Daerah

Hidupkan Kesenian Islami, Lesbumi Jember Gelar Festival

Rab, 25 September 2019 | 11:30 WIB

Hidupkan Kesenian Islami, Lesbumi Jember Gelar Festival

Pengurus baru Lesbumi Jember berfoto bersama usai ta’aruf (NU Online/ Aryudi AR)

Jember, NU Online 
Ketua Pengurus Cabang Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) NU Kabupaten Jember, Jawa Timur, H Rasyid Zakaria mengatakan, cukup banyak seni dan budaya Islam yang berkembang di Jember. Di antaranya adalah seni hadrah dengan berbagai alirannya, shalawatan yang saat ini cukup booming, dan macopat. 
 
“Untuk kian memacu semangat generasi muda agar menyukai shalawat, kami berencana menggelar lomba shalawat dan hadrah tahun ini,” jelasnya.  
 
Hal tersebut diungkapkan saat memberikan pengarahan dalam acara ta’aruf antar pengurus Lesbumi NU Jember di kediamannya, Perumahan Surya Milenia, Kaliwates, Jember, Selasa (24/9) malam.
 
Ia menambahkan, salah satu kesesian Islam yang sudah mulai hilang di Jember adalah macopat. Kesenian yang menceritakan kisah hidup para nabi yang dilantunkan secara bersahut-sahutan dengan suara yang kadang melengking itu, sepertinya tidak ada regenerasi. 
 
Sehingga lanjutnya, saat ini sulit ditemukan kesenian macopat. Dulu, di desa-desa begitu banyak  pembacaan macopat, bahkan hingga dini hari. “Tapi saat ini sudah jarang sekali kita dengar itu,” jelasnya.
 
Dikatakan, Lesbumi mempunyai peran yang cukup signifikan dalam melestarikan budaya keislaman. Sebab Lesbumi merupakan lembaga NU yang ditugaskan untuk menjaga dan mengembangkan seni dan kebudayaan Islam.
 
Dalam kesempatan tersebut, H Rasyid juga sedikit membeber latar belakang berdirinya Lesbumi NU. Katanya, pembentukan Lesbumi NU (1962) tidak lepas dari situasi politik yang terjadi waktu itu. Jauh sebelumnya, Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) telah didirikan oleh sejumlah tokoh komunis, di antaranya adalah  Dipa Nusantara (DN) Aidit. Salah satu anggota Lekra yang terkenal adalah Pramoedya Ananta Toer.
 
“Karena Lekra merupakan cara komunis untuk menanamkan ideologinya kepada masyarakat melalui seni, maka NU pun mendirikan Lesbumi,” ujar H Rasyid.
 
Ia mengaku salut dengan keluasan pemikiran para ulama NU waktu itu. Sebab saat itu pengaruh komunis begitu cepat menyebar dan menancap di hati masyarakat maupun di lingkungan birokrasi. Lalu masih ditambah dengan Lekra untuk mengakomodasi para seniman dan budayawan. Namun NU tak mau kalah, sehingga didirikanlah Lesbumi NU.
 
“Kalau dulu Lesbumi ‘berperang’ dengan komunis, maka sekarang kita mesti berperang dengan rasa malas. Mari kita bangkit, kita lakukan kegiatan,” pungkasnya.
 
Pewarta: Aryudi AR 
Editor: Abdul Muiz