hassan Nasrallah
2
Kisah Imam Ghazali Berguru kepada Tukang Sol Sepatu
3
Masyarakat Muslim, Normalisasi Israel, dan Penjajahan Palestina
4
Presiden Prancis Serukan Penghentian Pengiriman Senjata ke Israel, Begini Respons Netanyahu
5
Berdayakan Ekonomi Masyarakat Kelas Bawah, LAZISNU Cilacap Gelar Pelatihan Pembuatan Tas Anyaman
6
Cara Mengingatkan Anak yang Berisik ketika Khutbah Jumat
Terkini
Lihat Semua