Daerah

Begini Cara Masyayikh Annuqayah Sumenep Ciptakan Lingkungan Tanpa Plastik

Kam, 21 September 2023 | 21:45 WIB

Begini Cara Masyayikh Annuqayah Sumenep Ciptakan Lingkungan Tanpa Plastik

Pengasuh Annuqayah Al-Furqan Sabajarin Guluk-Guluk, Sumenep, Kiai M Faizi saat mengisi Talkshow yang dihelat oleh mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Integratif Posko 51 Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika), Rabu (20/9/2023) malam (Foto: NU Online/Firdausi)

Sumenep, NU Online
Pengasuh Pondok Pesantren Annuqayah Al-Furqan Sabajarin Guluk-Guluk, Sumenep, Jawa Timur, Kiai M Faizi menegaskan cara paling ideal untuk menciptakan lingkungan tanpa plastik adalah memberikan wawasan kepada anak sejak dini, baik di lingkungan keluarga, sekolah dan pesantren.


Menurutnya, penghargaan Kalpataru dari Kementerian Lingkungan Hidup yang diberikan kepada Pondok Pesantren Annuqayah pada tahun 1981 adalah bentuk penyelamatan lingkungan hidup dan tidak pernah menyoal sampah plastik. Oleh karenanya, dirinya bersama masyayikh gencar melakukan pengendalian sampah di pesantren.


"Kami katakan pada santri, jika kita ingin memindahkan sampah di Tempat Pembuangan Sementara (TPS) yang ada di perbukitan itu membutuhkan biaya kurang lebih 70 juta rupiah. Jadi, untuk memindahkan saja harus jual 1 mobil Kijang. Namun, ketika sampai ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Kecamatan Batuan tidak jadi onde-onde, tetap jadi sampah,” ucapnya di acara Talkshow yang dihelat oleh mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Integratif Posko 51 Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika) Guluk-Guluk, Rabu (20/9/2023) malam.


Dia mengatakan saat seseorang belanja di toko, barang belanjaannya dibungkus pakai plastik. Kemudian barang belanjaan dibuka dari bungkusnya, dan plastiknya dibuang ke tempat sampah. Jadi, kata Kiai Faizi, usia plastik hanya 25 detik. Untuk mengubah perilaku masyarakat harus dibangun melalui mindset.


"Kami katakan pada santri: Apa yang kalian lakukan ketika mau tidur? Pasti jawabannya berdzikir. Kemudian kami katakan lagi: Coba kalian hitung berapa jumlah sampah yang dibuang dalam 1 hari? Cocok enggak dengan amal baikmu?" curahnya.


Langkah awal untuk menyadarkan santri dengan menakut-nakuti. Karena sekecil apapun atau sebesar apapun pasti ada yang mencatat. Dengan niat mengendalikan sampah plastik itu akan menjadi amal yang menyelamatkan dunia.


Gerakan masyayikh menekan angka plastik
Diceritakan, gerakan anti plastik bermula pada tahun 2008, ketika Kiai Kiai M Musthofa mengajak santri memulung sampah pada momen Peringatan Hari Bumi (PHB). Usai memulung, santri dikenalkan jenis-jenis sampah plastik, dilanjutkan mendaur ulang.

 

"Saat menghelat acara serimonial, kegiatannya dikemas tampa plastik. Jika ingin minum, panitia menyediakan galon. Alhamdulillah, acara Maulid Nabi yang diikuti 80 orang, ternyata bisa mengemas acara tanpa plastik. Berbeda perilaku anak-anak yang kadang-kadang menyelipkan sampah plastik permen di pintu rumah. Itu lama sekali proses penyadarannya," ungkapnya kepada warga yang berkumpul di Balai Desa Marengan Laok, Kalianget, Sumenep, Jawa Timur.


Selain itu, cara yang ampuh adalah kiai harus tirakat dengan membawa botol minuman sendiri, membawa asbak sendiri, dan lainnya. Hal ini dikhawatirkan saat menghadiri acara orang, pihak penyelenggara tidak menyediakan asbak.


"Jika kami diundang ke acara orang, kemudian diberi air minuman dalam kemasan, kami memilih tidak minum. Itu saya niatkan sebagai tirakat. Kami lakukan agar setiap perkataan kami didengarkan oleh santri,” ujarnya. 


Laboratorium Sampah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Jatian di daerah Lubangsa adalah pengolahan sampah. Sedangkan di daerahnya di Sabajarin, paradigmanya berbeda. Doktrin yang ditanamkan kepada santri adalah membuang sampah ke tempatnya bukan suatu yang baru. Sampah yang ada di tempat sampah tetap menjadi sampah. Sampah yang awalnya kelihatan, menjadi tidak kelihatan. Namun, jika santri tidak membuat sampah, itu yang dinamakan bijaksana.


"Sampah itu datang dari tangan kita, bukan jatuh dari pohon yang bisa jadi pupuk. Oleh karenanya, kami membuat paradigma itu sedikit demi sedikit. Misalnya, di madrasah terdapat ibu Polwan (guru) yang setiap hari menegur santri dengan berkata 'Loh loh loh'. Jadi kerjaannya guru cukup menegurnya dengan bersuara 'Loh loh loh' selama bertahun-tahun. Seandainya dimulai dari sekolah dan komunitas, anak akan mendapatkan wawasan," ungkapnya.


Dirinya mengapresiasi gerakan antiplastik di Pesantren Annuqayah daerah Lubangsa. Para santri dilarang mengeluarkan sampah selama 1 pekan. Santri diminta menahan sampah di dalam kamar melalui kantong sampah. Setiap hari Jumat, santri mengeluarkan, lalu memilah sendiri. Setelah itu, sampah dikelola di laboratorium sampah UPT Jatian menjadi paving, pupuk, kerajinan tangan.


"Kalau tidak membuat sampah, itu level auliya. Instruksi pengasuh agar kantin menyediakan piring itu baik. Meskipun nasi dibungkus pakai kertas, namun tetap menjadi limbah, karena kertas nasi ada plastiknya. Apa susahnya pakai piring?" sergahnya.


Berdasarkan hasil penelitian, limbah plastik di laut lebih banyak daripada ikannya. Artinya, ikan cakalan, pindang yang dikonsumsi orang pasti ada plastiknya. Sedangkan plastik itu tidak pernah hancur. Baginya, sampah plastik pasti jadi serpihan, repihan, mikro plastik, dan namo plastik. Plastik lebih abadi daripada cintanya Qais kepada Laila.


Untuk mengendalikan sampah, kuncinya ada di ibu-ibu. Karena sumber sampah paling banyak ada di dapur. Buku yang ia terbitkan dengan judul Merusak Bumi dari Meja Makan telah menjelaskan bahwa seandainya limbah makanan di dunia dikumpulkan, kira-kira besarnya sama dengan negara Amerika Serikat. Oleh karenanya, ia wajibkan pada ibu-ibu yang hendak belanja ke pasar untuk bawa keranjang sendiri. Cara seperti itu setidaknya menciptakan lingkungan tanpa plastik.


"Dulu, ada salah satu negara menghibahkan komputer kepada Indonesia, cukup ganti ongkos saja. Tahu enggak, hibah komputer itu membuang sampah ke negara kita, karena di sana tidak dipakai. Sedangkan sampah elektronik tidak bisa dihancurkan. Semoga laboratorium sampah yang digagas oleh santri Annuqayah di Desa Marengan Laok dikembangkan oleh desa guna menyelamatkan bumi dari kehancuran," tandasnya.